Selasa, 30 September 2025

Pengabdian Dini, Turunkan Stunting dan Jadi Garda Terdepan Kesehatan Warga Desa Terpencil di NTT

Selama 7 tahun ini, Dini mengabdi di sebuah desa terpencil di NTT. Ia jadi garda terdepan kesehatan warga di sana dan turunkan angka stunting.

|
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nuryanti
Instagram/dwiaudn_
Bidan Dini saat melakukan pemeriksaan kesehatan dan memberikan obat pada Opa Gabriel, warga Desa Uzuzozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama 7 tahun ini, Dini mengabdi di sebuah desa terpencil di NTT. Ia jadi garda terdepan kesehatan warga di sana dan turunkan angka stunting. 

Sebab selama ini, tak pernah ada orang yang mau menjadi tenaga kesehatan di Uzuzozo. Akses yang sulit dan tak ada sinyal kala itu, menjadi alasan.

Hanya diiming-imingi seekor anjing sebagai DP sekaligus gaji pertama, Dini menerima tawaran tersebut.

"Saya punya keresahan sebagai anak muda yang belajar dan bersekolah di luar, saya ingin bikin sesuatu di kampung," ungkap Dini seraya menambahkan, dirinya digaji menggunakan Dana Desa yang cairnya setiap 6 bulan atau satu tahun sekali.

Saat memulai sebagai tenaga kesehatan di Desa Uzuzozo, perjalanan Bidan Dini seperti mulai dari nol. Sejumlah masalah kesehatan begitu kompleks, layaknya fenomena gunung es.

Bidan Dini saat memasang stiker P4K
Bidan Dini saat memasang stiker P4K di rumah salah satu warga Desa Uzuzozo yang diketahui sedang hamil.

Tak ada data berapa jumlah ibu yang sedang hamil. Tidak ada kegiatan posyandu, imunisasi, atau kegiatan pelayanan kesehatan dasar bagi ibu-anak. 

Sanitasi Total Berbasis Masyakarat (STBM) carut marut karena perilaku buang air besar masih banyak dilakukan di sungai.

Begitu juga dengan pemantauan kesehatan warga lainnya. Hampir sebagian warga di sana menjalani pengobatan secara tradisional.

Penyebabnya, akses menuju ke puskesmas di kecamatan memakan waktu sekira 1,5 jam dan sulitnya moda transportasi.

Oleh karena itu, hampir semua ibu hamil tidak pernah menjalani pemeriksaan kesehatan seperti USG. Alhasil mereka tidak mendapatkan vitamin atau obat.

Mereka pun melahirkan di rumah dengan bantuan dukun bersalin, tanpa prosedur kesehatan serta alat-alat yang steril.

"Sebelum saya datang, memang ada kasus seperti kematian ibu atau bayi yang baru dilahirkan. Hanya saja tidak diketahui angka kematiannya, karena tidak didata," ujarnya.

Belum lagi, Dini berhadapan dengan banyaknya mitos dan kepercayaan seputar kesehatan yang selama ini diyakini. 

Namun, hal itu tak meruntuhkan tekad Dini mengabdi di Uzuzozo. Ia tetap datang, membawa sejumlah program kesehatan dan perubahan besar. Secara perlahan, Dini melakukan revolusi kesehatan besar-besaran pada warga.

Meski berstatus sebagai 'anak kampung sebelah', toh, kedatangan Dini tetap mendapat penolakan. Ia sempat dianggap sebagai ancaman bagi dukun bersalin lantaran dianggap merebut mata pencaharian mereka.

"Pasti ditolak saat pertama masuk kampung. Apalagi saya belum punya anak, belum punya suami. Mereka berpikir, anak ini buat apa di sini? Memangnya dia siapa sampai ngatur-ngatur kita," ujar Dini yang kala itu masih berusia 22 tahun.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved