Minggu, 5 Oktober 2025

Dua Syarat Menjadi Juara Menurut Greysia Polii: Miliki Visi dan Ketangguhan Mental

Greysia Polii, peraih medali emas cabang bulutangkis Olimpiade Tokyo 2020, menceritakan perjalanan kariernya sebagai atlet.

Penulis: Willem Jonata
Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
BERBAGI CERITA - Greysia Polii, peraih medali emas cabang bulutangkis Olimpiade Tokyo 2020, bicara tentang pengalamannya dalam Talkshow bertajuk "International Women’s Day 2025: #AccelerateAction". 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Greysia Polii, peraih medali emas cabang bulutangkis Olimpiade Tokyo 2020, menceritakan perjalanan kariernya sebagai atlet.

Menurut dia, menjadi seorang juara adalah dengan memiliki visi dan mental resiliensi atau kemampuan beradaptasi dan bangkit kembali dari kesulitan atau kegagalan.

Ia pribadi memulai karier atlet bulutangkis dari nol, saat usianya lima tahun. 

"Pernah jadi juara MILO School Competition 2015 dan saat itu langsung dapat plus point ke tim nasional," ucapnya dalam talkshow bertajuk "International Women’s Day 2025: #AccelerateAction" yang digelar Nestle. 

Namun, bukan berarti capain yang diraihnya di awal karier membuat perjalanannya menuju kesuksesan berjalan mulus.

Diakuinya pernah mengalami masa sulit. Satu di antaranya didiskualifikasi di ajang internasional.

"Tapi saya terus bangkit, saya punya visi ganda putri Indonesia jadi juara olimpiade. Saya sangat terpanggil, bahwa saya Perempuan juga punya andil dan bakat, sehingga saya tidak mau menyia-nyiakan hal tersebut,” cerita Greysia.

Greysia juga menuturkan bahwa ada banyak aspek yang dapat mendorong perempuan untuk memaksimalkan potensinya.

Salah satunya, menurut dia, adanya support system, yaitu orang tua, teman, society, dan tempat kerja.

"Hal itulah yang membuat kami sebagai perempuan di Indonesia bisa achieve sesuatu yang lebih besar dari yang kita pikirkan,” lanjut Greysia.

Greysia Polii bukan satu-satunya narasumber yang hadir untuk bicara.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Perekonomian, Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dan Pemerintah Daerah Wilayah I Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Eni Widayanti, menyampaikan data yang menunjukkan masih adanya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam aspek ekonomi.

Eni memaparkan dalam 10 tahun terakhir kesenjangan tingkat partisipasi angkatan kerja antara perempuan dengan laki-laki adalah sekitar 30 persen, di mana perempuan 50 persen sedangkan laki-laki 80 persen.

"Padahal, partisipasi perempuan di dunia kerja merupakan salah satu kesempatan untuk memberdayakan perempuan dan meningkatkan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan," ucapnya.

Pada kesempatan itu, ia mengapresiasi Nestlé Indonesia yang dinilai sangat baik dalam hal pemberdayaan dan perlindungan perempuan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved