Mapolsek Kayangan Dibakar Massa
Kesaksian Rizkil Watoni Ingin Mati daripada Bayar Polisi, Kisah ASN Depresi Ditekan Oknum
Kematian Rizkil Watoni mengundang amarah warga hingga membakar Mapolsek Kayangan Lombok Utara, sang ayah ungkap anaknya tak mau bayar polisi
TRIBUNNEWS.COM - Kematian Rizkil Watoni (27), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), memicu kemarahan warga dengan aksi perusakan Mapolsek Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), kini menjadi perhatian.
Rizkil Watoni adalah ASN yang kabarnya juga berjualan es untuk menafkahi keluarganya di Desa Sesait, Lombok Utara.
Rizkil Watoni alias RW memilih mengakhiri hidup pada Kamis (13/3/2025) malam, diduga depresi karena disebut dipaksa membayar uang Rp90 juta oleh oknum Polsek Kayangan.
Menurut keterangan ayah Rizkil Watoni, Nasrudin (53), anaknya merasa tertekan dan sering mengeluh sebelum ajal menjemput.
Rizkil disebutnya terus dipaksa oknum Polsek Kayangan untuk mengakui perbuatan mencuri handphone, padahal sang anak tak melakukannya.
"Dia lebih baik mati daripada mengaku," kata Nasrudin, Selasa (18/3/2025), dikutip dari Kompas.com.
RW sebelumnya diproses oleh aparat kepolisian buntut kasus pencurian handphone milik seorang karyawan Alfamart pada Jumat (7/3/2025).
Ia dikabarkan tertekan, padahal korban tidak sengaja salah mengambil ponsel milik karyawan Alfamart dan memasukkannya ke dalam tas.
"Tidak sampai 24 jam HP-nya langsung dikembalikan," kata Wardiono, Kepala Dusun Batu Jompang, Selasa.
Wardiono pun mengungkapkan, pihak pelapor dan terlapor telah membuat surat damai setelah kejadian, yang disaksikan kepala dusun dan pemilik HP.
Meskipun sudah ada kesepakatan damai, kasus tersebut tetap diproses oleh aparat kepolisian.
Baca juga: Polsek Kayangan Lombok Utara Dirusak Warga Buntut ASN Bunuh Diri, Ayah Korban: Almarhum Depresi
"Ini yang membuat kami heran, bahkan menurut ayah korban, korban ditakut-takuti akan dihukum penjara 5 tahun dan denda 500 juta, kan aneh itu kasus pencurian yang tidak terbukti," tuturnya.
Kemarahan Warga
Puncak amarah warga atas kasus tersebut berujung kepada perusakan Mapolsek Kayangan.
Sekolompok warga mendatangi dan merusak Mapolsek Kayangan pada Senin (17/3/2025) malam.
Pascaperusakan, kondisi Mapolsek Kayangan kini telah kondusif dengan penjagaan ketat oleh aparat Polres Lombok Utara dan Sat Brimob Polda NTB.
Alfamart di pertigaan Kayangan, yang juga menjadi sasaran kemarahan warga, dijaga secara ketat oleh aparat kepolisian.
Perusakan tersebut meninggalkan kerusakan signifikan, termasuk pecahan kaca, pintu pagar yang rusak, dan dua unit sepeda motor yang hangus terbakar.
Hampir seluruh kaca jendela dan pintu pecah, menyisakan hanya kusen aluminium.
Sisa batu yang dilemparkan ke arah Polsek telah dikumpulkan sebagai barang bukti terkait perusakan tersebut, sedangkan garis polisi dipasang di sejumlah titik di Mapolsek Kayangan.
Menurut DK, seorang warga yang berada di lokasi kejadian, jumlah aparat tidak sebanding dengan massa yang hadir.
"Saya ada di depan Polsek saat kejadian, polisi lainnya melindungi keluarganya karena asrama tepat di belakang Polsek," ujarnya.
Bantahan Polisi
Isu oknum polisi meminta uang hingga membuat Rizkil Watoni bunuh diri dan berujung warga Dusun Batu Jompang, Desa Sesait menyerang markas Polsek Kayangan, Lombok Utara, Senin (17/3/2025) malam lalu, dikutip dari TribunLombok.com.
Kecurigaan itu pun diungkapkan Nasruddin, ayah korban. Ia menduga anaknya bunuh diri lantaran tertekan oleh kasus dugaan pencurian yang dialaminya.
Meski demikian, isu tersebut langsung dibantah Kepala Kepolisian Resor Lombok Utara, AKBP Agus Purwanta.

Ia menjelaskan kasus perusakan Mapolsek Kayangan dipicu kesalahpahaman warga.
Penyerangan tersebut, menurut dia bukan dipicu oknum polisi yang meminta uang damai untuk menutupi kasus dugaan pencurian HP di salah satu toko modern.
"Tidak ada, itu hanya isu, tidak ada polisi minta uang," tegas Purwanta.
Purwanta mengatakan, situasi di Polsek Kayangan sudah aman dan kondusif.
Desak Kapolda Turun Tangan
Pengacara Publik Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) serta pengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram (FH UMMAT), Yan Mangandar Putra, memberikan tanggapan mendalam atas peristiwa tragis yang menimpa Rizkil Watoni serta insiden pembakaran Kantor Polsek Kayangan, Polres Lombok Utara.
"Saya turut berduka atas wafatnya almarhum Rizkil Watoni. Dugaan kuat ia mengalami stres berat usai menjalani pemeriksaan di kantor polisi terkait kasus dugaan pencurian telepon genggam."
"Semoga almarhum husnul khatimah, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan serta ketabahan menghadapi ujian ini," ujar Yan Mangandar.
Menurutnya, berdasarkan berbagai sumber, Rizkil Watoni dikenal sebagai anak yang baik dan bertanggung jawab.
Ia menilai insiden tertukarnya telepon genggam di sebuah swalayan modern seharusnya tidak serta-merta dianggap sebagai tindakan kriminal.
"Korban tidak memiliki niat menguasai barang milik orang lain. Setelah menyadari HP yang dipegang bukan miliknya, ia langsung mengembalikannya."
"Namun, laporan ke polisi tetap berlanjut, bahkan mediasi yang cukup panjang dilakukan, hingga korban diminta tetap tinggal di kantor Polsek," jelasnya.
Yan Mangandar menilai ada indikasi ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus ini oleh pihak Polsek Kayangan.
"Kasus kecil seperti ini harusnya cukup diselesaikan dengan mempertemukan kedua belah pihak untuk menjelaskan situasi."
"Tidak harus panggil pihak lain, ada ganti rugi, dipaksa mengaku dan diancam penjara dan denda bahkan dilakukan upaya paksa menahan kebebasan korban untuk pulang dengan disuruh tetap di kantor polsek," tegasnya.
Ia menambahkan, pembatasan kebebasan seseorang tanpa dasar hukum yang jelas dapat berdampak serius terhadap mental korban.
"Jelas cara seperti ini berdampak ke mental korban, bahkan dari orang yang tidak berbuat, bisa berubah jadi seakan berbuat seperti yang disangkakan karena selama di akukan upaya paksa berpotensi mengalami intimidasi dan dicap masyarakat telah berbuat dengan keberadaanya cukup lama di kantor polisi," paparnya.
Lebih lanjut, Yan Mangandar menyoroti, dalam hukum acara pidana serta aturan internal kepolisian, penggunaan upaya paksa seharusnya menjadi langkah terakhir, bukan langkah utama.
"Polsek bisa saja berdalih bahwa mereka tidak melakukan penangkapan atau penahanan, tetapi faktanya korban dilarang pulang dan dipaksa tetap berada di kantor polisi. Itu sudah tergolong sebagai bentuk upaya paksa," ujarnya.
Terkait peristiwa pembakaran Kantor Polsek Kayangan yang terjadi setelah insiden tragis ini, Yan Mangandar meminta agar pihak kepolisian tidak buru-buru melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat yang terlibat.
Ia menilai, aksi tersebut bisa saja merupakan akumulasi dari kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan Polsek selama ini.
"Daripada langsung mencari siapa yang bersalah, lebih baik memahami kondisi psikologis masyarakat yang mungkin sudah lama merasa tidak puas dengan pelayanan kepolisian setempat."
"Harusnya, polisi menjadi pelindung dan lebih dekat dengan masyarakat, bukan malah membatasi diri dan menciptakan jarak dengan warga sekitar," tuturnya.
Yan Mangandar mendesak Kapolda NTB untuk turun tangan langsung dalam menyelidiki kasus ini secara transparan.
"Saya berharap Kapolda NTB membentuk tim khusus yang melibatkan pihak luar, seperti Ombudsman dan akademisi, agar pemeriksaan berjalan lebih objektif."
"Jangan sampai ada upaya menutup-nutupi persoalan yang berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian," ujarnya.
Penyelidikan Polisi
Sebelumnya, Kapolda NTB, Irjen Pol Hadi Gunawan, buka suara terkait insiden perusakan markas Polsek Kayangan, Lombok Utara yang terjadi pada Senin (17/3/2025) malam.
Merespons peristiwa itu, Irjen Pol Hadi Gunawan bergerak cepat dengan datang langsung mengecek tempat kejadian perkara (TKP).
Terkait kejadian ini, pihak Polda NTB masih menyelidiki penyebab atau pemicu insiden tersebut, termasuk isu oknum kepolisian yang menyulut kemarahan warga.
"Masih diselidiki (pemicu) yang sebenarnya," ucap Irjen Pol Hadi Gunawan, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun Lombok, Selasa (18/3/2025)
Lebih jauh ia menjelaskan, secara garis besar penyerangan Polsek Kayangan diduga imbas dari adanya kesalahanpahaman di salah satu toko modern di wilayah Kayangan.
Hal ini diawali dengan beredarnya rekaman CCTV seorang warga Kayangan diduga mengambil HP milik karyawan.
Dalam video tersebut, pria yang diketahui berstatus ASN tersebut terlihat mengambil HP di meja kasir dan memasukkan HP tersebut ke dalam tas miliknya.
Informasi lain menyebutkan, sebelumnya korban atas nama Rizkil Watoni berbelanja dan menitip cas HP. Namun, ia salah mengambil HP, yang ternyata milik pegawai setempat.
Setiba di rumahnya, almarhum baru sadar, HP yang dibawa buka miliknya, melainkan milik pegawai Alfamart, sehingga ia berinisiatif untuk mengembalikan.
Namun, pegawai Alfamart sudah telanjur melapor ke Polsek Kayangan. Sehingga, dilakukan mediasi di kator Polsek Kayangan dan akhirnya sepakat damai.
Sayangnya, korban diduga depresi lantaran rekaman video CCTV yang beredar. Dalam video itu, Rizkil Watoni dinarasikan sebagai pencuri, sehingga almarhum sangat tertekan dan malu, sampai akhirnya memilih menghabisi nyawanya sendiri.
Setelah mengetahui korban bunuh diri, warga yang termakan emosi ramai-ramai mendatangi Polsek Kayangan dan melakukan perusakan.
Warga memecahkan kaca, jendela, dan fasilitas lainnya di Polsek Kayangan. Bahkan, sepeda motor yang terparkir ikut menjadi sasaran amukan warga. Tidak hanya itu, pagar polsek juga dibakar.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Pengacara Publik Desak Polda NTB Investigasi Kematian ASN dan Perusakan Polsek Kayangan
(Tribunnews.com/ Chrysnha/TribunLombok.com/Robby Firmansyah/Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.