Jumat, 3 Oktober 2025

Mengabdi sebagai Juru Bahasa Isyarat Jadi Panggilan Sonya Maramis

Sonya Maramis, juru bahasa isyarat di debat Pilpres 2019, diketahui sebagai purchasing manager di sebuah perusahaan meubel.

Penulis: Nurul Hanna
Editor: Willem Jonata
Tribunnews.com/Nurul Hanna
Sonya Maramis, juru bahasa isyarat di debat Pilpres 2019, saat ditemui Tribunnews, di kantornya di kawasan Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Rabu (10/4/2019). 

Sonya yang pun ingin bekerja maksimal, saat dipercaya menjadi juru bahasa isyarat di Debat Pilpres 2019.

Sebisa mungkin, ia ingin para tuna rungu mendapat informasi yang tepat. Terlebih, informasi dalam debat Pilpres turut andil dalam menentukan pilihan mereka.

Uniknya, Sonya juga tak sekadar memperagakan bahasa isyarat.

“Ekspresi suara (capres dan cawapres) itu, juga kita harus tampilkan di mimik wajah. Nggak bisa kita diam saja,” katanya.

Termasuk, dalam mengekspresikan kalimat salah satu pasangan calon presiden.

“Kalau Pak Prabowo menggebu-gebu, muka saya pun tidak boleh datar (tanpa ekspresi saja),” katanya.

Saat ada istilah baru pun, tak boleh sembarangan. Dalam setiap program acara, termasuk debat Pilpres, juru bahasa isyarat bertugas dalam tim. Mereka terdiri dari dua orang juru bahasa isyarat, dan seorang penasihat bahasa tuli. Keberadaan penasihat bahasa tuli penting, untuk memverifikasi kebenaran bahasa isyarat yang sampaikan.

Jika ada istilah baru,Unicorn, misalnya. Saat pertama kali terucap, maka akan dieja.

Setelahnya, mereka harus mencari tahu definisi Unicorn. Maka pada saat terucap kedua kali, sudah bisa disampaikan melalui bahasa isyarat dengan lebih jelas.

“Kalau saya menyampaikannya, aplikasi, baru, bernilai di atas, 1 milliar dollar Amerika,” katanya sembari memperagakan bahasa isyarat.

Saat ini, Sonya menjadi juru bahasa isyarat untuk program berita di 6 stasiun televisi yang berbeda. Sonya berharap, Indonesia bisa memiliki standar khusus, untuk honor juru bahasa isyarat.

Menurutnya, juru bahasa isyarat tak ada bedanya dengan penerjemah bahasa asing.

“Bahasa isyarat termasuk bahasa unik nggak? Kalau misalnya bahasa Rusia dianggap tidak umum, sehingga orang yang menguasainya akan dibayar mahal apa kabar dengan bahasa isyarat?,” katanya.

Sonya berharap, kedepannya, akses dan fasilitas untuk para tuna rungu bisa dimaksimalkan. Ia juga mengajak kaum milenial, agar tak ragu belajar menjadi juru bicara isyarat.

“Teman yang masih muda, kita sama-sama kita belajar. Kalau itu merupakan panggilan hatimu, teruskan saja belajarnya. Berteman dengan teman teman tuli. Itu lebih cepat proses pembelajaran,” tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved