Berita Viral
Viral Grup ‘Gay Surakarta’ Berisi 13 Ribu Anggota, Kemkomdigi Take Down Usai Ramai di Medsos
Kemkomdigi resmi hapus grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya” dengan 13 ribu anggota usai viral dan dikhawatirkan picu HIV/AIDS.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM - Grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya” sedang menjadi sorotan.
Grup Facebook adalah fitur di platform media sosial Facebook yang memungkinkan pengguna untuk berkumpul dalam komunitas online berdasarkan minat, tujuan, atau identitas tertentu.
Grup Facebook berfungsi sebagai tempat diskusi dan berbagi konten. Pengguna bisa memposting teks, foto, video, tautan, atau polling untuk berdiskusi dengan anggota grup.
Grup bisa bersifat publik, tertutup, atau rahasia, tergantung pengaturan privasi. Anggota harus bergabung untuk melihat dan berpartisipasi dalam konten grup.
Admin memiliki kontrol penuh atas grup, termasuk menyetujui anggota baru, menghapus konten, dan menetapkan aturan.
Grup bisa dibuat untuk berbagai tujuan: jual-beli, hobi, pendidikan, dukungan emosional, hingga komunitas identitas seperti LGBT, profesi, atau wilayah geografis. Berbeda dari halaman Facebook, grup lebih bersifat interaktif dan komunitas, bukan sekadar tempat promosi atau publikasi.
Grup Facebook menjadi wadah penting bagi banyak komunitas, tapi juga bisa menimbulkan kontroversi jika isinya melanggar aturan platform atau norma sosial.
Grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya” memiliki lebih dari 13 ribu anggota, mengejutkan publik karena menunjukkan besarnya komunitas yang aktif di media sosial.
Grup tersebut ditemukan secara tidak sengaja saat pengguna mencari grup jual-beli di Facebook, lalu viral setelah diunggah oleh akun Instagram @visit.surakarta.
Gay adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada seseorang yang memiliki ketertarikan emosional, romantis, atau seksual terhadap sesama jenis, khususnya laki-laki yang tertarik kepada laki-laki. Gay merupakan huruf “G” dalam akronim LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).
Jika melihat keberadaan LGBT di Indonesia, secara nasional, tidak ada undang-undang yang secara eksplisit melarang orientasi seksual sesama jenis. Namun, praktik homoseksual bisa dikenai sanksi jika melibatkan anak di bawah umur, seperti dalam Pasal 292 KUHP.
LGBT dianggap sebagai penyimpangan sosial oleh sebagian besar masyarakat karena bertentangan dengan nilai agama, moral, dan budaya Indonesia.
Tidak ada pengakuan hukum terhadap pernikahan sesama jenis, adopsi anak oleh pasangan LGBT, atau perlindungan hukum khusus terhadap diskriminasi berbasis orientasi seksual.
Grup Facebook Sudah Di-Take Down
Grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya” yang sempat menjadi perbincangan publik karena jumlah anggotanya mencapai lebih dari 13 ribu akun, mendadak hilang pada Selasa (23/9/2025).
Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Solo, Purwanti, mengonfirmasi bahwa grup tersebut telah dihapus oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi).
“Intinya kita memang kita sudah memohon pada Komdigi untuk men-take down itu. Itu memang kewenangan Komdigi. Itu langsung Komdigi,” tutur Purwanti.
Meski grup utama telah dihapus, Purwanti menyebut masih ada sejumlah grup serupa yang beredar di media sosial.
Pihaknya akan melakukan identifikasi lebih lanjut terhadap grup-grup tersebut.
“Kalau itu memang mengarah hal-hal yang tidak pantas tetap menjadi perhatian menjadi Kominfo. Kita identifikasi lagi,” jelas Purwanti.
Keberadaan grup tersebut dinilai mencerminkan besarnya komunitas gay di Solo.
Komisioner Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo, Tommy Pranoto, mengingatkan bahwa Lelaki Seks Lelaki (LSL) termasuk dalam kelompok berisiko tinggi dalam penularan HIV/AIDS.
“Komunitas populasi kunci yang rentan tertular dan menularkan ada 5: LSL (Lelaki Seks Lelaki), PSP (Pekerja Seks Perempuan), Transgender, pemakai narkoba suntik, High Risk Man atau pelanggan,” ungkap Tommy saat ditemui di kantornya, Senin (22/8/2025) lalu.
Tommy menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan terhadap komunitas tersebut secara intensif.
Termasuk bekerja sama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk upaya penanggulangan.
“Selama ini kita juga ikut memantau. LSM yang mendampingi juga ada. Itu memang agak sulit diketahui,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa berbeda dengan transgender yang lebih mudah dikenali, individu dengan orientasi LSL sulit diidentifikasi karena secara kasat mata tampak seperti lelaki pada umumnya.
Warga Solo digegerkan dengan temuan grup Facebook bernama "Gay Surakarta dan Sekitarnya" yang dikabarkan memiliki 13 ribu anggota.
Informasi ini pertama kali viral setelah akun Instagram @visit.surakarta memposting tangkapan layar grup tersebut pada pertengahan September 2025.
Grup itu awalnya ditemukan secara tidak sengaja saat akun tersebut mencari grup jual-beli di Facebook.
Namun, justru muncul grup dengan nama yang mengejutkan warga.
Kasus HIV/AIDS di Solo Tembus 1.480 per Juni 2025
Lelaki Seks Lelaki (LSL) termasuk dalam kelompok berisiko tinggi dalam penularan HIV/AIDS.
Komisioner Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Solo, Tommy Pranoto, menegaskan hal ini menyusul sorotan terhadap grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya” yang belakangan muncul di media sosial.
“Komunitas populasi kunci yang rentan tertular dan menularkan ada lima: LSL (Lelaki Seks Lelaki), PSP (Pekerja Seks Perempuan), Transgender, pemakai narkoba suntik, dan High Risk Man atau pelanggan,” ujar Tommy saat ditemui di kantornya, Senin (22/8/2025).
Menurutnya, KPA Solo telah melakukan pemantauan intens terhadap komunitas-komunitas tersebut, termasuk menjalin kerja sama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mendampingi dan melakukan penanggulangan.
“Selama ini kita juga ikut memantau. LSM yang mendampingi juga ada. Itu memang agak sulit diketahui,” tuturnya.
Tommy menjelaskan, berbeda dengan transgender yang lebih mudah dikenali, individu dengan orientasi LSL sulit diidentifikasi secara fisik karena mereka tampak seperti laki-laki pada umumnya dan masih berbaur dengan masyarakat.
“Secara fisik tidak bisa diketahui. Mereka masih berbaur dengan masyarakat dan komunitas sulit dimasuki orang yang tidak komunitas dia,” terangnya.
Meski belum menjangkau secara spesifik komunitas gay yang aktif di media sosial, KPA Solo tetap berupaya melakukan pendekatan melalui LSM yang memiliki akses ke kelompok rentan tersebut.
“Selama ini kami menjangkau atau mendampingi bekerjasama dengan LSM. LSM yang mendampingi menggiring ke tes setelah diketahui positif, ada LSM yang mendampingi untuk ikut terapi,” jelasnya.
Data KPA Solo menunjukkan bahwa selama periode Januari hingga Juni 2026, dari 2.362 target sasaran LSL, baru sekitar 1.065 orang atau 45 persen yang menjalani tes HIV.
Secara keseluruhan, per Juni 2025, tercatat 1.480 kasus HIV di Kota Solo. Dari jumlah tersebut, 689 orang telah berkembang menjadi AIDS dan 186 di antaranya meninggal dunia.
Untuk memperluas jangkauan penanggulangan, KPA Solo mulai menerapkan pendekatan digital.
Sistem ini memungkinkan pendamping memberikan informasi dan mengarahkan tes secara daring.
“Kita sudah mulai menerapkan dengan program digitalisasi. Semua pendamping teman-teman pakai program digitalisasi. Pemberian informasi lewat digital. Tes bisa lewat digital juga,” pungkas Tommy.
Belasan Anak Sekolah di Solo Terjangkit HIV
Komisioner Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Solo, Tommy Pranoto, mengungkapkan bahwa sekitar 15 anak sekolah di Solo terdiagnosis HIV sepanjang tahun ini.
Sebagian dari mereka diketahui memiliki orientasi seksual sesama jenis.
“Kami menganalisa temuan kasus, banyak ditemukan anak-anak masih remaja umur 15–19 mulai diketahui terdiagnosis HIV,” ungkap Tommy saat ditemui di kantornya, Senin (22/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa hubungan homoseksual, khususnya Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), memiliki risiko penularan HIV yang lebih tinggi.
“Yang terdiagnosis anak-anak sekolah itu. Perilakunya memang penyimpangan seks yang itu jarang kita temui. Mereka sesama jenis,” kata Tommy.
Penularan HIV, lanjut Tommy, terjadi melalui hubungan seksual dengan individu yang telah terlebih dahulu terinfeksi virus tersebut.
“Kemudian satu terinfeksi, yang lain berhubungan bisa tertular. Penularan HIV melalui cairan darah, sperma, vagina, dan air susu ibu. Yang sudah terdeteksi tahun ini sekitar 15 anak,” terang Tommy.
Namun, tidak semua dari mereka bersedia menjalani terapi Antiretroviral (ARV).
Sebagian menolak karena merasa malu dan takut akan stigma negatif dari lingkungan sekitar.
“Kita tinggal memantau untuk mau ikut terapi ARV. Ini ya tidak semua mau. Bahkan malah menutup diri ada juga. Malu dan sebagainya. Ada yang begitu diagnosis positif ikut terapi minum ARV,” jelas Tommy.
Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman remaja terhadap bahaya HIV, KPA Solo terus melakukan sosialisasi.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui penyuluhan di kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
“Sehingga KPA Kota Surakarta bagaimana remaja tersosialisasi pengetahuan HIV dengan benar. Sejak 2023 kami sosialisasi melalui MPLS,” tuturnya.
KPA Ingatkan Risiko Penularan HIV/AIDS
Komisioner Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Solo, Tommy Pranoto, menegaskan bahwa Lelaki Seks Lelaki (LSL) termasuk dalam kelompok berisiko tinggi dalam penularan HIV/AIDS.
“Komunitas populasi kunci yang rentan tertular dan menularkan ada lima: LSL (Lelaki Seks Lelaki), PSP (Pekerja Seks Perempuan), Transgender, pemakai narkoba suntik, dan High Risk Man atau pelanggan,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin (22/8/2025).
Tommy menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan intens terhadap komunitas-komunitas tersebut, bekerja sama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mendampingi dan melakukan penanggulangan.
“Selama ini kita juga ikut memantau. LSM yang mendampingi juga ada. Itu memang agak sulit diketahui,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa komunitas LSL lebih sulit diidentifikasi dibandingkan komunitas transgender.
Secara fisik, mereka tampak seperti laki-laki pada umumnya dan masih berbaur dengan masyarakat, sehingga komunitasnya pun sulit dimasuki oleh orang luar.
“Secara fisik tidak bisa diketahui. Mereka masih berbaur dengan masyarakat dan komunitas sulit dimasuki orang yang tidak komunitas dia,” terangnya.
Meski belum secara spesifik menjangkau komunitas gay yang aktif di media sosial, KPA Solo tetap melakukan pendekatan melalui LSM yang memiliki akses ke kelompok rentan tersebut.
“Selama ini kami menjangkau atau mendampingi bekerjasama dengan LSM. LSM yang mendampingi menggiring ke tes setelah diketahui positif, ada LSM yang mendampingi untuk ikut terapi,” jelas Tommy.
Data KPA menunjukkan bahwa selama Januari hingga Juni 2026, dari 2.362 target sasaran LSL, baru sekitar 1.065 orang atau 45 persen yang menjalani tes HIV.
Secara keseluruhan, per Juni 2025, tercatat 1.480 kasus HIV di Kota Solo. Dari jumlah tersebut, 689 orang telah berkembang menjadi AIDS dan 186 di antaranya meninggal dunia.
Untuk memperluas jangkauan penanggulangan, KPA Solo mulai menerapkan pendekatan berbasis digital.
Program ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak individu yang berisiko.
“Kita sudah mulai menerapkan dengan program digitalisasi. Semua pendamping teman-teman pakai program digitalisasi. Pemberian informasi lewat digital. Tes bisa lewat digital juga,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com
Sumber: TribunSolo.com
Berita Viral
Viral Video Siswi SMP di Kendari Pesta Narkoba, 4 Orang Pelajar Jalani Rehabilitasi |
---|
Kronologi Pasutri di Maluku Dikeroyok 17 Brimob, Berawal dari Perkelahian saat Pesta Pernikahan |
---|
Nasib 3 ASN Kota Pariaman yang Viral gegara Main Kartu UNO saat Jam Kerja |
---|
Fakta Gedung Pemerintahan Brebes yang Ambruk, Dibangun Tahun 2022, 2 Pekerja Alami Patah Tulang |
---|
Ramai Grup Facebook 'Gay Surakarta dan Sekitarnya', Punya 13.999 Anggota, Dibuat Sejak 2023 |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.