Tribunners / Citizen Journalism
Surat Pembaca
Ahok, Dana Nonbujeter, dan Praktik Culas yang "Hidup Lagi"
Bahkan di era Orba, dalam banyak kasus, penerima dana nonbujeter tidak diharuskan menyampaikan permohonan tertulis, apalagi proposal dan tetek-bengek
Pengurangan terjadi kalau Agung Podomoro membangun fasilitas umum untuk DKI Jakarta.
Ahok mengklaim proyek pengurang kontribusi tambahan itu dilakukan berdasar wewenang diskresi yang dimiliki.
Sampai di sini ada perbedaan mendasar praktik dana nonbjeter antara Ahok dan Rezim Orba. Ahok mengakui, ketika diskresi diputuskan pada 2014, memang belum ada dasar hukumnya.
Sedangkan di zaman Orba, ada payung hukumnya, yaitu Inpres dan Keppres.
Tapi terlepas ada dan (apalagi) tidak ada dasar hukumnya, dana nonbujeter adalah praktik penyelenggaraan keuangan negara yang serampangan dan berbahaya.
Dana nonbujeter telah menabrak pasal 3 ayat (1) UU No. 17/2003, yang mengharuskan Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pasal 5 dan 6 UU tersebut mengamanatkan semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN dan APBD. Sedangkan penggunaannya harus melalui persetujuan DPR dan DPRD seperti diatur dalam pasal 3 ayat (8).
Apa yang dilakukan Orba dan Ahok jelas melanggar prinsip-prinsip keuangan negara yang baik.
Tidak transparan, tidak taat pada peraturan perundang-undangan, tidak efisien, tidak ekonomis, tidak efektif, dan tidak transparan.
Kalau semua prinsip tersebut dilabrak, bagaimana mungkin kita bisa berharap para pejabat publik akan bisa mempertanggungjawabkan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Bahkan, karena tidak punya payung hukum, apa yang dilakukan Ahok jauh lebih buruk dan lebih serampangan ketimbang Orde Baru.
So, para pejabat publik harus berhenti dari praktik nonbujeter yang sama sekali tidak elok. Kalau Indonesia mau menjadi negara yang modern, transparan, dan berkeadilan, tidak bisa tidak, ya harus menerapkan sistem pengelolaan keuangan negara yang benar. Titik! (*)
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.