Jumat, 3 Oktober 2025

Menteri PPPA Kecam Kekerasan Seksual 9 Santri di Sumenep, Dorong Hukuman Berat bagi Pelaku

Menteri PPPA Arifah Fauzi kecam kasus kekerasan seksual 9 santri di Sumenep, dorong pemberatan hukuman terhadap pelaku.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Glery Lazuardi
Freepik
PELECEHAN SEKSUAL - Menteri PPPA Arifah Fauzi menyampaikan sikap tegas terhadap kasus kekerasan seksual terhadap santri di Sumenep, Jawa Timur. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengecam kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengasuh pondok pesantren terhadap sembilan santri di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. 

Kasus kekerasan seksual ini diduga terjadi sejak 2016 hingga 2024.

"Tindakan kekerasan seksual, terlebih jika dilakukan oleh pihak yang seharusnya berperan sebagai pendamping dan pelindung bagi anak merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan," ujar Arifah melalui keterangan tertulis, Sabtu (26/7/2025).

"Negara berkomitmen hadir dan bertindak atas setiap kasus kekerasan karena kami meyakini tidak satu pun perempuan dan anak boleh menjadi korban kekerasan, terlebih kekerasan seksual,” tambahnya. 

Kasus ini terungkap ketika salah satu korban melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. 

Setelah dilakukan pendalaman kasus, pada 2018, salah seorang korban mengalami kehamilan yang kemudian harus digugurkan. 

"Korban berhak mendapatkan perlindungan, pemulihan menyeluruh, dan akses terhadap keadilan, termasuk restitusi,” katanya. 

Berdasarkan informasi, kasus kekerasan seksual ini dilaporkan kepada Kepolisian Resor Sumenep pada 3 Juni 2025 dan berkasnya telah dilimpahkan kepada Kejaksaan pada 17 Juli 2025. 

Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sumenep telah menangkap pelaku pada 20 Juni di Kabupaten Situbondo. 

"Kami akan terus memantau proses hukum yang berjalan agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ucapnya. 

Pelaku dapat dikenakan pemberatan hukuman pidana, yaitu 1/3 dari ancaman pidana pokok dan pengumuman identitas karena menyalahgunakan relasi kuasa dengan para korban dan melakukan kekerasan seksual lebih dari satu korban. 

Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. 

KemenPPPA mendorong agar aparat penegak hukum dapat menerapkan pemberatan hukuman tersebut.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved