Kamis, 2 Oktober 2025

Kuliner

Di Tangan Kreatif Orang Ini, Burung Emprit yang Jadi Hama Padi Itu Disulap Jadi Kuliner Gurih Sedap

Di tangan orang-orang ini, burung emprit yang selama ini jadi hama padi diolah menjadi kuliner gurih dan sedap.

Foto-foto: Tribun Jateng/ Yayan Isro Roziki
Burung emprit yang jadi hama petani itu berubah menjadi kuliner sedap nan gurih. 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro' Roziki

TRIBUNJATENG.COM - Bagi sebagian besar petani, burung pipit atau biasa disebut emprit, merupakan hama.

Namun, di tangan Mujib Solikul Huda dan Sutekjo, yang akrab disapa Lek Jo, emprit diolah menjadi kuliner yang nikmat nan lezat.

Hampir saban pagi, sekitar pukul 05.30, warga Desa Tumpang Krasak, Kecamatan Jati, Kudus, ini berburu emprit di sawah sekitar tempat tinggal mereka, menggunakan jaring.

"Ada teknik khusus berburu emprit. Ratusan emprit yang beterbangan kita panggil menggunakan alat tiup agar berkmpul. Saat mereka terbang itulah kami menjaring," jelas Mujib.

Ratusan ekor emprit yang terjaring selanjutnya dimasukkan ke dalam sebuah sangkar. Selanjutnya, satu per satu disembelih dan dikuliti.
"Memang, bulunya tidak dicabuti seperti ayam tapi dikuliti biar cepat," tuturnya.


Mujib dan Sutekjo menyembelih dan menguliti emprit hasil tangkapan yang dikurung.

Sebelum dimasak, Mujib mengeluarkan jeroan selanjutnya merendam burung emprit bersih dalam bumbu. Mujib mengatakan, bumbu yang digunakan terbuat dari garam, bawang putih, ketumbar, kunyit, dan daun jeruk.

"Emprit lalu digoreng, apinya sedang saja jangan terlalu besar agar lebih gurih dan tak gosong. Emprit goreng kemudian disantap menggunakan sambel pedas. Itu sebabnya, pelanggan menamai emprit halilintar," jelasnya.

Sutekjo mengungkapkan, ide mengolah burung pipit menjadi kuliner nikmat muncul ketika dia dan Mujib sering diminta tolong petani di wilayah mereka untuk menghalau burung berwarna dominan cokelat tersebut.

Terutama, saat tanaman padi mulai berbulir hingga menjelang masa panen.

"Awalnya, hasil tangkapan hanya dijual ke pasar burung, harganya Rp 500 per ekor," kata dia.

Lantaran dirasa kurang menguntungkan, iseng-iseng ia mencoba menyembelih dan menggoreng emprit tangkapan.

Saat itu, emprit goreng hanya dikonsumsi pribadi. "Lalu, ada tetangga yang mencoba dan bilang katanya enak. Lalu, tersebarlah dari mulut ke mulut," jelas dia.

Dari situlah, satu per satu tetangganya mulai memesan emprit goreng olahannya.

"Sekarang, sudah banyak yang pesan, tak hanya sekitar rumah tapi juga dari luar desa dan kecamatan. Sistemnya pesan antar, Rp 1.000 per ekor. Usaha ini kurang lebih sudah berjalan setahun," sambung dia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved