Wisata Kalsel
Orang Banjar Obati Gatal-gatal Kulit Bayi Dengan Mengalungkan Liontin Uang China Ini
Orang Banjar mengobati gatal-gatal pada kulit bayi dengan mengenakan kalung liontin China ini ke lehernya. Unik kan?
TRIBUNNEWS.COM, MARTAPURA - Kalung ini berpenampilan etnik, namanya kalung picis.
Disebut demikian karena liontinnya menggunakan uang koin Cina kuno yang di tengahnya berlubang, biasanya disebut duit picis.
Warna koinnya hitam kekuningan.
Bentuknya bulat, di kedua sisinya ada tulisan simbol-simbol tertentu.
Di satu sisi bertulisan huruf Cina dan sisi lainnya bertulisan huruf-huruf yang tampaknya bukan aksara Cina, namun lebih seperti simbol.
Kalungnya dirangkai dengan tali berwarna hitam.
Kalung ini banyak dijual di Kalimantan Selatan, biasanya di lapak-lapak penjual cinderamata kaki lima.
Sebuahnya dijual Rp 20 ribu.
Kalung ini memang tampak biasa saja, seperti halnya aksesori lainnya dalam hal penggunaannya, yaitu dipakaikan saja di leher untuk pemanis penampilan.
Namun di balik itu, ternyata kalung ini memiliki fungsi khusus dalam ritual adat pengobatan tradisional orang Banjar di Kalimantan Selatan.
Penggunanya pun tak boleh sembarangan orang, namun haruslah mereka yang memiliki riwayat penyakit tertentu yang menurun di keluarganya.
Biasanya dipakaikan kepada anak-anak kecil yang masih balita.
"Ini untuk mengobati penyakit baliuran atau air liur berlebihan pada bayi dan balancat atau merah-merah dan gatal-gatal pada kulit bayi," ujar seorang penjualnya di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Abdul Hakim.
Menurutnya, tulisan di liontin kalung ini memiliki arti tersendiri.

Kalung picis dengan liontin uang koin China dijual bebas di pasaran dengan harga Rp 20 ribu (BANJARMASIN POST/ YAYU FATHILAL
"Itu mungkin semacam doa-doa. Masih banyak orang Banjar sekarang yang memercayainya," katanya.
Penggunanya, haruslah orang yang memiliki keturunan penyakit baliuran atau balancat dari keluarganya.
"Kalau yang tidak ada keturunan penyakit itu, tidak akan berfungsi apa-apa," ujarnya.
Kalung ini bisa juga dipakai oleh mereka yang tak memiliki keturunan penyakit tersebut.
"Biasanya mereka beli buat aksesori saja, buat menunjang penampilan atau mungkin suka dengan tampilannya yang etnik. Turis-turis biasanya yang sering membelinya untuk oleh-oleh," sambungnya.
Dia mengatakan liontinnya tersebut uang koin asli.
Perajinnya biasanya banyak ditemui di Desa Dalam Pagar, Martapura, Kabupaten Banjar.
Koinnya itu ternyata ada juga yang palsu dan harganya lebih murah, yakni Rp 15 ribu.
"Kalau yang kalung picis asli koinnya lebih tebal, warnanya hitam agak kuning dan bahannya itu kemungkinan semacam kuningan atau tembaga. Kalau yang palsu, biasanya tipis dan hitam semuanya," jelasnya.
Seorang penggunanya adalah Rahimah yang memiliki anak bayi.
Anaknya itu pernah mengalami penyakit baliuran.
Setelah dipakaikan kalung ini, percaya atau tidak, penyakitnya itu sembuh.
"Waktu hendak memakaikannya, saya basyariat atau meyakinkan diri bahwa anak saya pasti sembuh dengan kekuasaan Allah SWT sambil berdoa memohon kesembuhannya. Lalu dibacakan Surah Alfatihah dan dua kalimat syahadat, kemudian dipakaikan ke leher anak saya. Alhamdulillah, tak lama kemudian penyakitnya sembuh," akunya.

Kalung Picis dengan liontin uang koin China ini biasa dipakai orang Banjar untuk media menyembuhkan gatal-gatal pada kulit bayi. (BANJARMASIN POST/ YAYU FATHILAL)
Secara keturunan, ternyata di keluarganya memang ada keturunan penderita penyakit tersebut.
"Kalau yang tidak ada keturunan penderita penyakit ini, kalungnya tidak ada berfungsi apa-apa. Percaya atau tidak, memang seperti itulah kenyataannya," beber warga Desa Kelampayan Tengah, Martapura ini.
Untuk penjualnya, biasanya mudah ditemui di pasar-pasar tradisional di Kabupaten Banjar, khususnya lagi mereka yang menjual cinderamata di emperan atau kaki lima.
Di antaranya ada di pasar di sekitar Makam Syekh Muhammad Arsyad Albanjari atau Datuk Pelampayan di Desa Kelampayan Tengah, Kecamatan Astambul, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Di sini ada banyak pedagang kalung picis.
Biasanya mereka menggelar lapaknya di bagian dalam kubah makam tersebut.
Menuju kemari, bisa menggunakan kendaraan pribadi dengan jarak tempuh 56 kilometer dari Banjarmasin.
Bisa juga memakai kendaraan umum seperti taksi L300 dari Terminal Induk Km 6 Banjarmasin jurusan Pasar Batuah Martapura dengan tarif Rp 15 ribu per orang.
Tiba di depan pasar itu, lanjutkan dengan menaiki angkutan kota jurusan Pelampayan dengan tarif Rp 5 ribu per orang. (Yayu Fathilal)