Tribunners / Citizen Journalism
Pemilu 2019
Gejolak Seusai Pesta
Sementara PG sudah berpengalaman mengelola konflik internalnya. Desakan Munas dipercepat pun diyakini hanya riak-riak kecil belaka.
Sementara itu, Abdul Aziz menilai kegagalan yang dialami PG saat ini adalah akibat ketidakmampuan Ketua Umum Airlangga Hartarto mengembalikan kejayaan PG dengan warisan elektabilitas yang tinggi sekitar 16% di masa kepemimpinan Setya Novanto.
Namun, desakan Abdul Aziz menuai reaksi keras terutama dari ormas yang mendirikan dan didirikan PG.
Ketua Umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Ali Wongso Sinaga justru mendorong Airlangga kembali menjabat di periode berikutnya, 2019-2024.
Menurutnya, Airlangga yang saat ini menjabat Menteri Perindustrian sangat cocok dengan visi dan misi PG. Airlangga juga dinilai telah teruji dan memiliki chemistry (kesenyawaan) politik dengan Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Jenderal Kosgoro 1957 Sabil Rachman juga berpendapat senada. Sabil justru menilai Airlangga yang terpilih dalam Munaslub 15 bulan lalu menggantikan Setya Novanto telah berhasil dalam dua peristiwa politik penting, yakni Pilpres 2019 yang berhasil memenangkan Jokowi, dan Pemilu 2019 yang menempatkan PG dengan raihan kursi terbanyak kedua di DPR RI setelah PDIP.
Sekjen Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Adies Kadir juga setali tiga uang. MKGR justru mengapresiasi kinerja Airlangga yang mampu mempertahankan capaian suara PG.
Padahal, partai berlambang pohon beringin ini sempat diterpa badai hebat saat Setya Novanto terbelit korupsi.
Siapa pun ketua umum PD yang akan datang, tantangan terberatnya adalah melepaskan PD dari stigma partai keluarga. Apalagi bila benar nanti AHY menjadi ketua umum sebagaimana diduga diproyeksikan SBY. PD bukan parpol ideologis.
Namun, dengan kepemimpinan SBY yang powerfull, diyakini desakan KLB itu lambat laun akan menyublim.
Apalagi Wakil Ketua Dewan Kehormatan PD Amir Syamsuddin sudah melayangkan surat peringatan ke seluruh kader agar tidak “mbalela”.
Sementara PG sudah berpengalaman mengelola konflik internalnya. Desakan Munas dipercepat pun diyakini hanya riak-riak kecil belaka.
Apalagi Airlangga pro-pemerintah. Sebagai parpol yang mengusung ideologi kekaryaan, PG selalu menempel pemerintah.
Siapa pun presidennya, Golkar akan tetap ada di kabinet. Bila ketua umumnya tak pro-pemerintah, maka akan “disingkirkan”.
Adapun PDIP, sebagai parpol ideologis dengan kepeimpinan Megawati yang kharismatis, diyakini masih sangat bergantung pada putri Bung Karno itu dalam suksesi kepemimpinannya.
Bila Megawati mau maju lagi dalam Kongres V di Bali, niscaya akan terpilih secara aklamasi. Begitu pun sebaliknya bila ia menunjuk sosok lain.
Alhasil, gejolak parpol-parpol seusai pesta demokrasi Pemilu 2019 tak akan berlangsung lama atau hangat-hangat tahi ayam.
Karyudi Sutajah Putra: Analis politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.