Mushola Ambruk di Sidoarjo
Tim SAR Merayap 3 Jam di Galian 60 Cm demi Selamatkan Santri Ponpes Al Khoziny Sidoarjo
Tim SAR evakuasi santri Ponpes Al Khoziny Sidoarjo lewat galian sempit, 3 jam merayap demi selamatkan korban reruntuhan.
TRIBUNNEWS.COM - Upaya evakuasi santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur menyisakan cerita.
Salah satu di antaranya upaya Tim SAR berjuang menyelamatkan korban.
Tim SAR (Search and Rescue) adalah satuan atau kelompok yang bertugas melakukan pencarian dan penyelamatan terhadap korban dalam situasi darurat, seperti bencana alam, kecelakaan transportasi, tenggelam, hilang di hutan, atau kejadian berisiko tinggi lainnya.
Di Indonesia, Tim SAR berada di bawah koordinasi BASARNAS (Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan).
Berdasarkan pemantauan, terlihat momen krusial dalam operasi penyelamatan oleh Tim SAR di lokasi yang tampaknya merupakan reruntuhan bangunan atau struktur yang ambruk.
Para petugas mengenakan perlengkapan pelindung lengkap—helm, seragam khusus, dan alat bantu seperti tali dan selang.
Mereka sedang bekerja di medan berbahaya dan sempit.
Tim SAR melakukan pencarian korban yang terjebak di bawah reruntuhan.
Mereka bekerja dengan koordinasi tinggi, ketelitian, dan keberanian luar biasa karena setiap detik bisa menentukan hidup atau mati.
Proses evakuasi cukup dramatis lantaran petugas harus melewati galian sempit dengan diameter 60 cm dan harus dilakukan dengan kehati-hatian.
Perjuangan personel tim SAR evakuasi korban ini diungkap oleh Direktur Operasi Basarnas, Yudhi Bramantyo.
Ia mengungkapkan, metode penyelamatan terpaksa dilakukan dengan membuat galian sempit di bawah beton.
Mengingat saat itu belum bisa digunakannya alat berat untuk proses evakuasi korban yang terjebak di reruntuhan bangunan.
“Galian dalam kondisi terbatas untuk dilewati dari segi diameter galian hanya 60 cm dengan kedalaman 80 cm," ungkap Yudhi dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025), dikutip dari kompas.tv.
Atas kondisi tersebut, untuk menjangkau lokasi korban, evakuasi dilakukan tim SAR dengan merayap selama tiga jam.
"Personel harus merayap dalam posisi tengkurap tiga jam setiap shift agar bisa mencapai lokasi korban,” jelasnya.
Setelah sebelumnya proses evakuasi dilakukan secara manual, pada Kamis siang ini, tim SAR gabungan mulai melakukannya dengan mengerahkan alat berat.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto mengungkap upaya tersebut dilakukan usai tidak ditemukan lagi tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan bangunan tersebut.
"Mulai tadi malam, setelah penemuan terakhir dalam kondisi selamat, itu kami rapat koordinasi tim gabungan menyatakan menggunakan alat-alat yang canggih, ada yang menggunakan drone termal secara ilmu pengetahuan tidak lagi ditemukan tanda-tanda kehidupan," ucapnya dalam Breaking News KompasTV, Kamis.
"Kami masih memberi waktu kepada tim gabungan dari kemarin sore sampai tadi pagi. Bahkan tadi malam disterilkan lokasi supaya sunyi, di tengah kesunyian itu mudah-mudahan ada kedengaran, tanda-tanda kehidupan. Ternyata sampai tadi pagi tidak ada (tanda kehidupan)," imbuhnya.
Menurut penjelasannya, evakuasi menggunakan alat berat tersebut berdasarkan persetujuan dari keluarga santri.
Proses evakuasi itu membuahkan hasil dengan ditemukannya tujuh korban tambahan pada Rabu (1/10) atau hari ketiga operasi SAR digelar.
Di mana dari tujuh korban yang dapat dievakuasi Rabu kemarin, lima di antarnya dalam kondisi selamat, sementara dua lainnya meninggal dunia.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan kesulitan dalam melakukan upaya evakuasi tersebut, salah satunya, kondisi reruntuhan yang tidak stabil.
“Setiap getaran berisiko memicu runtuhan tambahan. Karena itu kami mengutamakan kehati-hatian agar korban maupun petugas tetap selamat,” bebernya, dikutip dari Antara.
Ungkapan syukur tak henti diucapkan Abdul Hannan, saat mengetahui anak keduanya Alfatih Cakra Buana selamat dari reruntuhan Musala Pondok Pesantren Al-Khoziny Sidoarjo.
Bahkan ia merasa mendapat keajaiban karena rupanya Alfatih tertidur pulas selama berada di dalam puing reruntuhan sekitar tiga hari.
Peristiwa ambruknya Musala itu terjadi pada Senin (29/9/2025) sore. Alfatih baru berhasil dievakuasi pada Rabu (1/10/2025) sore.
Jika dihitung Alfatih berada sekitar tiga hari di dalam puing reruntuhan bangunan.
"Alhamdulillah, Alhamdulillah," ucap warga Bangkalan ini di RSUD Notopuro Sidoarjo, Kamis (2/10/2025).
Pada saat dievakuasi, Alfatih tak mengalami luka serius, hanya lecet. Dalam ceritanya, remaja 14 tahun itu merasa tidur. Ia bahkan tak mengingat pasti kejadian ini.
Alfatih hanya mengingat bahwa sebelum gedung itu ambruk sempat terdengar suara gemuruh seperti gempa.
Begitu gedung itu rubuh, Alfatih sempat berlari untuk keluar gedung. Namun ia tak berhasil dan pingsan.
Saat bangun, Alfatih sudah tak bisa melihat apa-apa alias gelap gulita. Namun, Alfatih masih sempat berkomunikasi dengan teman di sebelahnya dalam posisi sama-sama terjebak.
"Setelah itu saya tidur dan tidak ingat lagi. Saya sempat mimpi minum lewat selang. Mimpi tapi kayak asli rasanya," kata Alfatih saat bercerita diatas tempat tidur tempat ia di rawat di RSUD Notopuro Sidoarjo.
Dalam tidurnya selama tiga hari itu, Alfatih merasa mimpi berkeliling ke sejumlah tempat. Namun, ia tak mengingat rinci.
Ia hanya ingat, berkeliling menggunakan transportasi pickup. Didalam reruntuhan itu, Alfatih sebenarnya tertimpa gundukan pasir dan seng. Namun komponen inilah yang menyelamatkan posisi Alfatih dari puing-puing bangunan.
Alfatih baru sadar saat ada bunyi suara petugas tengah menggetok puing-puing. Semula, ia mengira itu suara tukang sedang menggarap bangunan. Namun rupanya itu adalah petugas yang berupaya untuk menyelamatkan Alfatih.
"Terus saya tanya apakah sudah bisa keluar, akhirnya saya bisa keluar dengan merangkak," ucap Alfatih.
Alfatih ini sempat dikunjungi langsung oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kamis sore. Khofifah berulang kali nampak takjub dengan cerita ini.
Sesekali Alfatih bercerita kepada Khofifah mengenai apa yang terjadi selama tiga hari. Khofifah membalas dengan memberikan motivasi kepada Alfatih.
Dalam kesempatan ini, Khofifah berkeliling ke sejumlah pasien yang masih dirawat. "Alfatih merasa tertidur aja selama tiga hari, dan terasa ada yang ketuk-ketuk disangka tukang. Setelah dievakuasi baru dia tahu bahwa ini ada gedung yang rubuh," ucap Khofifah di RSUD Notopuro Sidoarjo.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.