Minggu, 5 Oktober 2025

Untuk Perkuat Ekosistem Digital Indonesia, RPP Postelsiar Perlu Atur Kewajiban Kerja Sama OTT

Heru Sutadi berpendapat, net neutrality yang disuarakan oleh beberapa LSM merupakan kampanye terselubung yang dilakukan OTT asing

Editor: Choirul Arifin
zoom-inlihat foto Untuk Perkuat Ekosistem Digital Indonesia, RPP Postelsiar Perlu Atur Kewajiban Kerja Sama OTT
facebook
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah saat ini mengupayakan berbagai cara guna mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

Salah satu upaya tersebut dengan membuat RPP Postelsiar yang mewajibkan kerja sama penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi. Namun disayangkan niat baik Pemerintah ditolak OTT asing.

Alasannya, pengaturan tersebut bertentangan dengan prinsip net neutrality. Padahal konsep tersebut sudah tidak berlaku lagi Amerika Serikat.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, net neutrality yang disuarakan oleh beberapa LSM merupakan kampanye terselubung yang dilakukan OTT asing yang masuk dan berusaha di Indonesia tanpa diikat aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Strategi OTT asing masuk ke sejumlah negara termasuk Indonesia tanpa mau mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. OTT asing itu ingin membawakan dan mendistribusikan kontennya secara bebas, tanpa ada yang mengontrol," ujar Heru Sutadi, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Kewajiban Kerja Sama OTT Asing dengan Mitra Lokal di RPP Postelsiar Ciptakan Ketahanan Ekonomi 

Di sisi lain, Indonesia tidak mengadopsi net neutrality karena tidak sesuai dengan norma dan perundang-undangan yang ada.

Heru menjelaskan, dengan menerapkan net neutrality, OTT asing dapat menyalurkan seluruh konten tanpa adanya kontrol dari Pemerintah.

Baca juga: RPP Pelayaran Dikhawatirkan Picu Persaingan Tidak Sehat

Menurut Heru, kontrol dari Pemerintah itu mutlak diperlukan.

Selain untuk menjaga kedaulatan negara, kontrol tersebut dibutuhkan agar Pemerintah dapat melindungi warga negaranya dari konten-konten negatif dan ilegal yang dibawa oleh OTT asing.

"Saat ini Indonesia hanya mengenal teknologi netral di industri telekomunikasi. Indonesia tak mengenal net neutrality. Masak kita ingin OTT asing menyebarkan konten negatif dan ilegal di Indonesia. Seperti perjudian, pornografi atau LGBT," ungkapnya.

"Penyebaran konten negatif dan ilegal di Indonesia melanggar perundang-undangan yang ada," imbuhnya.

Konten ilegal dan negatif seperti pornografi, LGBT, radikalisme, terorisme serta perjudian dilarang diedarkan di wilayah Indonesia dengan merujuk pada UU ITE, UU Pornografi dan UU Perjudian. Sekilas net neutrality itu terlihat bagus.

Namun ketika ditelaah lebih dalam, menurut Heru, net neutrality memiliki banyak mudarat. Net neutrality juga tidak ada hubungannya dengan kebebasan berpendapat di Indonesia.

Heru mengatakan, keliru jika ada ada yang mengkaitkan net neutrality dengan kebebasan berpendapat.

"Tanpa adanya net neutrality kita bisa bebas berpendapat di ruang digital. Kampanye bahwa net neutrality akan menggangu kebebasan berpendapat merupakan hal yang keliru," kata Heru Sutadi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved