Napas Barang-Barang Antik di Selasar Pasar Triwindu Solo
Menelusuri Pasar Triwindu Solo yang memiliki banyak koleksi barang antik dan kebaya kuno, simak informasi dan sejarahnya.
TRIBUNNEWS.COM - Gemerlap lampu tua yang tergantung rapi samar-samar menyibakkan mata ketika memasuki kawasan Pasar Triwindu Solo, Selasa (15/7/2025).
Redup cahaya yang menerangi semakin menghidupkan kesan lawas dan antik ketika menyusuri lorong-lorong pasar.
Pasar Triwindu merupakan pasar khusus menjual barang antik, langka hingga bekas, yang terletak di tengah-tengah Kota Solo, selatan kompleks Mangkunegaran.
Tepatnya di Jalan Diponegoro, Keprabon, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Di lantai satu, Tribunners akan menemukan mayoritas kios menjual barang-barang antik, seperti hiasan dinding, jam analog, lampu, kamera analog, dan masih banyak lagi.

Beranjak ke lantai dua, Tribunners akan disuguhi banyak kebaya-kebaya kutu baru model lama yang saat ini ramai digandrungi anak muda.
Pasar yang buka dari siang hingga sore ini menawarkan harga barang mulai dari Rp 5.000 hingga jutaan rupiah.
Dikenal hingga Mancanegara
Setiap kali melangkah ke dalam pasar, kita tidak akan berhenti dimanjakan dengan pemandangan barang-barang tua yang antik dan unik.
Barang antik itulah yang memantik wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara, khususnya kolektor barang antik.
“Sebetulnya sudah terkenal di mancanegara bukan akhir-akhir ini, dari dulu, cuma ini tambah semarak karena ada teknologi (media sosial) yang bisa langsung menyebarkan luas jadi lebih gampang. Kalau dulu ga ada,” ungkap Yoyok (60) salah satu pemilik kios di Pasar Triwindu Solo.
Yoyok menambahkan, Pasar Triwindu pada tahun 90an justru kurang dikenal oleh masyarakat sendiri.
“Kalau ramainya itu, tahun 90an itu ramai sekali mbak. Tiap hari ada orang ada pembeli. Dan kebanyakan tahun 90an ke bawah itu turis mancanegara yang datang. Kalau hanya kita sendiri itu sedikit sekali yang tau,” tambahnya.

Namun, Yoyok juga menambahkan bahwa setelah direvitalisasi oleh pemerintah di tahun 2008, Pasar Triwindu Solo kembali ramai dikunjungi pengunjung.
Ramai Dikunjungi Anak Muda karena Viral di Media Sosial
Nama Pasar Triwindu Solo semakin dikenal masyarakat Indonesia sejak ramai beredar di media sosial TikTok.
“Ya Alhamdulillah kalau pengunjung memang banyak ini udah mulai. Terutama remaja-remaja itu hampir tiap hari, hampir (tiap) liburan mesti banyak. Dan dari wisata-wisata itu banyak yang datang ke sini,” kata Yoyok.
Pengunjung yang datang ke Pasar Triwindu Solo tidak hanya dari warga lokal saja, bahkan banyak yang dari luar kota.

Eranda (23) pengunjung asal Surabaya bersama temannya Fitri (23) asal Sragen mengaku datang ke Pasar Triwindu Solo karena tertarik dengan barang antik.
“Karena tertarik sama barang-barang antik, apalagi Solo itu terkenalnya kayak budayanya masih kental masih asri masih bagus banget jadi kayak pengen aja gitu menyusuri Pasar Triwindu,” ucap Eranda.
Sementara itu, Fitri sendiri mengaku tidak menemukan pasar serupa di kota tempat tinggalnya.
“Tertarik dengan yang antik-antik sama pengen cari kebaya. Sama karena di kota aku gaada sih,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Eranda dan Fitri sepakat perlu adanya pelestarian dan pemeliharaan terhadap tempat-tempat seperti ini kedepannya sebagai bentuk menjaga budaya.
“Fasilitas umum toilet, mushola, tempat wudhu, tempat sampah itu lebih dikelihatanin. Kadang kita kalo nyari tempat sampah di mana ya? Kaya kalo mau sholat ada mushola tapi wudhunya di mana? Jadi kaya kurang,” ujar Fitri.

Kendati demikian, mereka tetap mengapresiasi keberadaan Pasar Triwindu Solo yang sangat antik ini.
“Keren sih, bagus dan semuanya bener-bener sangat antik. Suasananya masih kaya jadul. Apalagi sekarang gen z suka yang antik-antik kalcer gitu,” ungkap Eranda.
Sejarah Pasar Triwindu Solo
Dilansir dari laman wonderfulimages.kemenparekraf.go.id, Pasar Triwindu berdiri sejak tahun 1939.
Pada awalnya kondisi Pasar Triwindu belum sebagus saat ini, masih beratapkan seng dan belum berlantai dua.
Pembangunan baru dilakukan oleh Dinas Perdagangan Pemerintah Kota Surakarta pada tahun 2008.
“Dulu masih atap-atap seng. Tahun 2008 dibangun seperti ini,” ungkap Yoyok.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Suwardi (60), salah satu tukang parkir yang sudah berada di kawasan Pasar Triwindu sejak kecil hingga saat ini.
“Sebelum dibangun ini hanya kios kecil-kecil beratap seng dan oprokan oprokan itu tidak sebagus ini awalnya,” kata Suwardi.
Nama Triwindu memiliki nilai filosofis tersendiri karena dibangun pada tahun 1939 oleh KGPAA Mangkunegara VII sebagai peringatan 24 tahun, atau tiga windu masa pemerintahannya.
(mg/Rohmah Tri Nosita)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Sumber: wonderfulimages.kemenparekraf.go.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.