Senin, 29 September 2025

Ledre Laweyan Legendaris Khas Kota Solo Sejak 1984, Wisata Kuliner yang Bisa Jadi Pilihan

Berikut ini cerita dari wisata kuliner legendari Kota Surakarta, Ledre Laweyan, di Kota Solo, Jawa Tengah.

Penulis: timtribunsolo
(Foto: Mg/Rohmah Tri Nosita).
LEDRE LAWEYAN - Ledre Laweyan khas Kota Solo disajikan hangat-hangat. (Foto: Mg/Rohmah Tri Nosita). 

“Akhir-akhir ini malah anak muda upload (video). Sekarang malah yang orang tua geser, jadi (yang minat) anak muda,” ungkap Susila ketika diwawancarai Tribunnews.com pada Rabu (27/8/2025).

Dalam sehari, Ledre Laweyan dapat menjual kurang lebih sekitar 300 ledre dan menghabiskan sebanyak 4,5 kg ketan.

Mempertahankan Resep Orisinal, Tidak Akan Ditemukan di Ledre Lainnya

Proses pembuatan ledre di wajan tanah li
LEDRE LAWEYAN - Proses pembuatan ledre di wajan tanah liat. (Mg/Rohmah Tri Rohmah)

Sejak 1984, pemilik Ledre Laweyan tersebut mengungkap belum pernah berpindah lokasi hingga tahun 2025.

“Pertama kali di sini. Tempat, rasa, bahan masih orisinal. Cuma ada permintaan customer ditambah varian rasa,” jelas Susila.

Keputusan Susila mempertahankan rasa adalah untuk menjaga orisinalitas ledre buatan ibunya yang cukup khas dibandingkan ledre lainnya.

“Dulu cuma mentah kayak intip, ibu inovasi supaya agak kecil, lebih empuk, sehingga matang,” tutur Susila menceritakan perbedaan Ledre Laweyan dengan ledre lainnya.

Ledre Laweyan terbuat dari ketan dicampur dengan parutan kelapa yang dimasak di atas wajan tanah liat.

Setelah diratakan di permukaan wajan, barulah dimasukkan pisang raja yang sudah dihaluskan kasar di atasnya.

Sebagai bentuk variasi rasa, Ledre Laweyan menawarkan rasa keju dan coklat sebagai isian tambahan.

Panasnya api akan membuat adonan ketan membentuk kerak, pada saat itulah adonan tersebut dilipat menjadi dua dan siap untuk dinikmati.

Tri Atmani (59), pembeli Ledre Laweyan asal Boyolali mengaku menikmati ledre yang ia beli. 

“Enak, perpaduan rasanya ada gurih ada manis ada pisangnya juga. Rasanya enak jadi pengen coba beli lagi sih,” kata Tri ketika diwawancarai Tribunnews.com.

Proses pembuatan ledre di wajan tanah liat.
LEDRE LAWEYAN - Proses pembuatan ledre di wajan tanah liat. (Foto: Mg: Rohmah Tri Nosita)

Nilai Historis yang Wajib Dilestarikan

Sudah ada sejak jaman Mangkunegaran Kuno, dalam Serat Centhini (1814) dikatakan bahwa Adipati Mangkunegara menghidangkan ledre untuk para tamunya.

Melihat nilai historis tersebut, Susila merasa bahwa kuliner juga menjadi hal penting untuk dilestarikan.

“Selain budaya, selain tempat-tempat historis lainnya kan kuliner juga termasuk aset dari suatu daerah. Ledre kan khas Solo,” ujarnya.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan