Sabtu, 4 Oktober 2025

Wisata Kalsel

Kelenteng Soetji Nurani dan Karta di Banjarmasin, Wisata Religi Budha Sekaligus Simbol Toleransi

Meski mayoritas muslim, kota Banjarmasin juga diwarnai wisata religi Budha lewat kelenteng-kelentengnya yang artistik.

BANJARMASIN POST/ YAYU FATHILAL
Pemandangan di salah satu kelenteng Budha di Kota Banjarmasin 

Laporan Reporter Banjarmasin Post, Yayu Fathila

TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Inilah simbol dan bukti toleransi beragama hidup di kota Banjarmasin.

Meski di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mayoritas penduduknya muslim, di kota ini tempat-tempat ibadah keyakinan lain, yaitu kelenteng atau tempekong juga bertebaran di mana-mana.

Di sini ada dua bangunan kelenteng, yaitu Kelenteng Soetji Nurani di Jalan Kapten Pierre Tendean dan Kelenteng Karta Raharja atau Po An Kiong di Jalan Niaga Timur nomor 45, Banjarmasin.

Kedua kelenteng ini tampak mencolok.

Apalagi jika bukan karena arsitekturnya yang khas Cina.

Warnanya pun didominasi merah dan kuning serta sedikit hijau.

Di kedua kelenteng ini berusia tua.

Kedua kelenteng ini, menurut Pengurus Kelenteng Soetji Nurani, Tiono Husin dibangun pada 1898 masehi oleh dua orang jenderal dari Cina.

Kedua jenderal itu adalah The Sin Yoe dan Ang Lin Thay.

Mereka tiba di Banjarmasin sebagai pedagang, kemudian menggagas pembangunan dua kelenteng ini.

Kelenteng yang pertama dibangun adalah Po An Kiong.

Berselang beberapa bulan, masih di tahun yang sama, dibangun lagi satu kelenteng lainnya, yaitu Soetji Nurani.

Dulu, kelenteng Po An Kiong dibangun di bantaran sungai Martapura, dekat Pasar Harum Manis.

"Karena terbakar, lalu bangunan barunya dialih ke lokasi yang sekarang ini," bebernya.

Sementara kelenteng Soetji Nurani sejak dulu beralamat di Jalan Kapten Pierre Tendean.

Tiga Kali Renovasi

Kelenteng Soetji Nurani ini sudah tiga kali renovasi.

Alamatnya pun sengaja di dekat Jalan Veteran yang sejak dulu menjadi pusat kediaman orang-orang Cina di Banjarmasin.

Orang Cina dulu banyak bermukim di Jalan Veteran sehingga sering disebut pacinannya Banjarmasin.

Hingga sekarang pun masih, namun jumlahnya sudah berkurang karena sudah banyak yang membaur dengan warga dari etnis lainnya.

"Orang Cina di sini kenapa pusatnya di Jalan Veteran, karena orang Cina itu senang berdagang. Menjadi pedagang, pebisnis itu memang sudah pekerjaan keturunannya orang Cina sejak dulu. Di Veteran ini, di masa lalu adalah pusat bisnisnya Banjarmasin. Banyak toko dan jenis usaha berpusat di jalan ini, makanya orang Cina senang tinggal di Jalan Veteran," bebernya.

Kedua kelenteng ini, jika diperhatikan posisi bangunannya dekat dengan sumber air seperti sungai.

Ternyata, hal ini bukan sembarang posisi, tetapi ada makna simbolisnya dalam keyakinan kuno orang Cina.

Kelenteng Karta Raharja alias Po An Kiong dulu pertama dibangung di dekat Pasar Harum Manis, di tepi Sungai Martapura sebelum terbakar dan dipindah ke lokasinya yang sekarang di Jalan Niaga, Banjarmasin.

Di masa lalu, kondisi Jalan Niaga tak terlalu padat sehingga posisi kelenteng bisa dikatakan masih dekat dengan sungai.

Hanya sekarang saja posisinya seperti terjepit karena di sekitarnya sudah dipenuhi bangunan lainnya.

"Dulu enak di sana tidak sepadat sekarang," kata Tiono Husin.

Kemudian kelenteng Sutji Nurani juga sama, dibangun tepat dekat Sungai Martapura di Jalan Kapten Pierre Tendean. Posisinya pun menghadap ke sungai. Menurutnya, ini memang ada maknanya dalam keyakinan kuno orang Cina.

Energi Positif

Sumber air seperti sungai dan laut diyakini dalam salah satu cabang ajaran Tri Dharma, yaitu Hong Sui, membawa ketenangan.

Jadi, apa pun yang menghadap ke sumber air diyakini pula akan terkena imbas energi positifnya, termasuk bangunan.

Hong dalam Bahasa Mandarin berarti angin, sementara sui berarti air.

Jadi, dalam membuat bangunan kelenteng harus memenuhi kedua unsur ini, yaitu di lokasi yang banyak angin dan airnya.

Kedua unsur itu membawa ketenangan pikiran, jiwa dan raga bagi masyarakat.

Dengan membangun kelenteng berdasarkan kedua unsur itu, maka diharapkan akan bagus ke depannya, membawa ketenangan bagi mereka yang beribadah di dalamnya.

"Arsitektur kelenteng itu seperti bangunan istana raja-raja Cina dan itu bagus. Jadi, siapa pun umat yang beribadah di kelenteng ini, diharapkan kehidupannya nanti bisa bagus dan segala doanya dikabulkan," katanya.

Makna Banyak Pintu

Pengurus Kelenteng Po An Kiong, Nyonya Kim menambahkan konsep bangunan kelenteng ini sejak dulu memiliki banyak pintu. Artinya, siapa pun boleh masuk, tak memandang etnis dan agama.

"Bisa dikatakan ini semacam simbol toleransi antaragama atau keyakinan. Orang dari agama apa pun boleh masuk ke sini walaupun sekadar melihat-lihat tidak untuk beribadah. Ibaratnya, orang Islam perlu tempat salat mau ibadah di kelenteng kami ini, silakan saja," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved