Minggu, 5 Oktober 2025

Bendera One Piece

Bukan Hanya di Jakarta, Bendera One Piece Juga Berkibar di Aksi Kamisan Solo

Bendera serial asal Jepang, One Piece, berkibar di Aksi Kamisan yang berlangsung di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis (7/8/2025). 

TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
AKSI KAMISAN - Sejumlah warga menggelar Aksi Kamisan di perempatan Gladag, Solo, Jawa Tengah, dengan mengibarkan bendera One Piece, Kamis (7/8/2025). Salah satu peserta aksi Kamisan Solo, Dimas Agung mengatakan, simbol ini mewakili keresahan mereka atas ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM - Bendera serial asal Jepang, One Piece, berkibar di Aksi Kamisan yang berlangsung di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (7/8/2025). 

Aksi Kamisan adalah sebuah aksi damai yang dilakukan oleh para korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), aktivis, mahasiswa, dan masyarakat sipil pada setiap hari Kamis sore di depan Istana.

Aksi ini telah berlangsung sejak 18 Januari 2007 dan menjadi simbol perjuangan menuntut keadilan atas kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Namun, ternyata bendera Jolly Roger atau bendera bajak laut berwarna hitam dengan gambar tengkorak bertopi jerami itu juga berkibar di Aksi Kamisan yang digelar di perempatan Gladag, Solo, Jawa Tengah, pada Kamis kemarin.

Salah satu peserta aksi Kamisan Solo, Dimas Agung mengatakan, simbol ini mewakili keresahan mereka atas ketidakadilan yang terjadi di Indonesia.

“Aksi Kamisan ini ada yang membawa bendera One Piece karena yang kita rasakan bagaimana dari pada alur cerita One Piece sangat relate dengan kondisi di Indonesia saat ini." 

"Permasalahan yang hadir terkait dengan kriminalisasi, kejahatan, dari pada aparat kondisi pemerintahan kita merepresentasikan keresahan yang teman-teman sampaikan saat ini,” ungkapnya, seperti dikutip dari TribunSolo.com, Kamis.

Menurutnya, bendera itu dibawa dalam Aksi Kamisan Solo sebagai bentuk keresahan atas kondisi bangsa. 

Dimas menyebut alur cerita One Piece mewakili situasi yang dihadapi Indonesia saat ini.

“Teman-teman berinisiatif membawa bendera One Piece sebagai sarana untuk menyampaikan keresahannya,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pengibaran bendera bajak laut ini menimbulkan polemik di tanah air.

Baca juga: Ketika Bendera One Piece Berkibar di Aksi Kamisan

Sejumlah produsen menghentikan produksi bendera One Piece setelah didatangi aparat.

Kemudian, mural One Piece juga dihapus atas arahan aparat setempat.

Dimas menilai tindakan itu merupakan bentuk pembungkaman atas kebebasan berekspresi. 

Padahal, kebebasan berekspresi dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

“Itu sebagai kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi. Dalam undang-undang dijamin kebebasan ekspresi oleh negara,” ujarnya.

Dimas menyatakan, seharusnya aparat tidak perlu takut pada warga negara yang hanya ingin menyampaikan keresahannya atas kondisi bangsa.

“Oleh karena itu apa yang harus dilakukan pemerintah ketika hal tersebut salah satu sarana menyampaikan keresahan yang terkait dengan permasalahan yang hadir di sekitar mereka."

"Satu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh aparat karena itu memang berdasarkan apa yang dirasakan hati nurani masyarakat,” terangnya.

Ia menjelaskan, Aksi Kamisan sering dilakukan di berbagai tempat untuk mengangkat isu krusial. 

Aksi ini menjadi wadah terbuka bagi siapa saja yang ingin menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan.

“Aksi Kamisan salah satu sarana yang coba kita bangun kembali menjadi wadah masyarakat kepada masyarakat, warga, buruh, tani dan sebagainya untuk menyampaikan keresahannya. Setiap Kamis sekitar jam 15.30,” jelasnya.

Aksi Kamisan di depan Istana

Bendera One Piece tampak diikat pada payung hitam yang tidak dibentangkan dalam Aksi Kamisan yang berlangsung di depan Istana Negara.

Setelah diikat erat, payung itu diangkat ke atas setinggi mungkin oleh salah satu massa aksi.

Kibaran bendera One Piece itu menarik perhatian banyak orang. 

Tidak sedikit yang langsung mengarahkan gawainya untuk mengabadikan momen itu.

Selain dikibarkan, bendera One Piece ada juga yang diletakkan di pelantang suara orator.

Ada pula satu orang massa aksi yang tampak menggunakan topi jerami yang mirip dengan milik karakter utama dalam One Piece, Monkey D. Luffy.

Baca juga: Bendera One Piece sebagai Protes Publik, Eks Ketua BEM UNPAD: Kok Bisa Negara Takut Jolly Roger?

Pandangan pakar soal pengibaran bendera One Piece 

Sebelumnya, Pakar Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai maraknya pengibaran bendera One Piece menjelang HUT ke-80 RI tidak perlu direspons berlebihan oleh pemerintah sebagai pemecah belah bangsa, apalagi dimaknai sebagai upaya untuk menggulingkan pemerintah.

Menurut Ubed, sudah barang mafhum publik berekspresi menyampaikan aspirasi maupun kritik melalui simbol.

"Sebagai simbol pesan tertentu secara politik kenegaraan ia mirip sebagai aspirasi warga negara, atau partisipasi warga negara."

"Dalam konteks demokrasi, itu adalah hak warga negara. Dalam konstitusi, partisipasi dilindungi, ia tidak boleh dilihat sebagai ancaman," kata Ubedilah dalam pesan yang diterima Tribunnews.com, Rabu (6/8/2025).

Dia mengatakan dalam lima tahun terakhir, publik tanah air kerap menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah melalui simbol.

Pada rentang 2019 hingga 2024, Ubedilah merinci ada beberapa kritik melalui simbol, di antaranya tagar #reformasidikorupsi, tagar #mositidakpercaya, simbol garuda biru saat aksi Indonesiadarurat, atau simbol garuda hitam saat aksi Indonesia gelap.

"Semua simbol-simbol itu memiliki makna sebagai tanda kritik atau perlawanan terhadap pemerintah, bahwa mereka menyampaikan aspirasi agar KPK tidak dilemahkan, berantas korupsi sampai ke akar-akarnya, tolak nepotisme, membuat undang-undang harus ada meaningful participation, tidak boleh memanipulasi undang-undang atau konstitusi demi kekuasaan, jangan rusak demokrasi, tegakan hukum, tegakan keadilan, beri hak hidup layak untuk buruh, petani, nelayan."

"Beri masa depan Gen-Z yang cerah, jangan rusak lingkungan, dan lain-lain. Itu semua tuntutan mahasiswa dan rakyat saat itu yang ternyata hingga saat ini masih relevan," ujarnya.

Oleh sebab itu, jika muncul simbol perlawanan baru berupa bendera One Piece itu sebagai ekspresi kritik warga negara atau perlawanan terhadap ketidakadilan serta kondisi sosial yang dirasakan masyarakat sepanjang lima tahun terakhir hingga saat ini.

Mereka kecewa dan muak dengan keadaan politik yang tak kunjung serius memperjuangkan hak-hak rakyat.

"Jadi, secara simbolik sosiologis politik, bendera One Piece itu tidak hanya sekadar simbol dari anime, tetapi telah menjadi alat penyampaian pesan tentang harapan akan keadilan dan perubahan. Tidak perlu direspons negatif oleh pemerintah, apalagi direspon berlebihan," ungkapnya.

Apabila pemerintah menilai itu melanggar konstitusi atau undang-undang karena dikibarkan berbarengan dengan bendera merah putih, Ubed menyarankan aparat cukup memberi tahu saja kepada publik untuk tidak mengibarkan bendera One Piece di atas bendera merah putih atau bersamaan dengan bendera merah putih saat hari proklamasi.

"Kan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) hanya menyebutkan setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun. Jadi yang penting Merah Putih tetap berkibar di atas," tandasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Bendera One Piece Berkibar di Tengah Aksi Kamisan Solo, Sebagai Sarana Menyampaikan Keresahan.

(Tribunnews.com/Deni/Mario/Reza)(TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved