Berburu Cenderamata dan Kuliner dari Balik Tembok Keraton Solo
Seperti kembali ke masa lalu, es asam jawa hingga kerajinan kletek masih terus eksis membersamai kawasan Museum Keraton Kasunanan Surakarta
Penulis:
timtribunsolo
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Mentari siang hari memantulkan cahaya pada tembok-tembok kokoh Keraton Kasunanan Surakarta.
Diam membisu, tembok-tembok tersebut menyimpan warisan budaya Mataram Islam yang tak lekang oleh masa.
Denyut nadi keagungan keraton dari dalam seakan merembes keluar, meresap ke dalam gang-gang sempit, termasuk dalam cita rasa kuliner serta keindahan cenderamata yang ditawarkan.
Sengatan matahari siang Kota Solo yang cukup terik kala itu Rabu (23/7/2025), seakan luluh seketika saat menemukan sebuah kesegaran sederhana yang dijajakan di antara lorong-lorong dekat keraton.
Adalah es asam, minuman legendaris yang menjadi primadona pelepas dahaga.
Hanya dengan merogoh kocek Rp 7.000, segelas es dengan cita rasa manis, asam, dan sedikit sepat dari sari buah asam jawa ini siap menyegarkan tenggorokan.

Disajikan dingin dalam sebuah cup sederhana, minuman ini membawa kembali kenangan akan jajanan masa kecil yang kini mulai sulit ditemui.
"Enak, tidak terlalu asam, manisnya juga pas, segar." ujar Kiki Ratnasari (21), seorang wisatawan asal Boyolali
Tak jauh dari penjual es asam, nostalgia kembali menyapa lewat kehadiran es gabus.
Jajanan beku berwarna-warni yang pernah populer di era 90-an ini masih bertahan di tengah gempuran es krim modern.
Dengan harga Rp4.000 per potong, es yang terbuat dari tepung hunkwe dan santan ini memiliki tekstur unik yang padat namun lembut saat digigit.
Baca juga: Pesta Budaya dan Melestarikan Kuliner Bali Lewat Gelaran Beguling Feast Fest 2025
Sensasi dingin dan manisnya menjadi teman sempurna untuk melanjutkan penjelajahan di sekitar pemukiman keraton.
Perburuan tidak berhenti pada kenikmatan rasa saja.
Pada sudut kawasan keraton tampak para pengrajin dengan setia menggelar lapak mereka, menawarkan berbagai cenderamata hasil ketekunan tangan-tangan terampil pengrajin sekitar.
Mata akan dimanjakan dengan deretan boneka kayu dengan aneka rupa, miniatur-miniatur becak dan andong yang detail, hingga mainan tradisional yang membangkitkan memori.
Pengunjung dapat menemukan gangsing kayu yang dapat berputar lincah, mainan kletek yang mengeluarkan bunyi khas saat digoyangkan, serta suling bambu yang alunan sederhananya membawa kedamaian.
Dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 40.000.
"Saya sudah lama berjualan di sini, sudah 30 tahun." tutur Amin Raharjo, seorang penjual mainan tradisional
Selain penjual kerajinan cenderamata, tampak pula para penjual blangkon, penutup kepala khas Jawa yang menjadi simbol wibawa dan kearifan lokal.
Dapat ditemukan sejumlah blangkon khas Keraton Surakarta seperti blangkon yang digunakan untuk abdi dalem dan prajurit, bahkan ikat kepala Pasundan dan Samir.
Dengan tekun, pengunjung akan dibantu oleh penjual untuk menemukan blangkon dengan ukuran dan motif yang pas dengan keinginannya.
(mg/Nur Hidayah) peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.