Kamis, 2 Oktober 2025

Travel Story

Cirebon Mulai Dilirik Warga Jakarta Sebagai Tempat Tujuan Berlibur, Ada Apa Saja di Sana?

Cirebon menawarkan ”pelarian” baru bagi warga Jakarta ketika kawasan Bandung dan Puncak tidak lagi menarik didatangi untuk melewatkan akhir pekan.

KOMPAS/LUSIANA INDRIASARI
Docang, makanan khas Cirebon. 

Kenyataannya, taman yang dulu dipenuhi suara gemercik air sehingga mampu memunculkan perasaan tenang itu kini kering kerontang.

Hanya tersisa parit-parit dan kolam dalam di sekeliling bangunan.

Perubahan kawasan dari hutan menjadi kota membuat sumber-sumber mata air di hutan jati berangsur hilang.

Namun, Anda tak perlu khawatir karena Gua Sunyaragi menyimpan keunikan untuk dijelajahi.

Kawasan ini menjadi lebih sejuk saat sore hari sehingga tidak perlu khawatir tersengat terik matahari saat menjelajahi areal ini.

Sunyaragi merupakan tempat menyepi keluarga keraton.

Pada masa Perang Dunia II, Gua Sunyaragi dipakai untuk mengatur strategi melawan Belanda sehingga salah satu bangunan di situ pernah dibom Belanda.

Dibangun dalam beberapa tahap, Sunyaragi memiliki berbagai gaya arsitektur yang berbeda, yakni perpaduan gaya arsitektur Hindu, Tiongkok kuno, Timur Tengah, dan gaya Eropa.


Taman sari Goa Sunyaragi di Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Taman ini merupakan bangunan batu bata dengan dekorasi batu karang. (KOMPAS/LUSIANA INDRIASARI)
 

Gaya arsitektur Islam tampak pada relung-relung pada dinding bangunan.

Ada juga tempat mengambil air untuk sembahyang hingga bangsal Jinem yang dari belakang bentuknya tampak menyerupai Ka’bah.

Adapun gaya arsitektur Tiongkok tampak dari ornamen keramik pada bagian luar bangunan Mande Beling.

Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding, istri Sunan Gunung Jati yang diboyong dari Tiongkok, konon ikut mendesain bangunan Gua Arga Jumut dengan motif mega mendung.

Mega mendung sekarang ini menjadi motif batik khas cirebonan.

Wisata khusus

Selepas senja, Anda bisa melanjutkan kunjungan ke makam Sunan Gunung Jati yang berada di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon.

Biasanya, pada hari-hari tertentu, kompleks pemakaman tersebut memang selalu dipadati peziarah hingga malam hari.

Makam sunan dibangun ini di atas lahan seluas 5 hektar.

Bentuk kompleks pemakaman tersebut seperti punden berundak.

Ada sembilan pintu utama yang berundak menuju ke makam sang sunan, di antaranya Lawang (pintu) Gapura, Lawang Krapyak, Lawang Pasujudan, Lawang Gedhe, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem dan Lawang Teratai di puncak tertinggi.

Pengunjung yang ingin berziarah ke Astana Gunung Jati hanya boleh sampai di Pintu Pasujudan.

Dengan tertib pengunjung memasuki pelataran tempat berziarah untuk merapalkan doa-doa.

Di depan pintu Pintu Pasujudan itu mereka duduk bersimpuh.

Pintu tersebut merupakan pintu gerbang keempat dari sepuluh pintu gerbang yang ada di kompleks Astana Gunung Jati.

Adapun makam Sunan Gunung Jati beserta keluarganya berada di bagian paling atas kompleks pemakaman yang berada di dataran tinggi Gunung Sembung ini.

Mereka yang berdoa selalu membawa bekal uang receh. Uang koin itu mereka lemparkan ke gerbang Pasujudan setelah selesai berdoa.

”Tradisi ini merupakan simbol. Selesai berdoa peziarah lalu memberi sedekah,” kata Hasan (70-an), salah satu bekel sepuh di situ. Menjelang bulan puasa, peziarah semakin ramai berdatangan.

Menurut Hasan, tidak semua orang bisa mendekati makam sang sunan.

Hanya sultan-sultan Cirebon atau orang yang diberi izin khusus oleh keraton Kasepuhan Cirebon saja yang bisa mendekat ke cungkup (rumah untuk makam) tempat jasad sunan dimakamkan.

Simbol keberagaman dan akulturasi diletakkan di Astana Gunung Jati.

Halaman
1234
Sumber: KOMPAS
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved