Kelompok Bersenjata di Papua
Satgas Cartenz: KKB Milenial Lebih Sadis, Serang Pemuka Agama hingga Rudapaksa Guru
Kelompok bersenjata generasi baru di Papua disebut makin sadis dan kehilangan nilai adat. Mereka bahkan menyerang guru
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) generasi milenial di Papua dinilai semakin brutal dan tak lagi menjunjung adat istiadat lokal. Satgas Damai Cartenz menyebut kelompok ini bahkan menyerang pemuka agama, memperkosa guru, hingga membunuh warga Papua sendiri.
Kepala Satgas Damai Cartenz 2025, Brigjen Faizal Ramdhani, mengungkapkan bahwa KKB kini telah memasuki generasi ketiga dengan karakteristik jauh berbeda dari pendahulunya. Jika generasi KKB tahun 1960 hingga awal 2000-an masih memegang nilai adat dan etika perang tradisional, kelompok baru justru mengabaikan semua norma tersebut.
"Generasi milenial ini pelakunya berusia 30-an ke bawah. Mereka tak lagi memegang adat Papua. Dulu, KKB tidak pernah menyakiti guru, pemuka agama, atau tenaga kesehatan. Sekarang, itu semua dilanggar," ujar Faizal kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Ia mencontohkan kasus tragis yang pernah terjadi beberapa tahun lalu, saat para guru dikumpulkan di rumah dinas dan diperkosa oleh mantan murid mereka sendiri yang kini bergabung dengan KKB.
"Yang memperkosa ya anak-anak muridnya dulu. Semua nilai adat dilanggar," katanya.
Lebih lanjut, Faizal menegaskan bahwa KKB milenial aktif di lima dari 14 kabupaten rawan konflik di Papua dan tak segan membunuh sesama orang Papua.
“Dulu, kelompok senior tidak akan beraksi saat hari Minggu atau Desember karena menghormati bulan ibadah. Sekarang, hari apa pun mereka beraksi,” ujarnya.
Baca juga: Selain Judi Online, 571 Ribu Penerima Bansos Juga Terindikasi Terlibat Korupsi dan Terorisme
Motivasi para anggota KKB generasi baru dinilai lebih sporadis dan tidak berlandaskan ideologi kuat. Narasi "Papua Merdeka" masih digaungkan, tetapi menurut Faizal, ada faktor lain yang ikut memicu, seperti kemiskinan, pengangguran, dan akses pembangunan yang minim.
“Pasti ada faktor-faktor ikutan. Keterbatasan lapangan kerja, ketimpangan pembangunan, dan frustrasi sosial ikut menyumbang kenapa mereka bergabung,” tambahnya.
Satgas Damai Cartenz menyerukan kolaborasi antarlembaga untuk menanggulangi radikalisasi ini.
“Polri dan TNI tidak bisa bekerja sendiri. Butuh sinergi semua pemangku kebijakan untuk menangani persoalan Papua secara menyeluruh,” tegas Faizal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.