Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Distorsi Patung MH Thamrin Dalam Urban Drama

Sudah tepatkah posisi peletakan patung MH. Thamrin yang baru diresmikan pada tanggal 18 Juni 2012

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Distorsi Patung MH Thamrin Dalam Urban Drama
M Zulfikar
Warga berfoto di depan patung MH Thamrin yang diresmikan Gubernur DKI Fauzi Bowo, Minggu (3/6/2012)

TRIBUNNEWS.COM - Sudah tepatkah posisi peletakan patung MH. Thamrin yang baru diresmikan pada tanggal 18 Juni 2012 oleh Bapak Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo? Bagaimana  sebaiknya meletakkan patung pada koridor yang telah menjadi landmark dan sekaligus backbone dari ibukota republik ini? Sungguh sayang bila keberadaan patung yang memakan biaya lebih kurang 2 milyar rupiah tersebut kontra produktif.

Poros Jalan Medan Merdeka – Thamrin – Sudirman tak pernah sepi dari drama perkotaan yang selalu hadir menghiasi etalase jalan ibu kota. Poros yang dibangun sekitar tahun 1950 an oleh Ir. Soekarno ini seakan tak pernah sepi dari riuh-rendahnya keramaian dan atraksi kota Jakarta. Di poros ini pula banyak terdapat kantor swasta dan multinasional sehingga menjadi simbol bisnis ibukota.

Banyak kejadian penting telah menghiasi poros Medan Merdeka – Thamrin – Sudirman. Dari peristiwa G 30 S PKI, Malari, hingga Reformasi yang seakan menjadi saksi bisu sejarah berdirinya republik ini.

Kejadian menarik keseharianpun sering menghiasi poros ini. Sebut saja, demo mahasiswa, demo buruh, demo ibu-ibu dari yang simpatik sampai yang mengganggu dan pawai-pawai tahunan. Bahkan acara mingguan seakan silih berganti dan tidak pernah sepi. Ya, poros ini seperti seperti tidak pernah kehabisan lakon (peran) yang tampil di jalanan ibukota Jakarta.

Hal serupa juga dilakukan oleh penguasa dengan menambahkan patung yang tidak lebih sebagai Urban Signature, penanda masa pemerintahannya. Keberadaan karya sen (urban sculpture) yang menghiasi poros  tersebut menambah semaraknya poros Medan Merdeka – Thamrin – Sudirman. Ada pun karya seni yang telah menghiasi antara lain, patung Arjuna dengan bundaran Bank Indonesia di depan gedung Bank Indonesia, Tugu Selamat Datang dengan bundaran Hotel Indonesia di depan Grand Indonesia, Patung Jenderal Sudirman di depan wisma BNI, Tugu Gelora Pemuda dengan bundaran Senayan di depan Panin Centre.  

Keberadaan urban sculpture tersebut menjadi penanda (landmark) suatu daerah / pengarah jalan. Sebut saja patung Sudirman yang diresmikan Gubernur Sutiyoso beberapa tahun silam. Keberadaannya yang tepat berada di ujung Jalan Sudirman dapat mempertegas batas jalan Sudirman dan Thamrin, yang semula batas jalan tersebut ditandai oleh adanya jembatan dukuh atas.

Di era sebelumnya, pada masa Presiden Soeharto tepatnya pada tahun 1987 dibangun patung Arjuna Wiwaha atau Asta Brata di ujung Jalan Medan Merdeka Barat. Posisinya bersanding dengan bundaran Bank Indonesia. Makna dari simbolisasi patung ini adalah Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu menempel prasasti bertuliskan “Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.”

Kini, tak Jauh dari patung Arjuna Wiwaha, berdiri patung MH. Thamrin yang letaknya juga berada di kawasan bundaran Bank Indonesia, tepat di ujung Jalan Medan Merdeka Selatan. Keberadaan patung baru yang tidak memiliki konektivitas dengan patung Arjuna Wiwaha tersebut dapat menghilangkan makna dan simbolisasi dari patung sebelumnya.

Bila kita mengacu pada prinsip teori Perancangan Kota, bila terlalu banyak landmark/symbol/icon pada suatu wilayah, symbol-simbol tersebut tidak akan pernah dapat memiliki pemaknaan yang berarti pada suatu kawasan (wilayah). Karena ikon sebelumnya dapat kehilangan arti karena adanya simbolisasi yang baru.

Dalam konsep perancangan kota (urban design) disebutkan pula apabila ingin menampilkan icon dalam satu kawasan, sebaiknya kedua icon tersebut memiliki hubungan atau keterkaitan sehingga keberadaan icon atau simbolisasi satu dan lainnya saling memperkuat sehingga dapat menimbulkan alur cerita dan memiliki makna.

Keberadaan patung MH. Thamrin secara urban sculpture dapat menghiasi dan menambah semarak ibukota. Namun di  sisi lain, keberadaan patung MH Thamrin dapat mengubah pola “langgam” yang telah terbentuk kuat pada poros Medan Merdeka – Thamrin – Sudirman karena bila dilihat dari sisi peletakan patung tersebut terlihat disorientasi terhadap pola yang telah terbentuk selama ini. Hal tersebut terjadi karena lokasi dan peletakan patung tersebut terlalu dipaksakan sehingga kurang memaknai suatu wilayah yang memiliki karakter yg sudah cukup kuat.

Sebaliknya jika posisi dan tata letak patung MH. Thamrin dapat mengikuti pola/langgam yang sudah ada, maka keberadaan poros Medan Merdeka – Thamrin – Sudirman akan lebih kuat dan memiliki makna yang lebih apabila posisinya terletak di jalan MH. Thamrin.

Atau solusi lainya meletakan patung Bang Thamrin di daerah lapangan sepak bola Petojo yang secara historis memiliki keterkaitan dengan tokoh pahlawan nasional asal Betawi tersebut. Mungkinkah hal ini akan dipikirkan oleh guberbur terpilih nanti?

Dan akan lebih baik lagi apabila patung Bang Thamrin dapat dinikmati langsung oleh masyarakat khususnya pejalan kaki bukan dinikmati pengguna kendaraan (car oriented) seperti yang sudah terbentuk pada patung-patung sebelumnya yang berlokasi di poros tersebut.

TRIBUNNERS POPULER

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved