Kasus Suap di Bekasi
Selain Bupati Bekasi, Inilah 7 Kepala Daerah Wanita yang Terjerat Kasus Korupsi
Penangkapan Bupati Bekasi oleh KPK menambah daftar panjang pemimpin daerah wanita yang terjerat kasus korupsi.
TRIBUNNEWS.COM - Penangkapan Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, Senin (15/10/2018) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah daftar panjang pemimpin daerah wanita yang terjerat kasus korupsi.
Neneng ditangkap karena diduga menerima suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Bupati Bekasi dua periode itu diduga dijanjikan uang Rp 13 miliar oleh pengembang Lippo Group.
Baca: Bupati Bekasi Neneng Hasanah Tidak Sampaikan Dirinya Hamil Saat Jalani Pemeriksaan Kesehatan di KPK
Sebelum Bupati Neneng, ada beberapa kepala daerah wanita lainnya yang pernah ditangkap KPK.
Ada yang kini telah bebas dan menjabat sebagai kepala daerah kembali hingga masih menjalani masa tahanan.
Berikut Tribunnews.com paparkan sejumlah kepala daerah wanita yang tersangkut kasus korupsi.
1. Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin

KPK telah menetapkan Neneng sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng dan bos Lippo Group, Billy Sindoro, KPK juga menjerat tujuh tersangka lainnya.
Mereka yakni pegawai Lippo Group Henry Jasmen, dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama sebagai pemberi suap.
Kemudian Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M Nohor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Bekasi Kabupaten Dewi Tisnawati, serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi sebagai penerima suap.
Saat anak buahnya ditangkap KPK, Neneng sempat bersumpah jika ia tidak mengetahui soal kasus tersebut.
"Saya demi Allah nggak tahu," kata Neneng.
2. Bupati Klaten, Sri Hartini

KPK juga pernah menangkap Bupati Klaten, Sri Hartini dalam operasi tangkap tangan di Klaten, Jawa Tengah pada Desember 2016.
Bupati petahana itu ditangkap bersama anak anak perempuannya, Dina Permata Sari yang diduga memiliki peran penting.
Operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten diawali adanya laporan dari masyarakat yang mencium adanya praktik KKN di lingkungan kantor Bupati.
Penyuapan tersebut berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Sri Hartini dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 900 juta atau setara 10 bulan penjara.
3. Bupati Subang, Imas Aryumningsih

Bupati Subang, Imas Aryumningsih ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (14/2/2018) atau dua hari jelang masa kampanye.
Imas Aryumningsih juga terjerat kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.
Pada OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang yang diduga untuk transaksi praktik korupsi dan beberapa orang lain termasuk kurir, pihak swasta, dan pegawai setempat.
Imas Aryumningsih rencananya akan ikut Pemilihan Bupati Subang 2018 berpasangan dengan Sutarno.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pun menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun enam bulan serta denda Rp 500 juta atau setara tiga penjara.
Selain itu, Imas juga diwajibkan membayar uang ganti rugi pada negara senilai Rp 410 juta.
"Jika setelah satu bulan keputusan tidak sanggup membayar, maka diganti dengan disitanya harta benda terdakwa, atau diganti kurungan penjara selama satu tahun," ujar hakim.
Baca: Potret Keseharian Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin yang Ditangkap KPK
4. Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari

Pada awal Januari 2018, KPK menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bersama-sama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama.
Bupati Rita Widyasari menerima gratifikasi sebesar Rp 110 miliar sebagai balas jasa dengan sejumlah pengusaha.
Selain itu, Rita juga terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.
Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Rita dengan hukuman pidana 10 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, hak politik Rita juga dicabut agar publik tidak salah pilih pemimpin yang pernah terbukti korupsi.
"Menjatuhkan pidana tambahan pada Rita Widyasari berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok," ujar ketua majelis hakim Sugianto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018).
5. Wali Kota Cimahi, Atty Suharti

KPK juga menangkap Wali Kota Cimahi Atty Suharti di kediamannya di Jalan Sari Asih IV No. 16 Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Kamis (1/12/2016) malam.
Atty ditangkap bersama suaminya Itoc Tochija yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi.
Keduanya ditangkap dalam kasus korupsi pembangunan Pasar Atas Cimahi.
Atty dan Itoc menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Sani Kuspermadi.
Uang tersebut untuk menjadikan perusahaan keduanya sebagai pelaksana pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017 dengan nilai anggaran Rp 57 miliar.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Bandung pun memvonis empat tahun penjara kepada mantan Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan tujuh tahun penjara kepada suaminya Itoc Tochija
6. Wali Kota Tegal, Siti Masitha

Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno juga terjerat kasus korupsi terkait suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.
Siti Masitha ditangkap KPK di Rumah Dinas Wali Kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal, Selasa (29/8/2017).
Siti diduga menerima suap Rp 7 miliar yang akan digunakannya untuk ongkos politik karena Siti berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024.
Pengadilan pun memvonis Siti dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau setara dengan 4 bulan kurungan.
7. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah

Nama Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang pernah ditangkap KPK, Jumat (20/12/2013) sempat jadi perbincangan di kalangan masyarakat.
Penangkapan bekas orang nomor satu di Banten ini juga menguak dinasti politik di provinsi tersebut.
Tak hanya itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar juga terseret dalam kasus ini karena adiknya, Tubagus Chaeri Wardana juga ditangkapk dalam kasus penyuapan.
Atut Chosiyahdivonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Atut juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Atut terbukti merugikan negara sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.
Ia dinilai telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
8. Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan

Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan pernah terjerat kasus korupsi saat menjabat sebagai bupati pada 2005–2010.
Ia tersandung kasus korupsi pembangunan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saat baru tiga tahun menjabat sebagai bupati.
Atas perbuatannya, ia divonis hukuman 1,5 tahun serta denda Rp 100 juta atau hukuman kurungan selama enam bulan.
Majelis juga mewajibkan Vonnie membayar kerugian negara sebesar Rp 4,006 miliar.
Setelah selesai menjalani masa hukuman pada 2015, Vonnie kembali maju di Pilkada Minahasa Utara yang kembali mengantarkannya ke kursi bupati periode 2016-2021.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)