Sabtu, 4 Oktober 2025

Kecelakaan Maut di Subang

Soal Tragedi Kecelakaan Maut di Ciater Subang, Sejumlah Pihak Minta Study Tour Dilarang

Setelah terjadi kecelakaan maut bus yang menewaskan belasan orang, sejumlah pihak melarang atau melakukan evaluasi tentang adanya study tour.

kolase Tribunnews.com/TribunJabar
Kolase foto Kepala Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Pudji Hartanto dan Dedi Mulyadi saat berada di Terminal Subang untuk melihat kondisi bus Putera Fajar yang mengalami kecelakaan, Senin (13/5/2024). 

“Saya meminta pihak kepolisian dan Kemenhub untuk mengusut tuntas berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh PO bus ini. Jangan sampai kejadian serupa kembali terjadi dan memakan korban lain,” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Seperti diketahui bus Putera Fajar yang mengalami kecelakaan tersebut telah berusia tua. Hanya saja bus tersebut telah mengalami berbagai modifikasi dan upgrade pada bagian bodynya. Tidak hanya itu, bus pun dibuat lebih tinggi dari ukuran standard agar terlihat lebih kekinian.

Kata Pengamat

Pengamat pendidikan Ubaid Matraji meminta sekolah untuk menghapus semua kegiatan yang di luar sekolah, apalagi yang memungut dana dari siswa, semisal acara perpisahan sekolah, study tour, atau wisuda, yang menurutnya tidak memiliki manfaat pada meningkatkan pendidikan dan pembelajaran.

Ubaid mengatakan, semua kegiatan sekolah harus berkontribusi dengan pembelajaran di sekolah.

"Jangan membuat acara-acara yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan, dengan pembelajaran, justru memperberat orang tua," ujarnya, Minggu (12/5).

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ini menuturkan, daripada menggelar kegiatan study tour atau wisuda dimana sering dikeluhkan memberatkan orang tua karena memungut biaya yang tidak sedikit, sekolah harusnya fokus untuk membina minat dan bakat anak semaksimal mungkin.

Mengembangkan karakter siswa dengan baik dan mempersiapkan para siswa agar jadi pribadi tangguh di tengah masyarakat.

"Jangan gelar acara foya-foya, tidak semua orang tua murid memiliki ekonomi yang bagus untuk membayar kegiatan itu. Apalagi saat siswa tidak ikut kegiatan ada diskriminasi yang dilakukan misalkan mengancam surat kelulusan tidak dikeluarkan atau bahkan menahan ijazah," kata Ubaid.

Dengan demikian, ia mendorong agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengeluarkan kebijakan melarang sekolah menyelenggarakan kegiatan study tour.

"Itu kegiatan akal-akalan sekolah dan komite sekolah, yang kemudian dikait-kaitkmkan dengan kegiatan sekolah. Kenapa harus keluar sekolah, harus keluarkan dana, orang tua sampai berutang? Jadi sebenarnya wisuda, study tour itu tidak ada hubungannya sama pendidikan, sama pembelajaran," ujarnya.

Namun, Executive Director Center for Education Regulations & Developent Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji menilai bahwa kegiatan study tour tak dapat dilihat secara hitam-putih, alias sebatas benar dan salah.

Namun, diakuinya, kegiatan tersebut memang berpotensi dimanfaatkan untuk menggali keuntungan komersial bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum-oknum tersebut biasanya mengambil keuntungan dengan membebankan biaya mahal dalam kegiatannya.

"Ada yang memang untuk kepentingan oknum-oknum pejabat sekolah, kepentingan komersial, nyari duit. Kalau itu saya tolak," ujarnya.

Selain keuntungan pribadi bagi oknum-oknum, tak jarang praktik kegiatan seperti study tour dilakukan untuk menutupi anggaran sekolah yang kurang. Hal itu layaknya tambal sulam anggaran untuk operasional sekolah.

Padahal, orang tua/wali murid kerap diberatkan dengan harga kegiatan yang harus dibayarkan.
"Banyak sekarang sekolah, termasuk sekolah negeri, itu mengadakan study tour tujuannya adalah dari sisi komersial, buat cari duit. Dan itu sering memberatkan orang tua. Entah untuk nutupi anggaran-anggaran yang enggak ketutup, banyak kegiatan yang enggak bisa dibayarkan," ujar Indra.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved