Pesawat Lion Air Jatuh
Berita Terbaru Jatuhnya Lion Air PK-LQP JT 610, Temuan KNKT hingga Ancaman Upaya Hukum Lion Air
KNKT merilis hasil investigasi awal penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 tujuan Jakarta-Pangkalpinang
TRIBUNNEWS.COM - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil investigasi awal penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 tujuan Jakarta-Pangkalpinang pada Rabu (28/11/2018) kemarin.
Dalam rilis tersebut, KNKT membeberkan data yang diperoleh dari pemeriksaan kotak hitam Flight Data Recorder (FDR).
Paparan KNKT juga direspons oleh Lion Air.
Baca: KNKT Jawab Lion Air: Kelaikudaraan Pesawat Berakhir Jika Saat Terbang Ada Gangguan
Berikut Tribunnews.com merangkum fakta-fakta rilis KNKT:
1. Penyebab pesawat jatuh
KNKT memaparkan pilot pesawat Lion Air PK-LQP mengalami masalah bertubi-tubi secara bersamaan.
Data tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan kotak hitam Flight Data Recorder (FDR).
"Pilot menghadapi berbagai kerusakan dalam waktu yang sama," kata Kepala Subkomite Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers di kantor Kemenhub, Rabu (28/11/2018), seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Nurcahyo Utomo mengatakan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP berasal dari berbagai kesalahan atau multiple failure.
Sebelum pesawat Lion Air PK-LQP jatuh, hidung pesawat turun secara otomatis hampir 24 kali dalam 11 menit.
Pilot dan kopilot berulang kali mengusahakan agar pesawat naik kembali sebelum akhirnya lepas kontrol.
Pesawat Lion Air PK-LQP menukik dengan kecepatan sekitar 700 km/jam sebelum akhirnya menghantam laut.
Laporan awal KNKT sejalan dengan penyelidikan Boeing soal sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).
MCAS adalah sistem otomatis yang mencegah pesawat stall atau kehilangan daya angkat dengan cara menurunkan hidung pesawat secara otomatis, meski dalam kondisi terbang manual (tidak mengaktifkan autopilot).
Meski begitu, KNKT menyebutkan bukan hanya MACS saja yang bermasalah dalam insiden jatuhnya pesawat Lion Ait PK-LQP di Perairan Tanjung Karawang.
KNKT masih menyelidiki sensor Angle of Attack (AoA) dalam pesawat.
Sensor tersebut berbentuk mirip sirip kecil yang ada di samping hidung pesawat.
Alat tersebut berfungsi mendeteksi sudut angle of attack atau kemiringan hidung pesawat saat terbang.
2. KNKT Nyatakan Pesawat Lion Air PK-LQP Tak Layak Terbang
KNKT menyampaikan pesawat Lion Air PK-LQP sudah mengalami masalah tersebut sejak malam sebelumnya, saat pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 itu terbang dari Denpasar menuju Jakarta.
Menurutnya, pesawat Lion Air PK-LQP sudah tidak layak terbang saat mengalami kendala di rute Denpasar-Jakarta, 28 Oktober 2019.
"Menurut pandangan kami, yang terjadi itu pesawat sudah tidak layak terbang," katanya.
Saat itu, kopilot mengatakan bahwa kendali pesawat terasa berat saat ditarik ke belakang (untuk membawa hidung naik).
Kemudian, pilot mengambil langkah untuk mengubah trim stabilizer ke posisi CUTOUT, gunanya mematikan sistem trim otomatis sehingga trim diatur secara manual.

Menurutnya, langkah tersebut sudah sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Boeing dan Federal Aviation Administration (FAA) setelah kecelakan PK-LQP terjadi.
Saat terbang dari Denpasar, tercatat adanya stick shaker aktif sesaat sebelum penerbangan hingga selama penerbangan.
Kecepapatan pesawat Lion Air PK-LQP berubah-ubah pada ketinggian sekitar 400 kaki.
"Menurut pendapat kami, seharusnya penerbangan itu tidak dilanjutkan," kata Nurcahyo.
Baca: Keluarga Korban Lion Air Mulai Datangi Hotman Paris, Sebutkan Ancaman yang Mereka Terima
Setelah penerbangan diubah ke mode manual, pesawat lion Air PK-LQP mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta setelah menempuh waktu terbang 1 jam 36 menit atau sekitar pukul 22.56 WIB.
Setelah memarkirkan pesawat, pilot melaporkan pemasalahan yang dialaminya kepada teknisi.
Keesokan harinya, pesawat Lion Air PK-LQP itu kembali diterbangkan dari Jakarta ke Pangkal Pinang.
Pesawat jatuh setelah 13 menit lepas landas dengan membawa sekitar 189 penumpang dan kru.
Nurcahyo mengatakan pemaparan tersebut hanya sekadar fakta belum sampai pada analisis dan kesimpulan jatuhnya pesawat.
Baik analisis dan kesimpulan belum dapat dibuat karena fakta-fakta belum terkumpul seluruhnya.
Saat ini pihak KNKT akan berdiskusi dengan Boeing dan FAA di Amerika Serikat untuk membahas temuan awal ini.
3. Manajemen Lion Bakal Tempuh Upaya Hukum
Pihak Lion Air membantah pernyataan KNKT bahwa Boeing 737 MAX-8 milik Lion Air nomor registrasi PK LQP yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober lalu tidak laik terbang.
Direktur Utama Lion Air Edward Sirait mengaku baru mendengar pernyataan KNKT melalu media massa.
Ia meminta KNKT klarifikasi secara tertulis.

Jika tidak, pihak Lion Air bakal mengambil sejumlah langkah, termasuk menempuh jalur hukum.
"Peryataan ini menurut kami tidak benar. Dan pesawat itu dari Denpasar dirilis dan dinyatakan laik terbang. Sesuai dengan dokumen dan apa yang sudah dilakukan oleh teknisi kami," ujar Edward Sirait di Jakarta, Rabu (28/11/2018) malam.
"Kita akan meminta klarifikasi secara dival besok (Kamis) karena ini tendensius. Ini bisa membuat persepsi dan juga terhadap kejadian yang ada bisa berbeda," sambungnya.
4. Dua Rekomendasi untuk Lion Air
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo meminta maskapai Lion Air memperbaiki manajemen penjaminan keselamatan dalam penerbangan.
Nurcahyo mengatakan ada dua rekomendasi yang diberikan KNKT kepada pihak Lion Air.
“KNKT meminta Lion Air menjamin implementasi Operation Manual part A subchapter 1.4.2 dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan untuk menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk melanjutkan penerbangan,” ucap Nurcahyo dalam konferensi pers laporan awal investigasi kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT610, yang digelar di Kantor KNKT, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).
Baca: Lion Air Nilai Pernyataan KNKT Kontradiktif Sebut PK-LQP Tak Laik Terbang
KNKT juga meminta Lion Air untuk menjamin semua dokumen operasional diisi dan didokumentasikan secara tepat.
“Dokumen harus sesuai dengan kondisi sesungguhnya, dalam laporan pesawat PK-LQP dengan nomor penerbangan JT610 itu menjelaskan ada lima pramugari tapi nyatanya ada enam,” ujar Nurcahyo.
Nurcahyo juga mengatakan bahwa rekomendasi itu muncul karena dalam penerbangan sebelum kejadian nahas itu, yakni dari Denpasar menuju Jakarta pada 28 November 2018 malam pesawat Lion Air PK-LQP sudah mengalami masalah.
“Meskipun sudah diperbaiki kami memandang pesawat itu tidak layak terbang karena mengalami berbagai masalah,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Daryono)