Liga Spanyol
Rashford Blak-blakan Bedanya Man United dengan Barcelona, Inggris, dan Spanyol
Wawancara ekslusif Rashford dengan The Rest is Football yang membahas soal perbedaan Inggris, Spanyol, Man United, dan Barcelona.
Penulis:
Muhammad Nursina Rasyidin
Editor:
Drajat Sugiri
TRIBUNNEWS.COM - Marcus Rashford buka-bukaan soal perbedaan budaya Inggris dan Spanyol dalam karier sepak bolanya. Di Inggris, Rashford bermain untuk dua tim, Manchester United sejak di akademi hingga tim utama, dan masa peminjaman selama 6 bulan di Aston Villa.
Sementara di Spanyol, pemain berusia 27 tahun tersebut diketahui akan menjalani musim pertamanya dengan Barcelona pada periode 2025/2026.
Sebelum menginjak musim baru, tantangan baru, dan segala hal kehidupan yang baru, Rashford setidaknya sudah merasakan kehangatan skuat Blaugrana sejak masa pramusim.

Ia menjadi bagian dari skuat Barcelona tur pramusim ke Asia, selain itu jelas, hari-hari yang dihabisakan dengan kebersamaan selama latihan dengan Lamine Yamal dan kolega.
Pada Kamis, 14 Agustus 2025, Rahsford berbicara panjang lebar dengan Micah Richard dan Gary Lineker dalam program The Rest is Football yang diunggah ke YouTube.
Dalam wawancara tersebut, Rashford banyak menceritakan bagaimana perbedaan budaya di Inggris dan Spanyol, seputar Manchester United dan Barcelona, hingga lingkungan yang ia jalani saat ini terasa lebih bergairah.
Di Manchester United, Rashford mendapatkan promosi ke tim utama pada musim 2015/2016.
Dari periode tersebut hingga paruh musim 2024/2025, Rashford setidaknya sudah merasakan delapan era kepelatihan.
Baca juga: Marcus Rashford, Pemain Nomor 9 Darurat untuk Hansi Flick
Mulai dari Louis van Gaal, Jose Mourinho, hingga Ruben Amorim.
Dari delapan pelatih yang ia rasakan, tiga di antaranya adalah yang paling berkesan. Yakni di bawah pengaruh Louis van Gaal, Jose Mourinho, dan Ole Gunnar Solksjaer.
Louis van Gaal menuntut Rashford untuk bermain bagus pada usianya yang saat itu dalam kondisi emas untuk berkembang.
Begitu juga dengan Jose Mourinho, pelatih yang begitu terobsesi dengan kemenangan. Jika dia bisa memilih, dia ingin bermain bagus, tetapi dia tidak peduli jika Rashford bisa memenangkan pertandingan.
"Dia punya sikap seperti itu, dan itu membingungkan saya, karena di akademi, bahkan jika saya menang, jika kami bermain bagus, saya marah dengan hal-hal yang kurang," ungkap Rahsford, dilansir Football Espana.
"Setelah sekitar enam bulan, saya belajar untuk menghormatinya, dan emnuai hasil darinya sebagai pelatih," tambahnya.
Jika dilihat dari statistik, Rashford mendapat banyak kesempatan bermain dan mencapai performa terbaiknya dari pelatih-pelatih di atas, ditambah saat ditukangi oleh Erik ten Hag.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.