Polemik Chattra Borobudur
Chattra Borobudur Tinggalan van Erp Dibongkar dan Akan Dipasang di Puncak Candi
Tim BRIN dan Ditjen Bimas Budha Kementerian Agama RI saat ini Tengah mempersiapkan pembongkaran dan pemasangan chattra di Balai KoOnservasi Borobudur.
Editor:
Setya Krisna Sumarga
Oleh karena itu, bentuk dan gaya arsitektur stupa dapat berbeda-beda, baik antar daerah maupun antar negara.
Perbedaan-perbedaan itu bisa dilihat di negara-negara Asia yang pengaruh ajaran Buddha kuat atau berkembang, seperti India, Sri Lanka, Thailand, Kamboja, Nepal, dan Tibet.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, desakan agar chattra dipasang di stupa induk Candi Borobudur kian menguat.
Kementerian Agama RI lewat Ditjen Bimas Budha menjadi leading sector yang mempromosikan wacana itu lewat berbagai forum.
Di situs Kemenag RI pada 22 Februari 2024 dipublikasikan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrebang) Tingkat Nasional 2024 Direktorat Bimbingan Masyarakat Buddha di Jakarta.
Disebutkan di artikel itu sejumlah akademisi dan pemerhati candi mendorong agar pemasangan chattra atau payung di puncak Candi Borobudur segera diwujudkan.
Mereka menilai kehadiran chattra diyakini akan memberikan banyak dampak positif bagi umat Buddha, baik di Indonesia maupun dunia.
Chattra mengandung banyak makna filosofis yang sangat mendalam melebihi aspek kesejarahan dan arkeologis.
Hadir dalam diskusi tentang chattra ini antara lain Stanley Khu, dosen Antropologi Universitas Diponegoro Semarang, Prawirawara Jayawardhana (Pemerhati Buddhis Nusantara) dan Hendrick Tanuwijaya (pemerhati Candi Borobudur).
Stanley Khu berpandangan sekarang sudah tiba waktunya untuk memahami Candi Borobudur tidak hanya sebagai candi dalam konteks historis atau arkeologis.
Chattra menurut Stanley Khu berpotensi untuk secara simbolik mewakili imajinasi kolektif umat Buddhis tentang ruang sakral mereka.
"Patut diingat bahwa dalam tradisi keagamaan manapun, ruang sakral berikut ornamen-ornamen pelengkapnya sebagai aspirasi umat serta bangkitnya kesadaran dan kepedulian pemuda-pemudi Buddhis di Indonesia terhadap isu chattra dan kemungkinan pemasangannya di stupa Borobudur dapat dibaca sebagai kebutuhan mendasar umat beragama untuk membayangkan sebuah cara hidup ideal yang bajik dan bermakna, baik bagi diri mereka maupun pihak lain, " terangnya.
Sementara menurut Prawirawara Jayawardhana, chattra memiliki catatan sejarah dan dasar filosofi yang sangat jelas serta mendalam di dalam Buddhisme. Keutamaan itu terbukti baik menurut tradisi teks Pali maupun Sanskrit, maupun Sutrayana dan Tantrayana.
“Konsep payung sebagai pelindung bagi makhluk-makhluk suci, bisa ditemukan antara lain mulai dari Mucalindasuttam, hingga Lalitawistara Sutra, Gandawyuha Sutra, Karmawibhangga Sutra, Jatakamala hingga berbagai kisah di dalam Awadana. Dan kebetulan sekali pula, Candi Borobudur menyimpan catatan atas sutra-sutra tersebut dalam bentuk ukiran-ukiran relief di dindingnya,” terang Prawirawara.
Dia menyoroti selama ini, polemik pemasangan chattra hanya dibahas dari satu sisi keilmuan arkeologi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.