Minggu, 5 Oktober 2025

Blog Tribunners

Game Bukan Faktor Utama Pemicu Kekerasan

Beberapa waktu lalu, KPAI mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah memblokir 15 dari 22 rekomendasi game yang dianggap mengandung unsur kekerasan.

Penulis: Ilham Cahya Suherman
propresobama.org
Ilustrasi kekerasan pada wanita. 
TRIBUNNERS - Beberapa waktu lalu, KPAI mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah memblokir 15 dari 22 rekomendasi game yang dianggap mengandung unsur kekerasan.
 
Game-game tersebut antara lain World of Warcraft, Call of Duty, Point Blank, Cross Fire, War Rock, Counter-Strike, Mortal Kombat, Carmageddon, Future Cop, ShellShock, Rising Force, Confict Vietnam, Atlantica, Grand Theft Auto, dan Bully.

Pemblokiran yang dilatarbelakangi dengan efek samping bermain game yang menimbulkan anak menjadi agresif tersebut memicu berbagai macam reaksi dari berbagai pihak, mulai dari orang tua, netizen dan gamers yang menolak dengan keras, hingga hackers yang sempat meretas situs resmi KPAI sebanyak dua kali dalam dua hari sebagai bentuk protes terhadap KPAI.

Bukan masalah yang sepele, melihat banyaknya respon negatif yang terlontar pada KPAI. Lalu, muncul dua pertanyaan di benak penulis. Apakah memblokir game merupakan langkah yang tepat? Dan apakah sebenarnya game merupakan faktor utama yang menimbulkan sikap agresif pada anak untuk melakukan tindak kekerasan sehingga KPAI harus memblokir game-game tersebut?

Game dan Sistem Rating

Game atau Video Game sendiri merupakan medium hiburan yang melibatkan visual, audio, dan interaksi. Setiap game memiliki berbagai macam konten untuk menghibur pemainnya. Ada game yang memiliki konten yang bersahabat seperti Hay Day, Tap Tap Dash, Chess Titan, UNO, dll. Ada pula game yang memiliki konten kekerasan seperti game-game yang menjadi
isu hangat terkini karena pemblokirannya.


Berkaitan dengan konten, seluruh pengembang game yang telah mengedarkan gamenya di pasaran, menciptakan konten gamenya tersebut sesuai dengan target pasarnya. Rovio Game menciptakan Angry Birds dengan karakter lucu, cerita sederhana, dan full color karena target pasarnya adalah umum.

Sedangkan Rockstar Games menciptakan serial Grand Theft Auto dengan darah, cerita penuh kekerasan, dan berbagai macam konten dewasa karena target pasarnya adalah orang dewasa atau tujuh belas tahun ke atas. Sebelum game yang telah dikembangkan beredar, seluruh konten dari game tersebut dievaluasi dengan menggunakan sistem rating.

Sistem rating game juga memiliki fungsi yang sama dengan sistem rating film, yaitu sebagai indikator bahwa konten-konten yang disuntikkan ke dalam game sesuai dengan targetnya. Biasanya indikator rating tersebut tercantum pada halaman sampul tempat kaset game dan di awal sebelum game dimulai.

Kembali ke dua game yang sempat penulis singgung mengenai isi kontennya. Untuk Angry Birds dengan konten umumnya, terdata dengan indikator Everyone yang berarti game tersebut bisa dinikmati oleh segala usia. Sedang Grand Theft Auto dengan konten serba dewasanya, terdata dengan indikator Mature yang berarti hanya bisa dinikmati untuk kalangan dewasa atau umur di atas tujuh belas tahun.

Lantas, mengapa KPAI masih mempermasalahkan dan memblokir game-game tersebut, padahal sudah sangat jelas bila bukan untuk anak-anak?

Tanpa adanya sistem rating pun seharusnya sebagai manusia kita tahu bahwa konten-konten kekerasan bukanlah hal yang sesuai dengan norma kehidupan. Pengawasan orang tua sangatlah diperlukan disini.

Bukan Faktor Utama Timbulnya Kekerasan


Konten kekerasan yang berdampak pada tingkah laku pada anak adalah alasan utama dibalik pemblokiran yang dilakukan KPAI. Tindakan KPAI tersebut seakan-akan menempatkan game sebagai faktor utama timbulnya sikap agresif pada anak setelah bermain game.

Game mungkin adalah salah satu faktor timbulnya kekerasan, tetapi bukan yang utama. Masih ingat dengan berbagai kasus perkelahian akibat tontonan Smack Down beberapa tahun silam? Apakah hal tersebut dipengaruhi oleh game? Tentu saja bukan. Realitanya, banyak kasus kekerasan yang timbul karena tontonan di televisi.

Wajar sebenarnya, bahwasanya tiap-tiap media hiburan memiliki dampak positif diikuti dengan dampak negatifnya. Game sendiri dapat menimbulkan candu sehingga pemainnya lupa akan dirinya. Disisi lain, game dapat menghibur dan banyak penelitian berkata bahwa sebenarnya game memiliki berbagai macam dampak positif seperti meningkatkan konsentrasi serta membuat pemainnya cepat dalam mengambil keputusan.

KPAI perlu mengkaji ulang dan menerima masukan dari berbagai pihak terkait tindakannya. Orang tua juga perlu dibekali wawasan akan pentingnya rating game dan pengawasan terhadap perilaku anak dalam bermain game dengan cara sosialisasi. Sesungguhnya apabila dimanfaatkan dengan baik, maka game akan berdampak baik bagi pemainnya.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved