Kamis, 2 Oktober 2025

Pelajar SMP dan SMA BPK Penabur Berhasil Taklukan Puncak Kilimanjaro

Tim pendaki cilik kakak beradik dari SMP dan SMA BPK Penabur Jakarta, Jonathan Philip berusia 13 tahun dan Matthew Richard berusia 15 tahun

Editor: Toni Bramantoro
dok pribadi
Jonathan Philip dan Matthew Richard bersama teman lokalnya 

Memasuki hari keempat, Jonathan dan Matthew melakukan pendakian ke camp 3, yaitu Kibo Hut di ketinggian 4.750 mdpl, hampir setinggi Cartensz Pyramid, gunung tertinggi di Papua Indonesia yang juga merupakan salah satu dari Seven Summit.

"Hari keempat pendakian sangat sangat panjang dan sangat berangin karena kami sudah mulai memasuki kawasan alpine desert yang tidak mempunyai vegetasi, jadi tidak ada yang menghadang angin. Dan pada ketinggian 4.300an, saya terkena AMS (Acute Mountain Sickness), yang disebabkan oleh kadar oksigen yang semakin menipis," kata Jonathan.

Dijelaskan Matthew, AMS dapat disebabkan oleh ritme jalan yang terlalu cepat, sehingga diputuskan untuk melambatkan ritme jalan.

AMS mempunyai gejala, yaitu sakit kepala di bagian belakang yang berkelanjutan. Terlebih lagi, ketika sarapan sangat sedikit, sehingga kekurangan energi untuk melakukan perjalanan.

Ketika sampai di Kibo Hut, Jonathan dan Matthew langsung menuju hut dan memakai baju yang akan dipakai untuk summit attack. Baju yang dipakai adalah longjohn thermal, polar jacket, down jacket, dan windbreaker yang mempunyai lapisan ekstra downjacket. Dan celana yang dipakai adalah longjohn thermal, polar pant, dan ski pant.

Setelah mengenakan semua itu, mereka menuju tempat makan. Namun makanan yang dihidangkan baru sampai 20-30 menit kemudian padahal perut sudah terasa sangat lapar. Menu makan malam yang disajikan adalah spaghetti polos dan sayuran.

Sore itu, akhirnya terpaksa hanya makan spaghetti polos. Setelah itu dibriefing tentang summit attack. Ternyata, pada hari itu para pendaki hanya mempunyai 2 jam untuk tidur karena summit attack pada pukul 10.30 malam.

Tentu membuat semua tercengang karena tidak mendapat asupan makan dan tudur yang cukup, terlebih beberapa dari rombongan pendaki ada juga yang terkena AMS (Acute Mountain Sickness).

"Pada malam itu, kami hanya bisa berharap agar saat kami bangun, AMS kami akan mereda dan kami bisa melanjutkan perjalanan," ujar Jonathan.

Tibalah saat yang dinanti, tepat pukul 10 malam, Jonathan dibangunkan oleh Matthew dan menyuruh untuk siap-siap berjalan. Pada malam itu, para pendaki hanya disediakan teh dan biscuit sebagai pengganjal perut. Setelah makan ala kadarnya para pendaki diajak keluar untuk briefing terakhir sebelum berjalan.

"Itu merupakan malam yang sangat dingin. Suhu mencapai -10-20 celcius. Karena dingin, air di dalam water bladder saya pun beku dan akhirnya saya hanya bisa minum dari termos," ungkap Matthew.

Perjalanan malam hari ke puncak Kilimanjaro sangatlah susah karena terjalnya jalur pendakian sehingga kami harus berjalan zig-zag karena tidak dapat langsung berjalan lurus terlebih lagi jalanan dipenuhi dengan batu kerikil sehingga sering membuat terpeleset.

"Kaki saya mulai mati rasa karena dinginnya suhu. Dan tidak ada yang bisa saya lakukan tentang itu, hanya berjalan dan terus berjalan. Saking lelah, ngantuk, dan dinginnya udara, saya sering tertidur saat berdiri, bahkan saya pernah terlelap saat sedang berjalan. Hingga saya tidak ingat sebagian besar perjalanan summit attack pada hari itu," tutur Jonathan.

Setelah melakukan perjalan 12 jam lamanya, Jonathan dan Matthew akhirnya tiba di puncak pertama, yaitu Gilman’s Point yang memiliki ketinggian 5.685 mdpl.

Gilman’s Point bukanlah puncak tertinggi dari gunung tersebut, melainkan poin pertama yang harus dilalui lewat kawah gunung tersebut.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved