Senin, 6 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Nasib Anies di 'Tangan JK'

Dengan kata lain, Presiden dan Wakil Presiden tak bisa menjabat lebih dari dua periode dalam jabatan yang sama.

Editor: Hasanudin Aco
Ist/Tribunnews.com
TM Mangunsong SH 

Oleh: TM Mangunsong SH

TRIBUNNEWS.COM - Ada adagium, pernyataan politik sering bermakna sebaliknya. Ketika seorang politikus menyatakan tak menginginkan suatu jabatan, sesungguhnya ia justru sedang mengincar jabatan itu.

Tak percaya? Bertanyalah pada Jusuf Kalla dan Anies Baswedan.

Jusuf Kalla (JK), Wakil Presiden RI dua periode (2004-2009 dan 2014-2019), Jumat (20/7/018), mengajukan diri sebagai pihak terkait judicial review (uji materi) syarat calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara No 60/PUU-XVI/2018 yang diajukan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) pada 10 Juli 2018.

Perindo yang diketuai Hary Tanoesoedibjo menggugat Pasal 169 huruf n Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menghalangi JK maju lagi sebagai cawapres pada Pilpres 2019. JK pun merasa syarat cawapres di Pasal 169 huruf n itu tak sesuai dengan UUD 1945.

Pasal 7 UUD 1945 menyatakan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, sesudahnya dapat dipilih dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Dengan kata lain, Presiden dan Wakil Presiden tak bisa menjabat lebih dari dua periode dalam jabatan yang sama.

Pasal 169 huruf n UU Pemilu juga menyatakan, syarat menjadi presiden dan wapres adalah belum pernah menjabat di posisi itu selama dua kali masa jabatan untuk jabatan yang sama. Satu kali masa jabatan presiden dan wapres berlangsung selama lima tahun, seperti diatur UUD 1945.

Dalam Putusan MK No 22/PUU-VII/2009, aturan mengenai lamanya satu masa jabatan kembali dipertegas. Satu kali periode hitungannya kalau sudah menjabat setengah atau lebih dari masa jabatan.

Artinya, presiden atau wapres yang sudah menjabat selama 2,5 tahun atau lebih sudah dihitung menjabat selama satu periode. Aturan ini berlaku bagi pejabat dengan masa jabatan yang diemban secara berturut-turut atau pun dengan jeda.

JK merasa, mestinya yang dibatasi jabatannya ialah presiden, bukan wapres, karena posisi wapres adalah pembantu presiden seperti halnya menteri. JK tak menyadari betapa bahayanya masa jabatan presiden/wapres yang tak dibatasi. Absolutnya kekuasaan seperti pernah terjadi di rezim Orde Baru bisa terulang.

Kata Lord Acton (1834-1902), "power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutly" (kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut akan absolut pula korupsinya).

Padahal, dalam beberapa kesempatan JK menolak tawaran menjadi cawapres. Senin (26/2/2018), misalnya, JK kembali menyatakan tak bisa mengikuti pilpres lantaran terbentur UUD 1945. Ia mengaku beberapa orang memang memiliki argumentasi lain mengenai konstitusi, namun ia ingin menghargai UUD 1945 yang telah diamandemen untuk menghindari seseorang menjabat tanpa batas.

Di sisi lain, Kamis (28/7/2018), MK menolak judicial review Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang dimohonkan dua WNI. Akankah MK kembali menolak uji materi pasal yang sama? Kita tidak tahu pasti. Kalau MK konsisten di “jalan yang benar”, lembaga penjaga konstitusi ini tentu akan menolak gugatan Perindo.

Tapi, bila melihat di belakang Perindo ada “raja media” Hary Tanoesoedibjo, segala kemungkinan bisa terjadi. Dengan kekuatan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki, ia bisa menggiring opini publik bahkan memengaruhi majelis hakim MK. Bukan rahasia lagi, di republik ini hukum masih banyak berpihak kepada yang kuat.

Nasib Anies

Apa pun keputusan MK akan berpengaruh terhadap nasib Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bila MK menolak gugatan Perindo dan peluang JK maju lagi sebagai cawapres tertutup, maka peluang Anies untuk menjadi cawapres bahkan capres justru sangat terbuka.

Dalam beberapa kesempatan, Anies menyatakan akan tetap di DKI menjadi gubernur, tak akan maju di Pilpres 2019 karena sudah ada Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Tapi siapa sangka bila sesungguhnya ia sedang membidik jabatan presiden/wapres, sebagaimana Jokowi saat menjabat Gubernur DKI?

Akhir-akhir ini JK rajin “mempromosikan” Anies ke berbagai kalangan, termasuk ke dua ormas Islam terbesar di Tanah Air, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Runtang-runtung JK bersama Anies diasumsikan publik sebagai manuver politik JK untuk membidik jabatan capres/cawapres di Pilpres 2019.

Bila menjadi cawapres tak bisa, bisa jadi JK akan maju sebagai capres, menantang petahana Presiden Joko Widodo. Cawapres JK bisa jadi Anies Baswedan. Dalam politik, tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi kepentingan.

Bila masih bisa menjadi cawapres, JK berharap digandeng Jokowi lagi, dan peluangnya terpilih kembali bersama Jokowi, menurut survei sejumlah lembaga, sangat besar. Nasib Anies bisa terkatung-katung, harus menunggu lima tahun lagi sampai JK nyapres di Pilpres 2024.

Tak mungkin JK maju sebagai cawapres Pilpres 2019, dalam waktu bersamaan mengajukan Anies sebagai cawapres atau capres di pihak lawan.

Bila gugatan Perindo ditolak, JK tak bisa maju cawapres, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu bisa maju sebagai capres atau paling tidak menjadi king maker berhadapan dengan king maker lain seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Di sinilah peluang Anies terbuka lebar.

Sejauh ini belum ada parpol yang mengajukan Anies baik sebagai capres atau cawapres untuk Pilpres 2019.

Maka tampaknya Anies hanya berharap pada JK, sebagaimana pada Pilkada DKI 2017 yang menyorongkan nama Anies ke Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto juga JK. Yang menyorongkan nama Anies untuk menduduki kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Kerja kepada Jokowi juga JK.

TM Mangunsong SH: Advokat/Ketua Peradi Jakarta Pusat/Ketua Umum Koalisi Masyarakat Penggerak Good Governance (KOMPAGG).

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved