Jumat, 3 Oktober 2025

Nasib Tragis 2 Guru Honorer: Dicoret karena Menolak Dinikahi, Dipecat Usai 16 Tahun Mengabdi

Dua guru honorer alami nasib tragis, satu dicoret karena tolak dinikahi kepsek, satu dipecat usai 16 tahun mengajar.

Editor: Glery Lazuardi
Freepik
GURU - Potret getir guru honorer di NTB dan Sulsel yang kehilangan haknya: dicoret dari Dapodik hingga dipecat usai 16 tahun mengabdi. 

TRIBUNNEWS.COM - Guru honorer di Indonesia masih mengalami perbuatan tidak menyenangkan yang merugikan profesi mereka sebagai tenaga pengajar.

Guru honorer adalah tenaga pendidik yang bekerja di sekolah atau lembaga pendidikan tanpa status sebagai pegawai negeri sipil (PNS). 

Salah satu guru honorer di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dikeluarkan dari data pendidik (Dapodik) secara sepihak Kepala Sekolah (Kepsek) berinisial NT.

Guru honorer yang berinisial EM itu dikeluarkan diduga karena menolak dinikahi Kepsek yang diketahui telah memiliki istri. 

Sementara itu, Jupriadi, seorang guru honorer di Sulawesi Selatan, dipecat setelah 16 tahun mengabdi di SMAN 10 Makassar.

Persoalan ini bermula saat ada pesan politik di grup WhatsApp sekolah. Jupriadi pun menanggapi pesan itu. Ia menyatakan, grup pendidikan seharusnya bebas dari konten politik.

Guru honorer adalah tulang punggung pendidikan di banyak daerah, terutama di wilayah terpencil atau kekurangan tenaga pengajar. 

Mereka biasanya diangkat oleh sekolah, yayasan, atau pemerintah daerah dengan kontrak kerja tidak tetap dan gaji yang relatif lebih rendah dibandingkan guru PNS.

Guru honorer tidak memiliki status kepegawaian tetap dari pemerintah.

Gaji bisa berasal dari dana BOS, yayasan, atau swadaya sekolah.

Sering mengajar dengan beban kerja yang sama seperti guru PNS. Banyak yang sudah mengabdi bertahun-tahun tanpa diangkat menjadi ASN

Banyak guru honorer memperjuangkan pengangkatan menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) melalui jalur PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Isu kesejahteraan dan kejelasan status kerja sering menjadi sorotan dalam kebijakan pendidikan nasional.

Gaji guru honorer di Indonesia sangat bervariasi dan sering kali jauh di bawah standar kelayakan hidup. Bahkan hingga tahun 2025, masih ada guru honorer yang hanya menerima Rp300.000 per bulan. 

Sebagian lainnya memperoleh antara Rp500.000 hingga Rp2 juta, tergantung pada sumber dana sekolah dan status sertifikasi.

Guru honorer menerima gaji rendah karena mereka bukan ASN, sehingga tidak mendapat gaji dan tunjangan dari APBN. Gaji berasal dari dana BOS, komite sekolah, atau yayasan, yang sangat bergantung pada kemampuan finansial lembaga.

Belum ada standar gaji minimum untuk guru honorer, sehingga terjadi ketimpangan antarwilayah. Tidak mendapat tunjangan sertifikasi, pensiun, atau jaminan kesehatan seperti guru PNS.

Di tengah tuntutan mencerdaskan anak bangsa dan dengan gaji yang tidak banyak, mereka kerap tersandung masalah. Hal ini seperti yang dialami guru di NTB dan Sulawesi Selatan.

Guru Honorer di Lombok Dikeluarkan Dari Dapodik

Salah satu guru honorer di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dikeluarkan dari data pendidik (Dapodik) secara sepihak  Kepala Sekolah (Kepsek) berinisial NT.

Guru honorer yang berinisial EM tersebut dikeluarkan diduga karena menolak dinikahi Kepsek yang diketahui telah memiliki istri. 

SY, pihak keluarga guru EM, mengungkapkan bahwa NT sudah sering kali mengajak EM untuk menikah. 

Hal tersebut diketahui dari percakapan pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp (WA) yang dikirim Kepsek kepada EM. 

“Kepala Sekolah ini merayu lewat chat WA dan mengajak adik saya menikah, namun tidak direspons sama adik say, padahal dia (Kepsek) sudah ada istri,” jelas SY, saat dihubungi pada Selasa (30/9/2025). 

SY mengungkapkan, Kepsek NT juga mengancam EM dikeluarkan dari data guru di Dapodik sehingga tidak bisa mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). 

“Saat itu adik saya menanyakan apakah bisa ikut PPG, terus Kepsek ini menjawab kalau tidak menerima saya, saya ceklist namanya supaya tidak dapat, itu kata percakapannya yang saya lihat,” tutur SY. 

Setelah itu, SY kemudian mengecek data EM, akan tetapi tidak bisa login, sehingga ia menduga datanya telah dihapus. 

Sejak saat itu EM tidak masuk sekolah untuk mengajar dikarenakan masih trauma. 

“Saya belum tahu pasti, namun kemungkinan datanya sudah terhapus atau password akun GTK adik saya sudah diganti, karena oknum Kepsek tersebut juga pegang datanya,” terangnya. 

Ia berharap Dinas Pendidikan (Dikbud) Lotim menindak tegas oknum Kepsek tersebut karena dinilai mencederai dunia pendidikan, jika dibiarkan kedepannya dikhawatirkan guru-guru lain jadi korban, bahkan juga bisa menimpa siswa. 

“Ini harus ditindak tegas, kami juga dari pihak keluarga sudah sepakat agar adik saya tidak mengajar lagi di sekolah itu,” tutupnya.

Kepala Yayasan IF menegaskan akan memberhentikan Kepsek NT karena mengeluarkan guru honorer secara sepihak dari Dapodik lantaran menolak diajak menikah. 

IF menilai tindakan oknum Kepsek mengeluarkan EM secara sepihak adalah bentuk kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan jabatan. 

“Kami akan mengeluarkannya dari sekolah, yang kami tidak suka, adanya pengancaman kepada bu guru EM, apalagi sampai dikeluarkan dari data Dapodik,” tegas IF.

IF menambahkan, pihaknya akan membahas permasalahan tersebut terlebih dahulu dengan pengurus yayasan sebelum memberikan sanksi

Guru Honorer Dipecat Usai 16 Tahun Mengabdi

Jupriadi, seorang guru honorer di Sulawesi Selatan, dipecat setelah 16 tahun mengabdi di SMAN 10 Makassar.

Jupriadi tak terima dengan pemberhentiannya itu, sebab menurutnya, tidak ada surat peringatan sebelumnya.

Jupriadi bahkan mengaku tidak pernah menjalani evaluasi kinerja.

Dirinya mulai bergabung sebagai guru honorer sejak 2007 dan diberhentikan pada 2023.

Namun, kisahnya baru-baru ini viral setelah ia curhat di media sosial.

Ia menjadi guru honorer bermula saat SMAN 10 Makassar kekurangan tenaga pengajar untuk mata pelajaran Teknik Informatika.

Ia ditunjuk langsung oleh pihak sekolah untuk mengajar Ilmu Komputer yang saat itu masih menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional.

Namun, setelah mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dihapus dari kurikulum, tugas Jupriadi dialihkan ke pengelolaan laboratorium komputer.

Ia bertanggung jawab atas jaringan, peralatan, dan juga membantu di bagian tata usaha.

Saat Program Smart School diluncurkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Jupriadi dipercaya menjadi operator utama.

Smart School adalah layanan sistem yang mendigitalkan seluruh aspek operasional sekolah, mulai dari proses pembelajaran hingga sarana dan prasarana. Tujuannya untuk memfasilitasi belajar mengajar untuk memungkinkan pembelajaran yang berkualitas.

Jupriadi mengelola delapan layer sistem yang diterapkan di SMAN 10 Makassar.

Selama bertahun-tahun, Jupriadi aktif menjalankan tugasnya, termasuk melakukan sosialisasi ke kelas-kelas.

Sejak 2007, ia telah bekerja di bawah kepemimpinan beberapa kepala sekolah. Mulai dari Plt Basri hingga Bahmansyur.

Saat menjalankan tugasnya itu, ia kerap mempertanyakan status dan kelayakan sebagai operator Smart School.

Namun, diakuinya, ia tak pernah mendapat tanggapan dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan.

Malahan, ia diberhentikan dari SMAN 10 Makassar. Persoalan ini bermula saat ada pesan politik di grup WhatsApp sekolah.

Jupriadi pun menanggapi pesan itu. Ia menyatakan, grup pendidikan seharusnya bebas dari konten politik.

Akan tetapi, ia justru dikeluarkan dari grup.

Keesokan harinya, ia dipanggil Kepala Tata Usaha dan menerima surat yang awalnya ia kira insentif Smart School.

Ternyata, surat itu berisi pemberitahuan, ia dibebastugaskan.

“Saya pribadi tidak terima. Tidak pernah dipanggil sebelumnya, tidak ada SP 1 sampai SP 3,” ujar Jupriadi, Senin (29/9/2025), dilansir Tribun-Timur.com.

Ia mengaku tak pernah menjalani evaluasi kinerja dan merasa telah menjalankan tugasnya dengan baik.

Setelah diberhentikan, ia mencoba mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) penuh waktu pada 2024, namun gagal.

Ia pun kembali mengikuti PPPK paruh waktu pada 2025, hasilnya sama dengan tahun sebelumnya.

Jupriadi mengeluh datanya tidak ditemukan dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Menanggapi kisah Jupriadi yang viral, Kepala SMAN 10 Makassar, Bahmansyur memberikan klarifikasi.

Menurut Bahmansyur, Jupriadi tidak memiliki Akta IV dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

NUPTK merupakan identitas resmi bersifat permanen bagi guru dan tenaga kependidikan, yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Dirinya bekerja di bawah kepemimpinan Bapak Drs Syamsu Alam sebagai guru komputer dan tidak memiliki Akta IV dan NUPTK," kata Bahmansyur dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun-Timur.com, Minggu (28/9/2025).

Selain itu, Jupriadi juga tidak tercatat dalam daftar hadir guru sejak Januari 2022.

"Bersangkutan sejak Januari 2022 sudah tidak terdaftar namanya di daftar hadir SMAN 10 Makassar," ungkapnya.

Pihak sekolah mengklaim telah melakukan evaluasi terhadap Jupriadi selama tiga bulan sebelum akhirnya diberhentikan.

Dalam kurun waktu itu, kinerja Jupriadi dinilai tidak mengalami peningkatan, sehingga pemberhentian dilakukan.

"Kami menilai tidak ada peningkatan dan perbaikan kinerja dari sisi kedisiplinan dan efektivitas pekerjaan," kata Bahmansyur.

Sekolah memutuskan tidak melanjutkan tugas Jupriadi terhitung sejak 8 Maret 2024.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved