Selasa, 7 Oktober 2025

Bentrok Ambon, Penyelesaian Damai Harus Sentuh Akar Sosial dan Kehidupan Warga

Tawuran pelajar Ambon berujung bentrokan warga, rumah terbakar, ratusan mengungsi. Jalan damai harus sentuh akar sosial dan pendidikan.

Penulis: Erik S
Editor: Glery Lazuardi
KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY
BENTROK PEMUDA - Sebanyak 350 personel gabungan TNI-Polri telah diterjunkan ke lokasi untuk meredam situasi dan mengendalikan massa di Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Selasa (19/8/2025) Sore. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Bermula dari tawuran antarpelajar, kemudian meluas menjadi bentrokan yang terjadi antara warga di Desa Hunuth, Kota Ambon, Maluku, pada Selasa (19/8/2025) malam.

Seorang siswa tewas akibat luka tusuk dalam insiden tawuran tersebut.

R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menilai tragedi Ambon 2025 bukan sekadar tawuran pelajar yang berujung duka, melainkan peringatan keras bagi bangsa.

Satu insiden di sekolah mampu menjelma menjadi bara yang membakar rumah, memaksa ratusan orang mengungsi, dan menghidupkan kembali trauma lama di Maluku.

“Peristiwa ini adalah alarm bagi bangsa: kita belum sepenuhnya belajar dari sejarah panjang konflik komunal yang pernah melanda Ambon,” kata Haidar Alwi, Rabu (20/8/2025).

Menurutnya, konflik Ambon 2025 mencerminkan tiga hal mendasar. Pertama, kuatnya solidaritas komunal yang membuat kematian seorang anak dipandang sebagai serangan terhadap seluruh komunitas.

Kedua, trauma konflik 1999–2004 yang belum sepenuhnya sembuh. Ketiga, derasnya arus informasi liar di media sosial yang memprovokasi massa.

“Ini adalah alarm sosial yang harus dijawab dengan keberanian negara dan kearifan masyarakat,” tegas Haidar Alwi.

Haidar Alwi mengingatkan, bangsa ini kerap merasa masalah selesai begitu api padam, padahal bara tetap menyala di bawah permukaan. Ambon menjadi cermin bahwa luka lama mudah kembali terbuka jika tidak ada mekanisme penyembuhan yang permanen.

Bagi Haidar Alwi, penyelesaian konflik memerlukan kesabaran, kebijakan, dan langkah nyata. Ia menawarkan lima jalan damai yang bisa ditempuh bersama:

1. Rekonsiliasi lintas agama dan adat – Tokoh Gereja Protestan Maluku (GPM), Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, dan  Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) harus hadir sebagai jembatan moral yang dipercaya masyarakat.

2. Pendidikan karakter di sekolah – Tawuran pelajar harus dijawab dengan kurikulum persaudaraan, bukan sekadar hukuman disiplin.

3. Keadilan restoratif – Proses hukum dijalankan tegas, namun mengutamakan pemulihan agar dendam tidak diwariskan.

4. Penguatan ekonomi bersama – Hunuth dan Hitu perlu dipertautkan lewat koperasi nelayan dan tani agar kepentingan ekonomi menekan tensi sosial.

5. Forum pemuda lintas desa – Energi anak muda diarahkan pada olahraga, seni, budaya, dan kewirausahaan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved