Tribunners / Citizen Journalism
Film G30S
Layakkah Anak-anak Menonton Film G30S PKI? Berikut Penjelasan Kak Seto
Pemanfaatan film sebagai kelengkapan kegiatan belajar, termasuk belajar sejarah, sesungguhnya sudah menjadi praktek jamak. Dan itu bagus!
PENGIRIM: Kak Seto
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia
TRIBUNNERS - Tak mudah kiranya untuk pukul rata melarang atau pun mengizinkan anak menonton film tersebut. Pasalnya, anak adalah individu berusia 0 hingga sblm18 tahun.
Individu berumur 4 tahun dan 17 tahun, walau sama-sama berusia anak, namun punya dinamika psikologis yang berbeda jauh satu sama lain. Kesiapan mereka untuk menonton suatu film pun berbeda satu dan lainnya.
Tambahan lagi, film G 30 S berangkat dari kisah nyata tentang peristiwa sejarah. Dan tema historis tersebut memang sudah sepantasnya diketahui generasi muda.
Mari kita menepi sebentar dari sisi adegan film.
Proses pembelajaran yang baik adalah yang memberikan rangsangan multiinderawi kepada anak. Pemanfaatan film sebagai kelengkapan kegiatan belajar, termasuk belajar sejarah, sesungguhnya sudah menjadi praktek jamak. Dan itu bagus!
Namun kegiatan belajar memang sepatutnya tidak hanya mengandalkan film.
Apalagi riset--bukan pemikiran awam-- menemukan bahwa pendekatan yang paling pas adalah kepada anak juga disodorkan teks tentang substansi yang sama dengan tema film.
Teks bisa dimodifikasi menjadi narasi lisan yang sebobot. Teks, pemutaran film, dilanjutkan dengan ajakan pendidik kepada anak untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan dan--ini acap terkesampingkan--apa yang mereka rasakan.
Serbaneka perasaan yang dialami anak saat menonton film dijadikan sebagai pintu masuk bagi pendidik untuk mengedukasi anak tentang bagaimana mengidentifikasi kaitan antara situasi, perasaan, dan cara mengelolanya.
Simpulkan nilai kesetiaan pada bangsa dan negara, keyakinan pada kebenaran dan keadilan, penyerahan diri pada pertolongan Tuhan, penghormatan akan jasa pahlawan, serta optimisme akan masa depan.
Akhiri dengan menggali ide anak tentang bagaimana mencegah terulangnya tragedi serupa. Begitu urutannya.
Ingat, kearifan adalah produk dari kekuatan kognitif dan kepekaan afektif.
Memang, membawa kejadian dan situasi masa silam ke masa kini boleh jadi bukan hal gampang. Pendidik, utamanya guru maupun orang tua, kudu memiliki wawasan juga agar bisa mendampingi anak meniti lintasan sejarah dengan tepat.
Akhirul kalam; film yang bagus di tangan pendidik yang buruk, tak akan banyak faedahnya. Sebaliknya, film yang buruk di tangan pendidik yang baik, manfaatnya bagi anak justru bisa berlipat ganda.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.