Pajak Bumi dan Bangunan
Ikuti Langkah Pati, Masyarakat di Cirebon Bakal Gelar Demo Kenaikan PBB 1.000 Persen
Masyarakat Cirebon akan mengikuti langkah Kabupaten Pati yang berhasil membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen. Mereka akan menggelar demo.
TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Kota Cirebon, Jawa Barat, bakal mengikuti langkah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Masyarakat Kabupaten Pati menggelar demo pada Rabu (13/8/2025), menuntut Bupati Sudewo lengser dari jabatannya.
Demonstrasi tersebut awalnya digelar untuk protes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
PBB-P2 merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perdesaan dan perkotaan.
Pajak ini dipungut berdasarkan undang-undang perpajakan dan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kebijakan oleh Bupati Sudewo itu memicu kemarahan publik.
Meski kebijakan ini telah dibatalkan pada 8 Agustus 2025, warga tetap melanjutkan aksi sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan Bupati Pati, Sudewo.
Langkah masyarakat Kabupaten Pati itu kini diikuti warga Kota Cirebon.
Mereka bakal menggelar aksi untuk memprotes kenaikan PBB hingga 1.000 persen.
Paguyuban Masyarakat Cirebon (PAMACI) memastikan, akan menggelar aksi damai pada 11 September 2025.
Sebagai persiapan, mereka berencana membuka posko partisipasi untuk mengajak masyarakat terlibat.
Baca juga: Daftar Pemerintah Daerah yang Menaikkan PBB dan Memicu Protes Keras Masyarakat
“Ya, kami memang harus membela masyarakat yang sedang kesulitan dalam masalah PBB."
"Untuk aksi yang kami wacanakan itu tanggal 11 September, sehingga sebelumnya mungkin kami akan buka posko di satu tempat untuk partisipasi masyarakat terhadap aksi damai ini,” ujar Ketua Harian PAMACI Kota Cirebon, Adji Priatna, Rabu (13/8/2025), dilansir TribunCirebon.com.
Adji berharap, posko tersebut dapat menjadi wadah bagi warga untuk bersatu menyuarakan penolakan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, yang menjadi dasar kenaikan PBB.
Ia mengkritik fokus pemerintah kota yang dinilai hanya mengejar pendapatan dari pajak, sedangkan sektor lain terbengkalai.
"Pemerintah kota jangan ngejar-ngejar pajaklah. Masih banyak sektor lain yang harus dibenahi, contoh lima BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) kita, bobrok semua."
"Jadi itu yang mesti dipikirin dulu, jangan hanya pajak, pajak, dan pajak," jelasnya.
Berjuang Sejak Januari
Sementara itu, Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon, Hetta Mahendrati mengatakan, masyarakat telah memperjuangan terkait kenaikan PBB ini sejak Januari 2025.
Mereka berjuang melawan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.
"Perjuangan kami sudah lama, sejak Januari 2024. Kami hearing di DPRD 7 Mei, turun ke jalan 26 Juni."
"Lalu 2 Agustus ajukan judicial review. Desember kami dapat jawaban, JR kami ditolak," ujar Hetta, Rabu (13/8/2025) malam, dilansir TribunCirebon.com.
Bahkan, warga juga telah mengadu ke Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 15 Januari 2025.
Hetta menuturkan, kenaikan PBB berdasarkan Perda tersebut berlaku merata, dengan kisaran minimal 150 persen hingga 1.000 persen.
Ia mencontohkan, seorang warga bernama Suryapranata harus menanggung kenaikan 1.000 persen, sedangkan warga lain bernama Kacung mengalami kenaikan 700 persen.
Baca juga: Sudewo, Kenaikan PBB 250 Persen, Dugaan Terima Aliran Dana DJKA hingga Teguran Gerindra
Bahkan, ada kasus ekstrem kenaikan 100.000 persen akibat kesalahan pemerintah, namun tetap dibebankan kepada warga.
"Orang itu sampai harus berutang ke bank untuk bayar PPHTB dan mengurus AJB (Akta Jual Beli). Apakah itu bijak?" jelas dia.
PPHTB merupakan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
Secara resmi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebutnya sebagai PPh final atas PHTB.
Pemungutan PPh atas PHTB dikenakan dan dibayar oleh pihak penjual sebagai PPh final sebagai objek pajak pusat.
Ia menilai, kebijakan ini tidak masuk akal, apalagi ekonomi warga belum pulih pascapademi.
"Tahun 2023 kita baru selesai pandemi, apakah bijak dinaikkan hingga 1.000 persen? Pemerintah bilang ekonomi naik 10 persen, tapi dari mana? Dari titik nol?" tandasnya.
Paguyuban Pelangi Cirebon membawa empat tuntutan utama yakni:
- Membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 dan mengembalikan tarif PBB seperti tahun 2023;
- Menurunkan pejabat yang bertanggung jawab atas kebijakan ini;
- Memberi waktu satu bulan bagi Wali Kota untuk bertindak;
- Mengimbau agar pajak tidak dijadikan sumber PAD.
Hetta menyebut, perjuangan ini terinspirasi dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang berhasil membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen.
"Kalau di Pati bisa, kenapa di Cirebon tidak? Kami ingin seperti Pati. Kami akan terus berjuang sampai tuntutan ini dikabulkan," tandasnya.
Ia pun menegaskan, jika tuntutan tidak dipenuhi, aksi demonstrasi akan kembali digelar.
"Kami tidak pernah berhenti berjuang. Kami berharap media membantu menyuarakan perjuangan ini agar terdengar oleh para petinggi," imbuhnya.
Dilansir bapenda.banggaikab.go.id, PBB-P2 merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan.atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Baca juga: Warga Kota Cirebon Juga Kaget PBB Naik 1.000 Persen, KPPOD: Pemda Abaikan Prinsip Dasar
Termasuk dalam pengertian bangunan yakni jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya.
Yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut adalah jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga, galangan kapal, dermaga-dergama khusus, taman mewah, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, dan menara.
Adapun subjek dan wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas pembangunan.
Sementara dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP adalah harga rata-rata jual beli yang diperoleh dari harga objek lain yang sejenis, Nilai Jual Objek Pajak Pengganti atau nilai baru.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunCirebon.com dengan judul Masyarakat Cirebon Protes Kenaikan PBB 1.000 Persen, PAMACI Bakal Buka Posko Partisipasi Aksi Damai
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunCirebon.com/Eki Yulianto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.