Anggota Polres Mamuju Tengah Bripda NI Diduga Aniaya dan Paksa Aborsi Pacarnya, Diperiksa Propam
Anggota Polres Mamuju Tengah diduga menganiaya dan memaksa aborsi pacar yang dihamilinya. Kini, dia tengah menjalani pemeriksaan oleh Propam.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
Berdasarkan unggahan tersebut, maksud Ipda Yohananda Fajri memaksa pacarnya aborsi demi menyelamatkan kariernya di kepolisian.
Namun, nyatanya, kasus ini berujung damai setelah kedua belah pihak melakukan mediasi di sebuah kafe di Bali dengan mediator dari Propam Polda Aceh pada 31 Januari 2025 lalu.
Hal ini disampaikan oleh Kabid Propam Polda Aceh Kombes Edwwi Kurniyanto saat rapat bersama Komisi III DPR pada Kamis (6/2/2025).
“Dengan hasil sepakat berdamai dan tidak memperpanjang permasalahan kedua belah pihak yang selama ini dipermasalahkan,” katanya.
Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo pun mengkritik upaya perdamaian tersebut dan dianggap sebagai langkah tak masuk akal.
Menurutnya, masalah aborsi bukan soal pribadi, tetapi sudah masuk dalam tindak pidana.
“Bagi saya, Pak, ini tindak pidana. Ada banyak pasal yang mengatur aborsi, Pak,” ujarnya.
“Makanya saya tergelitik, seakan-akan ini bukan kasus [pidana], Pak,” sambung Rudianto.
Rudi menganggap Propam Polda Aceh seakan melindungi Ipda Yohananda Fajri dari sanksi pidana.
“Sedih saya Pak, kalau kemudian ada oknum yang harusnya ditindak sebagai pelayan, pelindung masyarakat lalu kemudian dia melakukan melanggar hukum lalu kemudian dia terkesan dilindungi, ya ini jadi pertanyaan publik,” ujarnya.
Baca juga: Anggota DPR Geleng-geleng Respons Kasus Polisi Paksa Pacar Aborsi di Aceh: Sulit Diterima Akal Sehat
Sementara, menurut anggota Komisi III DPR dari Demokrat, Hinca Pandjaitan menganggap upaya mediasi yang dimediatori oleh Propam Polda Aceh menjadi cara untuk menutupi kasus.
Hinca menyebut Propam Polda Aceh hingga mau terbang ke Bali untuk memediasi kedua belah pihak menjadi contoh bagaimana upaya untuk membela Ipda Yohananda.
“Dan itu telanjang di mata publik. Menurut saya ini kesalahan fatal. Ini bukan mitigasi ini, upaya untuk menutupi kalau menurut saya,” kata Hinca.
Namun, pada kesempatan yang berbeda, Edwwi menjelaskan bahwa pihaknya hanya menangani pelanggaran kode etik terhadap Ipda Yohananda yang dianggap telah mencoreng citra institusi Polri.
"Propam Polda Aceh hanya menangani tentang pelanggaran kode etik, karena adanya pemberitaan negatif yang menurunkan citra Polri," katanya, dikutip dari Kompas.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.