Penembakan di Selandia Baru
Profil Alexandre Bissonnette, Nama yang Tertera di Senjata Api Penembak Jamaah Masjid Selandia Baru
Berikut profil Alexandre Bissonate penembak jamah masjid di Quebec beberapa waktu lalu yang namanya tertera pada senjata api milik Brenton Tarrant.
Berikut profil Alexandre Bissonate. Seorang penembak jamah masjid di Quebec beberapa waktu lalu yang namanya tertera pada senjata api penembak jamaah masjid Selandia Baru.
TRIBUNNEWS.COM - Aksi penembakan dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru terjadi pada Jumat (15/3/2019) sebelum jamaah masjid melaksanakan shalat Jumat.
Bahkan video penembakan yang mengerikan beredar luas di media sosial.
Aksi penembakan dalam video tersebut dilakukan oleh seorang pria bernama Brenton Tarrant.
Kini Brenton Tarrant tengah menghadapi persidangan.
Diikutip Tribunnews dari Dailymail, Brenton Tarrant mengenakan pakaian tahanan putih dengan selempang hitam di pinggangnya.
Baca: Istri Curhat Keadaan Zulfirman Syah, WNI Korban Penembakan Selandia Baru, Masih Koma & Anak Trauma
Baca: Brenton Taggart Pelaku Penembakan di Christchurch Disidang, 42 Korban Masih Dirawat di RS
Baca: Kisah di Balik Senjata Brenton Tarrant Tipe AR 15 Bertuliskan Pengungsi Selamat Datang di Neraka
Brenton Tarrant tampak tersenyum tipis saat menghadapi sidang di pengadilan distrik Christchurch.
Media sosial kembali dihebohkan dengan foto diduga senjata laras panjang milik Brenton Tarrant yang beredar luas.
Senjata itulah yang diduga digunakan untuk membantai puluhan orang di Masjid Selandia Baru.
Pada foto yang beredar, senjata diduga milik Brenton dipenuhi dengan banyak tulisan tinta putih.
Beberapa tulisan diantaranya "Refugess Welcome to Hell" atau pengungsi selamat datang di neraka.
Selain itu Brenton Tarrant juga menuliskan sejumlah nama kontroversial satu diantaranya Alexandre Bissonnette.

Siapakah Alexandre Bissonnette?
Mengutip dari Wikipedia, Alexandre Bissonnette adalah pria kelahiran 1989 dan merupakan mahasiwa di Universitas Laval.
Alexandre Bissonette ditetapkan menjadi tersangka atas kasus penembakan enam orang muslim di masjid Quebec, Kanada.
Pada 29 Januari 2017, Alexandre Bissonete melakukan penembakan di Islamic Cultural Center saat para jamaah melakukan shalat malam.
Diperkirakan lebih dari 50 orang berada di dalam masjid tersebut.
Akibat penembakan tersebut, enam oraang tewas sementara lima orang lainnya mengalami luka.
Baca: Kisah Pilu Korban-korban Brenton Tarrant, Sebelum Ditembak Malah Ucapkan Halo Saudaraku
Baca: 6 Fakta Brenton Tarrant, Pelaku Teroris Penembakan Selandia Baru, Belajar Kekerasan dari Game
Setelah melakukan penembakan tersebut, Bissonete melarikan diri menggunakan mobil Mitsubishi miliknya.
Ia kemudian menelepon 911 dan membuat pengakuan.
Pihak kepolisian menemukan dua senapan dan AK-47 pada mobil yang ditumpangi Alexander Bissonnatte tersebut.
Mengutip dari Dailymail, Alexander Brissonate merupakan mahasiswa ilmu politik dan antropologi di Universitas Laval.
Ia disebut sebagai sosok yang penyendiri.
Teman-teman sekelas Alexander Brissonnatte menceritakan sosok Brissonnatte yang penyendiri.
Alexander Brissonnnate juga disebut sebagai sosok yang mengidokan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Ia bahkan disebut tidak pernah menunjukkan sisi kekerasan atau perlawanan dalam pertemanannya.
Sebuah sumber dikutip Tribunnews dari Dailymail mengatakan Alexander Bissonnatte konservatif dalam pengertian politik.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, Alexander Brissonnatte tidak menunjukkan bahwa ia adalah orang yang tampak seperti teroris.
Teman-teman kuliah Bissonate juga menyebut jika ia tak pantas berada di universitas.
Selain mengidolakan Donald Trump, Alexandre Bissonnatte juga pro terhadap Marine Le Pen seorang pemimpin politikus asal Prancis.
Le Pen menentang migrasi lantaran menganggap migrasi besar terutama muslim Afrika Utara akan menggantikan peradaban Prancis.
Hal lain diungkapkan oleh tetangga Alexander Bissonate.
Bissonnatte yang tinggal di Cap-Rouge dinilai oleh tetangganya, Alain Dufour, sebagai sosok yang ramah dan tidak suka berbuat onar.
Alexander Bissonate juga disebut memiliki pandangan sayap kanan dan anti-muslim.
Ia bahkan sering merendahkan pengungsi dan kaum feminis secara online.
Penembakan terjadi bertepatan dengan protes di seluruh AS sebagai tanggapan atas larangan imigrasi Presiden Donald Trump terhadap tujuh negara mayoritas Muslim yang dikutuk oleh Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau sebelumnya.
Atas kasus tersebut, Alexander Bissonnatte divonis penjara seumur hidup.
Baca: Penembakan di Masjid, Seorang Korban Selamat Setelah Memanjat Pagar dan Menggedor Pintu Tetangga
Baca: Media Asing Belum Ada yang Menyebut Brenton Tarrant Pembantai di Selandia Baru Sebagai Teroris
Baca: Masa Lalu dan Kisah Kehidupan Brenton Tarrant, Pelaku Penembakan Masjid di Selandia Baru Terungkap
Mengutip dari sumber yang sama, Hakim Pengadilan Tinggi Quebec Francois Huot menolak permintaan jaksa penuntut umum untuk menjatuhkan hukuman 150 tahun penjara.
Vonis tersebut menjadi vonis terberat di penjara.
Alexandre Bissonnatte menerima hukuman seumur hidup dan dapat mengajukan pembebasan bersyarat 40 tahun.
Mendengar putusan tersebut, para korban serta presiden masjid mengaku kecewa.
Seorang korban yang saat ini mengalami kelupuhan, Aymen Derbali, heran dan mengaku sedih mendengar hukuman tersebut.
"Kami heran, kami sangat sedih setelah hukuman ini," kata Derbali dikutip dari Dailymail.
Sementara itu, presiden masjid Quebec Boufeldja Benabdallah meminta masyarakat untuk memahami bagaimana kekecewaan yang selama ini mereka rasakan.
"Kami ingin mengajak masyarakat Quebec untuk memahami kami, memahami rasa sakit yang kami alami hari ini, kekecewaan yang kami rasakan," katanya.
Negara Kanada secara umum menyambut baik kedatangan para imigran dan semua agama.
Namun terkecuali wilayah Quebec.
Perdana Menteri Quebec sempat menyebutkan jika wilayahnya memiliki sesuatu yang tidak baik dalam hal sikap terhadap muslim.
Sementara itu, mengutip dari BBC, Alexander Bissonnette pernah membuat pernyataan jika ia malu atas apa yang telah dilakukannya.
"Aku malu dengan apa yang saya lakukan," katanya pada saat itu,
"Aku bukan teroris, aku bukan Islamofobia."
(Tribunnews.com/Miftah)