Adik Menteri Pertanian Haris Yasin Limpo Dituntut 11 Tahun Penjara Kasus Korupsi PDAM Makassar
Selain menjatuhkan tuntutan 11 tahun, JPU juga menjatuhkan pidana denda ke terdakwa HYL sebesar Rp500 juta subsaider 6 bulan kurungan.
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Jaksa penuntut umum menuntut Direktur PDAM Makassar periode 2015-2019 Haris Yasin Limpo (HYL) 11 tahun penjara.
Jaksa menilai adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar periode 2017-2019.
Baca juga: Identitas 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi PDAM Makassar, Para Tersangka Ditahan di Rutan Makassar
"Menjatuhkan pidana 11 tahun penjara kepada terdakwa H haris Yasin Limpo dengan pidana 11 tahun dikurangi selama masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata JPU Muh Yusuf saat membaca tuntutan di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (31/7/2023).
Selain Haris Yasin Limpo, Mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar, Irawan Abadi juga dituntut dengan hukuman 11 tahun penjara.
Selain menjatuhkan tuntutan 11 tahun, JPU juga menjatuhkan pidana denda ke terdakwa HYL sebesar Rp500 juta subsaider 6 bulan kurungan.
"Empat menghukum terdakwa untuk membayar kerugian negara uang sebesar Rp12.569.890.000 juta dengan ketentuan uang pengganti tersebut tidak dibayar selama 1 bulan," ujarnya.
Setelah putusan pengadilan, lanjut Yusuf, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang untuk menutupi pembayaran uang pengganti tersebut.
"Dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan maka harta benda terdakwa disita oleh jaksa," ujar Yusuf.
"Untuk dilelang menutupi uang pengganti tersebut (atau) diganti penjara selama 5 tahun dan 6 bulan," sambungnya.
Jaksa mengatakan, kedua terdakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 20.318.611.975.
Keduanya berperan melakukan pengusulan pembagian laba PDAM Makassar pada tahun 2016 silam.
"Telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus atau jasa produksi," ucapnya.
"Serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota," tulis dakwaan JPU.
Jaksa mendakwa Haris dan Irawan telah melakukan perbuatan tersebut secara berturut-turut setidaknya lebih dari satu kali.
Adapun tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, yakni penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus atau jasa produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019.
Baca juga: 2 Mantan Direktur PDAM Makassar Diperiksa Kejati Sulsel Terkait Dugaan Korupsi Penggunaan Dana PDAM
"Dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Walikota dan Wakil Walikota, Tahun 2016 sampai dengan 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan," bebernya.
Upaya Eksepsi Ditolak
Majelis hakim sebelumnya menolak eksepsi Haris Yasin Limpo.
Penolakan eksepsi dibacakan majelis hakim yang dipimpin Hendri Tobing saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar, Jl RA Kartini Senin (29/5/2023) siang.
"Mengadili, dan menyatakan keberatan atau eksepsi dari tim penasehat hukum saudara terdakwa tidak diterima," kata Hendri Tobing saat memimpin sidang.
Diketahui, terdakwa HYL dan satu terdakwa lain yakni Irawan Abadi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel).
Hal itu lantaran adanya dugaan kerugian negera di tahun tubuh PDAM saat dipimpin Haris Yasin Limpo sebanyak Rp 20 miliar.
Alasan majelis hakim PN Makassar menolak nota keberatan atau eksepsi HYL karena hakim menilai dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel sudah sesuai dengan syarat formil.
Selain itu, majelis hakim juga menganggap eksepsi yang diajukan terdakwa HYL sudah masuk dalam materi pokok perkara.
Baca juga: Haris Yasin Limpo Ditetapkan Sebagai Tersangka, Ini Perannya pada Kasus Dugaan Korupsi PDAM Makassar
Untuk itu, hakim ketua Hendri Tobing meminta ke JPU untuk segera menghadirkan saksi di sidang berikutnya.
"Menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum telah disusun secara cermat, jelas dan tepat," ucap Hendri Tobing.
"Kemudian memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini dengan menghadirkan saksi dan ahli," sambungnya.
Penasihat hukum terdakwa HYL, I Yasser S Wahab, mengaku menghormati keputusan majelis hakim yang menolak eksepsi kliennya.
"Kita tetap menghormati keputusan dari majelis hakim, mau tidak mau harus kita terima untuk lanjut ke pokok perkaranya," ucap Yasser kepada wartawan.
"Tapi tetap juga kita punya pendapat sendiri soal itu," terangnya.
Lebih lanjut Yasser menjelaskan, terkait agenda sidang lanjutan dengan menghadirkan para saksi dan ahli sesuai permintaan majelis hakim.
"Kalau itu sementara kita lihat lagi dulu siapa saksi-saksi yang akan diajukan oleh jaksa penuntut umum," sebut Yasser
Ia mengaku, akan menyusun dan ingin melihat siapa-siapa saksi yang akan dihadirkan oleh penuntut umum.
"Nanti kita sesuaikan juga dengan saksi kita, untuk saksi meringankan, termasuk ahli maupun alat bukti tambahan," bebernya.
Adapun surat dakwaan JPU terhadap terdakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan yaitu para terdakwa didakwa melanggar primair pasal 2 (1) jounto pasal 18 UU Tipikor jounto Psl 55 (1) ke-1 KUHP jounto pasal 64 (1) KUHP.
Subsider perbuatan terdakwa melanggar pasal 3 jounto pasal 18 UU Ripikor jounto pasal 55 (1) ke-1 KUHP jounto Pasal 64 (1) KUHP.
Para terdakwa disebut telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus atau jasa produksi serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan walikota dan wakil walikota.
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 20.318.611.975,60.
Angka kerugian negara itu sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana PDAM Kota Makassar.
Untuk Pembayaran Tantiem, Bonus atau Jasa Produksi Tahun Buku 2017 sampai dengan 2019 Dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Walikota Dan Wakil Walikota, Tahun 2016 sampai dengan 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.
Perbuatan yang dilakukan Para Terdakwa secara berturut-turut dan tidak dapat ditentukan lagi sebanyak berapa kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali dan perbuatan para terdakwa dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling).(*)
Penulis: Muslimin Emba
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi Dituntut 11 Tahun Penjara Kasus Korupsi PDAM Makassar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.