Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Walisongo Pun “Menangis”

Bukankah Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “innamal a’malu binniyat” (amal itu tergantung niatnya)?

Editor: Hasanudin Aco
www.tabloidpamor.com
Ilustrasi Sedekah Laut 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Entah apa yang berkecamuk di benak mereka, sehingga sampai hati mengobrak-abrik properti “sedekah laut” di Pantai Baru, Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (12/10/2018) malam.

Perusakan itu dilakukan sekelompok orang bercadar karena sedekah laut dianggap bermuatan unsur syirik dan dikhawatirkan mendatangkan malapetaka. Bila Walisongo masih hidup, tentu mereka akan “menangis”, karena jalan damai yang telah mereka rintis tujuh abad silam kini diubah menjadi jalan kekerasan dalam menyebarkan ajaran Islam.

Bukankah Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “innamal a’malu binniyat” (amal itu tergantung niatnya)?

Bila tidak ada niat menyekutukan Allah SWT, bagaimana bisa sedekah laut dianggap syirik? Bila di antara mereka yang menggelar sedekah laut itu ada yang non-muslim, bagaimana bisa yang non-muslim itu dikatakan musyrik? Bagaimana dengan mereka yang masih meyakini animisme dan dinamisme, haruskah dipaksa meninggalkan dan menanggalkan keyakinannya?

Bagaimana pula sedekah laut dikhawatirkan mendatangkan malapetaka, sebagaimana anggapan sebagian orang terhadap gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018), yang dikaitkan dengan upacara adat Balia yang dihidupkan kembali dalam Festival Palu Nomini setelah sekian lama punah?

Bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, tak harus karena ada ritual tertentu. Masih ingatkah tsunami Aceh, 26 Desember 2004? Bukankah penduduk Aceh dikenal religius, bahkan Aceh berjuluk “Serambi Mekah” dan kini menerapkan Syariat Islam?

Sedekah laut, sebagaimana acara-acara tradisional lainnya seperti “bersih desa”, adalah "local wisdom" atau kearifan lokal yang telah berlangsung turun-temurun dari generasi ke generasi berabad-abad lamanya.

Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002).

Kalau memang sekelompok orang itu hendak menyiarkan ajaran Islam, bukankah bisa belajar dari cara Walisongo menyebarkan Islam di Pulau Jawa? Sebagai “new comer”, baru datang ke Jawa pada abad ke-14 ketika penduduk setempat telah lebih dulu memeluk agama lain seperti Hindhu dan Buddha, bahkan animisme dan dinamisme, Walisongo pun menempuh jalan damai, tanpa kekerasan.

Lalu terjadilah akulturasi dan asimilasi antara ajaran lama dan ajaran baru yang dibawa Walisongo, bahkan kemudian Islam menjadi agama yang dipeluk mayoritas penduduk Indonesia, tanpa pertumpahan darah.

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Adapun asimilasi adalah pembaruan dari kebudayaan yang disertai hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok.

Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

Terkait upacara adat, sebagaimana diungkap berbagai literatur, Walisongo mengarahkannya agar lebih Islami, bukan melarangnya sama sekali. Sunan Kalijaga, satu dari Walisongo, paham betul masyarakat Jawa menyukai perayaan apalagi jika diiringi dengan alunan musik gamelan.

Karena itulah Sunan Kalijaga kemudian menyelenggarakan Sekaten dan Grebeg Maulud yang diselenggarakan pada hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Robiul Awal. “Sekaten” berasal dari kata “syahadatain” atau dua kalimat syahadat.

Dalam perayaan Sekaten dan Grebek Maulud, gamelan diperdengarkan untuk mengundang penduduk, diikuti dengan dakwah dan pemberian sedekah Raja berupa gunungan. Dengan cara ini, masyarakat kian tertarik untuk mempelajari Islam.

Selain itu, tradisi adat Jawa yang mempersembahkan sesaji dan selamatan kemudian diubah dan diarahkan dengan cara yang lebih Islami. Selamatan digelar, tapi niat dan doanya bukan ditujukan kepada dewa, melainkan kepada Allah, dan makanan tidak dipersembahkan sebagai sesaji untuk dewa, tapi dibagikan sebagai sedekah kepada penduduk.

Di Jawa, sejak dulu sudah dikenal cerita pewayangan. Pagelaran wayang ini diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu seperti upacara kelahiran, khitanan, pernikahan, atau upacara tolak bala. Karena itulah biasanya ada kegiatan menambahkan sesaji saat menjalankan prosesi wayangan.

Setelah agama Hindhu, Buddha dan Islam masuk ke Jawa, wayang menjadi salah satu media untuk menyebarkan agama. Walisongo juga menggunakan wayang sebagai media dakwah.

Karena itulah kemudian muncul nama lakon atau cerita yang disesuaikan dengan agama Islam, seperti Layang Kalimosodo yang mengajarkan kalimat syahadat. “Kalimosodo” (dua kalimat syahadat) adalah senjata andalan Yudhistira, saudara tertua Pandawa.

Gamelan dan tembang atau lagu juga lekat dengan kepercayaan masyarakat Jawa "zaman old". Walisongo kemudian menggunakan gamelan dan tembang sebagai salah satu media untuk menyebarkan Islam.

Hanya saja, lagu atau tembang yang diciptakan berbeda dengan tembang lain karena disisipi ajaran Islam. Misalnya, tembang “Tombo Ati” ciptaan Sunan Bonang, dan “Lir Ilir” ciptaan Sunan Kalijaga. Kedua tembang ini mengajak masyarakat untuk lebih bertakwa. Kemudian ada juga tembang Sinom dan Kinanthi ciptaan Sunan Muria yang digubah dengan tujuan yang sama.

ISIS

Perusakan properti upacara adat sedekah laut di Bantul itu adalah wujud sikap intoleran. Intoleran merupakan fase awal dari ekstremisme yang puncaknya adalah terorisme.

Kita pun perlu berkaca dari kelompok teror Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Tidak hanya melawan koalisi militer dari beberapa negara di medan pertempuran, ISIS sejak berdiri tahun 2014 juga melancarkan apa yang disebut "war on cultural heritage".

Dikutip dari sejumlah sumber, berkali-kali ISIS melakukan penghancuran terhadap artefak-artefak kuno. Sedikitnya ISIS telah menghancurkan 28 situs bersejarah, satu di antaranya Khorsabad, kota kuno berusia 2.700 tahun di timur laut Irak, yang dikenal lewat patung raksasa banteng bersayap berkepala manusia.

Lalu, patung Singa Assyria di Suriah. Patung singa ini awalnya berasal dari situs arkeologis Arslan Tash yang berada dekat Aleppo.

Pada 1980-an, patung yang kini telah dihancurkan dengan buldozer itu dipindahkan ke kota Raqqa. Patung ini berasal dari abad ke-8 SM, dan menjadi patung selamat datang pada gerbang masuk wilayah Arslan Tash, kota yang dikuasai Kerajaan Assyria pada abad ke-9 SM.

Juga Masjid Nabi Yunus (Jonah's Tomb). Masjid Nabi Yunus ini berdiri di Mosul, Irak, dekat tembok Nineveh. Masjid ini dipercaya menjadi tempat pemakaman Nabi Yunus, yang ditelan oleh ikan paus dalam kisah di Al Quran maupun Al Kitab. Masjid ini dibangun di sebuah situs arkeologis pada abad ke-8 SM, dan hingga 2014 masih menjadi destinasi wisata masyarakat dunia dari beragam kepercayaan.

Pun, Nimrud. Sisa-sisa bangunan kota kuno yang terdapat di sebelah Sungai Tigris di selatan Mosul, Irak, ini juga telah rata dengan tanah. Nimrud sendiri ditemukan pada abad ke-13 SM dan menjadi ibu kota Kerajaan Assyria Baru. Di situs ini terdapat Istana Ashurnasirpal, Raja Assyria, dan sejumlah patung kuno yang masih berada di lokasi aslinya.

Selanjutnya, Hatra, kota tua berusia lebih dari 2.300 tahun, di sebelah selatan kota Mosul, Irak. Hatra adalah situs yang sangat berharga bagi dunia. Ia masuk dalam daftar situs Warisan Kebudayaan Dunia versi UNESCO.

Di dalamnya terdapat kompleks kuil yang memadukan arsitektur Hellenistis dan Roman, dengan gaya dekorasi Timur. Kota tua yang sempat selamat dari invasi Roma tahun 116 dan 198 Masehi karena tembok-tembok tinggi yang mengelilinginya itu kini telah rata dengan tanah.

Kemudian, Palmyra di Suriah. Palmyra bertahan selama berabad-abad di padang gurun di sebelah timur Damaskus sebagai oasis dan destinasi istirahat para rombongan yang berjalan di Jalur Sutera. Ia juga bagian dari Dinasti Roma, sebuah kota metropolis yang kaya. Palmyra mencapai puncak kejayaannya di abad ke-3, ketika dipimpin Ratu Zenobia yang memberontak pada Roma.

Terakhir, Masjid Al Nuri dan Minaret Al Hadba, Irak, yang menjadi ikon kota Mosul selama lebih dari delapan abad. Masjid Al Nuri dan Minaret Al Hadba kini telah menjadi puing-puing tak berguna.

Mengapa situs-situs bersejarah itu dihancurkan? Mubaraz Ahmed, seorang peneliti dari Centre on Religion and Geopolitics, seperti dilansir sebuah media, mengemukakan, setidaknya ada tiga alasan di balik tindakan “barbar” ISIS tersebut, salah satunya adalah karena ideologi salafi yang mereka anut. Salafi ialah paham syariat Islam murni seperti pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Tujuan kekhilafahan ISIS adalah mengembalikan apa yang mereka pahami sebagai keadaan umat Islam di zaman Nabi Muhammad SAW dulu.

Tujuan tersebut punya dua akar dasar, yaitu mendorong ketauhidan dan menghapus segala macam syirik. ISIS menganggap kehadiran situs-situs budaya tersebut menganulir ketauhidan yang mereka jaga. Benda-benda bersejarah tersebut dianggap sebagai bentuk syirik dan karenanya harus dihancurkan.

Apakah perusakan properti sedekah laut di Bantul itu bisa dianalogikan dengan langkah ISIS menghancurkan situs-situs bersejarah di Irak dan Suriah? Saat ini mungkin masih terpaut jauh. Tapi bila dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan akan mengarah ke sana. Borobudur, Prambanan, Dieng dan situs-situs bersejarah lain di kemudian hari bisa dihancurkan. Semoga kekhawatiran ini tidak terjadi!

Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved