Tribunners / Citizen Journalism
Mati Ketawa Ala Jenderal Kivlan Zein
Menurut Gus Dur, konflik horizontal di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di Ambon, terjadi karena "dikompori" tentara. Dalangnya Mayjen K
SEBELUM Gus Dur, KH Abdurrahman Wahid, menjadi presiden, kyai kharismatik nan mbeling ini mencuatkan kehebohan tatkala melontarkan tudingan mengejutkan. Tudingan yang boleh dikata nekat, lantaran yang dituding adalah seorang tentara, perwira tinggi pula.
Menurut Gus Dur almarhum, konflik horizontal di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di Ambon, terjadi karena "dikompori" tentara. Dalangnya Mayjen K.
Media massa pun ramai-ramai memburu Gus Dur. Menanyakan siapa Mayjen K yang dia maksudkan. Di lain sisi, Mayjen Kivlan Zein, bereaksi keras. Dia merasa Gus Dur menudingnya, lantas mendatangi kediaman Gus Dur di Ciganjur.
Menanggapi ini Gus Dur santai belaka. Di hadapan puluhan wartawan yang datang ke kediamannya mengekor Kivlan Zein, Gus Dur bilang bahwa dia bingung kenapa Kivlan datang ke rumahnya.
"Saya sebut Mayjen K, kan bisa saja Mayjen Kunyuk. Bukan Mayjen Kivlan," ujar Gus Dur, lalu tertawa terbahak-bahak.
Para wartawan, tentu saja juga tertawa. Mayjen Kivlan ikut tertawa. Meski tidak lepas dan wajahnya kecut, persis orang yang makan jeruk kelewat masam.
Cerita yang sudah berkali-kali saya dengar ini, saya dengar sekali lagi dari seorang kawan wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu. Saat itu, Kivlan Zein yang sekian lama menghilang dari panggung politik nasional, muncul kembali dengan membawa isu lawas: komunisme, yang oleh Kivlan, dikerucutkan ke PKI.
Sesungguhnya tidak ada korelasi yang terang antara Kivlan dan PKI dengan Kivlan, Gus Dur dan Mayjen Kunyuk. Benang merahnya justru terletak pada satu perkara, yakni lelucon.
Sikap reaktif Kivlan atas tudingan Gus Dur melahirkan lelucon yang melegenda. Hingga akhir hayatnya, Gus Dur tidak pernah mengungkapkan, siapa sebenarnya Mayjen K yang ia maksudkan. Tapi keterlanjuran sudah tercipta. Tiap kali dihadapkan pada Kivlan Zein, atas peristiwa apapun, ingatan akan selalu melayang pada Gus Dur dan leluconnya perihal Mayjen Kunyuk tadi.
Pula demikian sekarang. Alih-alih mempengaruhi, kampanye anti-PKI yang demikian gencar ia lontarkan, kian ke sini malah kian memposisikan Kivlan sebagai peledak tawa. Tudingan-tudingannya kerap memukul balik wajahnya sendiri.
Misalnya kalimat ini: "dengan membentuk gerakan-gerakan berupa serikat tani, maka petani bakal sejahtera, desa akan memiliki kekuatan. Saat desa punya kekuatan hal itu dianggap akan memicu penolakan terhadap aparatur negara. Inilah bahayanya, pokoknya kami siap perang."
Atau kalimat ini: "Budiman itu pernah sekolah di Rusia, pernah di Ceko dan kembali ke Indonesia membawa ideologi komunis."
Masih ada beberapa kalimat lain yang sama-sama lucu, tapi memang dua kalimat inilah yang menghadirkan tawa paling kencang.
Kalimat pertama, mau tak mau, menggiring siapa pun yang masih berpikir waras untuk mempertanyakan logika Kivlan. Apakah petani tidak boleh sejahtera? Lalu, atas dasar apa dia menarik kesimpulan, bahwa jika petani sejahtera maka desa akan punya kekuasaan dan hal itu akan memicu penolakan terhadap aparatur negara?
Jadi petani tidak boleh kaya? Petani tidak boleh punya mobil BMW dan helikopter seperti disebut dalam lagu Slank? Petani harus miskin, kampungan, dan kelaparan? Petani tidak boleh nongkrong di Starbuck?
Pemikiran Kivlan yang ajaib ini kemudian mencuatkan kecurigaan. Jangan-jangan, para pejabat penentu kebijakan negara seluruhnya berpikiran seperti Kivlan. Takut petani beranjak kaya dan karenanya berani membangkang pada negara, maka mereka sengaja dibiarkan miskin, dicegah supaya tak kaya.
Mereka tidak boleh mendapatkan banyak uang dari padi, dari jagung, dari kedelai, dari cengkeh, dari karet, dari kelapa sawit, dan tanaman-tanaman lain yang ditanam.
Soal Budiman (dalam hal ini yang dimaksud adalah Budiman Sudjatmiko, mantan pentolan PRD yang kini menjadi politisi PDI Perjuangan), lelucon Kivlan lebih lucu.
Budiman, setidaknya berdasarkan data pribadinya yang bisa diakses oleh siapa saja dari situs resmi DPR RI, http://wikidpr.org, tidak pernah bersekolah di Rusia, atau di Cekoslovakia. Dia kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, lalu melanjutkan studi master dan doktoral di University of London dan Cambridge University.
Lantas pernahkah Budiman bersentuhan dengan Rusia? Dari buku-buku barangkali iya. Dari diskusi-diskusi barangkali juga iya. Tapi secara akademik tidak. Persisnya, tidak secara resmi. Yang pernah justru kolega kental Kivlan, Fadly Zon.
Dari situs yang sama, Fadly Zon disebut pernah menempuh pendidikan sarjana di program Sastra Rusia Fakultas Sastra (sekarang Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia. Ia juga pernah ke Rusia dan berfoto di makam Karl Marx.
Namun paling meledakkan tawa adalah komentar Budiman Sudjatmiko sendiri. "Enggak perlu ditanggapi, malah mengurangi kecerdasan bangsa Indonesia. Bangsa ini sudah membangun, terus tiba-tiba ada orang yang sudah lewat zamannya ngomong hal yang enggak penting."
Begitulah, Budiman Sudjatmiko memilih tak peduli. Pun demikian Goenawan Mohamad, yang setelah menyebut otak "jenderal pensiunan itu sudah berkarat", ditantang berdebat oleh Kivlan. Mereka barangkali memang menganggap Kivlan sekadar sedang mengocehkan omong kosong, tak perlu terlalu serius ditanggapi.
Sementara itu, Kivlan Zein memang tetap saja melucu. Paling anyar, ia dengan begitu lantang berpidato di tengah massa FPI. Menyerukan perang.
Gawat? Semestinya demikian. Tapi nyatanya, setidaknya sampai sejauh ini, pemerintah bersikap tenang-tenang saja. Agaknya mereka pun berpikiran seperti Budiman dan Goenawan.
Tak apalah Kivlan teriak-teriak. Biarkan saja. Toh, kita butuh hiburan. Setidaknya ada pilihan selain nonton Uttaran.
twitter: @aguskhaidir
Sumber: Tribun Medan
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.