7 Fakta Bom Bunuh Diri di Gereja Filipina, Dugaan WNI Terlibat hingga 5 Tersangka Serahkan Diri
Bom bunuh diri di Gereja Katolik Katedral di Jolo, Filipina, masih menjadi sorotan lantaran diduga WNI terlibat dalam aksi tersebut
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Republik Indonesia dan Polri bertindak pascakejadian bom bunuh diri di Gereja Katolik Katedral di Jolo, Filipina.
Ditambah lagi pernyataan Pemerintah Filipina yang menyebut adanya keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam aksi keji tersebut.
Pemerintah RI termasuk Polri pun mulai bertindak untuk melakukan penyelidikan terhadap kejadian yang menewaskan 22 orang dan melukai 100 orang pada 27 Januari 2019 lalu.
Berikut ini fakta-fakta yang dirangkum Tribunnews.com atas insiden bom bunuh diri di Gereja Katolik Katedral di Jolo, Filipina.
Baca: Pemerintah RI Minta Klarifikasi Filipina Soal Pelaku Peledakan Bom
1. Indonesia minta Filipina klarifikasi
Diberitakan, Pemerintah RI meminta Filipina mengklarifikasi pernyataan keterlibatan WNI dalam serangan bom bunuh diri di gereja di Jolo.
Hal itu disampaikan Duta Besar RI untuk Fillipina Sinyo Harry Sarundajang, saat dikonfirmasi Tribun, Selasa (5/2/2019).
KBRI Manila akan mengirimkan surat pemberitahuan keberatan kepada Filipina, melalui Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri Filipina.
"Mengirimkan nota verbal untuk meminta klarifikasi kepada Pemerintah Filipina serta menyatakan keberatan," tutur Sinyo Harry Sarundajang.
Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, pernyataan Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano atas keterlibatan WNI sebagai pelaku pengeboman yang menewaskan 22 orang dan melukai ratusan lain itu, hanya didasari pada pola serangan yang mirip dengan serangan bom di Surabaya.
Padahal, sampai saat ini otoritas setempat, yaitu PNP (Kepolisian Nasional Filipina), belum mengeluarkan rilis hasil uji DNA serta gambar resmi hasil rekaman CCTV di lokasi ledakan.
Sehingga, belum ada kepastian apa pun yang menyatakan keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI).
2. Belum keluarkan hasil uji DNA
Kompas.com memberitakan, Duta Besar RI untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang menyatakan Kepolisian Nasional Filipina (PNP) belum merilis bukti keterlibatan WNI dalam pengeboman di sebuah gereja di Pulau Jolo, Filipina, pada 27 Januari 2019.
"Otoritas setempat belum mengeluarkan hasil uji DNA serta gambar resmi hasil rekaman CCTV di lokasi ledakan, yang menyatakan bahwa kedua pelaku sebagaimana dinyatakan oleh Secretary Ano adalah WNI," kata Harry dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Dugaan mengenai keterlibatan dua WNI sebagai pelaku bom bunuh diri yang mengakibatkan 22 orang meninggal dunia dan 100 orang luka-luka pertama kali disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Secretary of Interior and Local Government) Filipina Eduardo Ano.
Dalam sebuah konferensi pers di Provinsi Visayas, Filipina, 1 Februari lalu, Ano menyebut pelaku bom bunuh diri adalah pasangan suami istri WNI bernama Abu Huda dan seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya.
Kedua pelaku dibantu oleh Kamah, anggota kelompok Ajang Ajang yang berafiliasi dengan kelompok Abu Sayyaf.
Faksi tersebut telah menyatakan dukungannya kepada jaringan teroris IS.
Namun, berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan KBRI Manila dan KJRI Davao, pihak intelijen Filipina (NICA) belum mengetahui dasar penyampaian informasi yang dilakukan Menteri Ano tentang keterlibatan WNI dalam insiden tersebut.
"Saat dihubungi KBRI Manila, pihak NICA secara informal menyatakan keterbukaannya untuk melakukan investigasi bersama dengan pemerintah RI," ujar Harry.
Baca: Tim Densus 88 Bersama BIN, BNPT, dan Kemenlu Terbang ke Filipina Identifikasi Bomber Gereja di Jolo
3. Pemerintah Filipina menuduh tanpa bukti
Masih dari Kompas.com, berdasarkan catatan KBRI Manila, berita keterlibatan WNI dalam aksi bom bunuh diri dan serangan teror telah beberapa kali disampaikan pemerintah Filipina kepada media massa tanpa adanya dasar pembuktian dan hasil investigasi terlebih dahulu.
Tuduhan keterlibatan WNI pernah disampaikan saat terjadi ledakan bom di Kota Lamitan, Provinsi Basilan, pada 31 Juli 2018 serta ledakan bom menjelang tahun baru 2019 di Kota Cotabato atas nama Abdulrahid Ruhmisanti.
"Meski demikian, hasil investigasi menunjukkan tidak ada keterlibatan WNI dalam dua peristiwa pengeboman tersebut sebagaimana pernyataan aparat dan pemberitaan media massa," Harry melanjutkan.
Untuk menyikapi penyebaran berita yang belum jelas kebenarannya ini, KBRI Manila akan meminta klarifikasi langsung melalui Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri Filipina.
Nota verbal juga akan dikirimkan oleh pemerintah RI untuk meminta klarifikasi kepada pemerintah Filipina serta menyatakan keberatan karena tidak adanya notifikasi dari pemerintah Filipina mengenai dugaan keterlibatan WNI dalam serangan bom di Pulau Jolo.
4. Kata Wiranto
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengungkapkan, Indonesia akan mengirim perwakilan untuk mengecek dugaan keterlibatan WNI dalam aksi teror bom di Gereja Katolik Pulau Jolo, Filipina Selatan.
Keterlibatan WNI tersebut sebelumnya diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano, yang menyebut suami istri asal Indonesia sebagai pelaku teror bom.
Selain itu, Wiranto mengatakan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Luar Negeri terus berusaha menelusuri informasi tersebut.
"BNPT dan Kemenlu sedang melakukan penjajakan. Bahkan memastikan kita akan mengirim orang ke sana. Masalahnya ini gimana," kata Wiranto saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019) dikutip dari Kompas.com.
Wiranto menilai, informasi tersebut bersifat sepihak dan belum dapat dikonfirmasi. Saat ini, kata dia, pihak Filipina masih berusaha mengidentifikasi pelaku teror tersebut.
"Koordinasi sampai sekarang belum tuntas, bahwa itu masih otoritas Filipina sendiri, kepolisian, pihak yang bersangkutan dalam masalah terorisme, sedang menjajaki, sedang memastikan ini siapa. Jadi tidak buru-buru divonis bahwa itu orang Indonesia," ujar Wiranto.
Oleh karena itu, ia menyarankan lebih baik menunggu informasi pasti terkait identitas pelaku.
5. Wiranto: jangan memvonis sepihak
Wiranto tidak ingin muncul berbagai spekulasi dari tuduhan sepihak yang belum dapat dikonfirmasi.
"Jangan sampai ada pemahaman sendiri dari penjelasan sepihak yang langsung memvonis itu orang Indonesia yang melakukan kejahatan di negara lain," ujar dia seperti ditulis Kompas.com.
Sebelumnya, Mendagri Filipina Eduardo Ano mengatakan, dua pelaku serangan bom bunuh diri di gereja Katolik di Pulau Jolo, Filipina, berasal dari Indonesia.
Pada Jumat (1/2/2019), Ano mengatakan, pihak militer telah memastikan bahwa insiden ledakan dua bom di Gereja Jolo di Provinsi Sulu pada Minggu (27/1/2019), merupakan bom bunuh diri yang dilakukan dua orang. Insiden bom ganda tersebut telah menewaskan 22 orang dan melukai 100 orang lainnya.
"Yang bertanggung jawab (dalam serangan ini) adalah pembom bunuh diri asal Indonesia," kata Ano, seperti dilansir BBC News Indonesia.
"Tujuan dari pasangan Indonesia ini adalah untuk memberi contoh dan mempengaruhi teroris Filipina untuk melakukan pemboman bunuh diri," tambah dia.
6. Densus 88, BIN, BNPT terbang ke Filipina
Tim Densus 88 Antiteror bersama Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan perwakilan Kementerian Luar Negeri akan terbang ke Filipina.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan tim tersebut akan terbang ke Filipina guna membantu identifikasi pelaku bom bunuh diri di sebuah gereja di Jolo.
"Untuk identifikasi pelaku bom Filipina, karena ada dugaan pelaku bom bunuh diri yang disebut-sebut dari negara Indonesia," ujar Iqbal kepada wartawan, Selasa (5/2/2019).
Meski belum ada fakta pelakunya berkewarganegaraan Indonesia, Iqbal mengaku tak mempermasalahkan.
Jenderal bintang dua itu menegaskan pihaknya hanya berupaya semaksimal mungkin untuk membantu melakukan identifikasi.
"Intinya Indonesia membantu mengungkap walaupun sampai saat ini belum ada fakta yang mengkonfirmasi bahwa itu benar warga Indonesia," jelas Iqbal.
Sebelumnya, Mendagri Filipina menyatakan pelaku bom bunuh diri merupakan pasangan asal Indonesia.
Namun, kini diidentifikasi siapa pelaku bom bunuh diri tersebut.
Sedangkan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Chief Oscar D Albayalde mengatakan masih menunggu hasil pemeriksaan DNA kedua tubuh yang ditemukan di sekitar area Katedral Jolo.
7. Lima tersangka menyerahkan diri
Dikutip dari BBC News Indonesia, kepala kepolisian Filipina menyebut lima anggota kelompok milisi Abu Sayyaf yang diyakini berada di balik dua serangan bom terhadap sebuah gereja Katolik di Jolo, Filipina selatan, telah menyerahkan diri.
Kammah Pae, alias Kamah, merupakan salah seorang dari lima sosok tersebut.
Kepolisian Filipina menduga petinggi Abu Sayyaf tersebut turut membantu dua pelaku penyerangan—yang disebut aparat Filipina merupakan pasangan suami istri berkewarganegaraan Indonesia.
Menurut Kepala Kepolisian Filipina, Jenderal Oscar Albayalde, Kamah dan empat rekannya terpaksa menyerahkan diri agar tidak tewas dalam operasi gabungan militer-polisi setelah pengeboman.
"Dia terpaksa menyerah. Dia mungkin tidak ingin mati dalam serangan militer," kata Albayalde kepada wartawan, sebagaimana dikutip harian Filipina, the Inquirer.
Aparat Filipina menyatakan telah menewaskan tiga anggota Abu Sayyaf dan, sebaliknya, kehilangan lima personel dalam operasi pengejaran di Sulu, Filipina selatan.
Albayalde mengatakan kelima tersangka yang menyerahkan diri merupakan anggota Ajang-Ajang, kelompok sempalan di tubuh Abu Sayyaf beranggotakan 22 orang.
Kelompok Ajang-Ajang ini dipimpin oleh Hatib Hajan Sawadjaan yang diyakini bertanggung jawab atas dua serangan bom terhadap gereja di Jolo yang menewaskan 23 orang dan mencederai hampir 100 lainnya.
Menurut Albayelde, Kamah membantah terlibat dalam bom ganda tersebut. Namun, lanjut Albayelde, keterangan sejumlah saksi mata menyebutkan Kamah mendampingi pasangan suami istri asal Indonesia ke gereja tersebut.
Aparat keamanan menemukan perangkat peledak rakitan dan sebuah kendaraan roda empat yang diduga dipakai mengangkut pasutri asal Indonesia di rumah Kamah, kata Albayelde.
Empat rekan Kamah yang menyerahkan diri, sambung Albayelde, juga mengakui "berpartisipasi" dalam serangan terhadap gereja.
Keempat orang itu bernama Albaji Kisae Gadjali, alias Awag; Rajan Bakil Gadjali, alias Rajan; Kaisar Bakil Gadjali, alias Isal, dan Salit Alih, alias Papong.
(Tribunnews.com/Chrysnha)