Gempa Berpusat di Cianjur
Cerita Pengungsi Gempa Cianjur Terpaksa Memandikan 11 Jenazah di Parit Belakang Posko Pengungsian
Para pengungsi terpaksa memandikan sebelas jenazah korban gempa di RT 4 RW 2 Desa Cibulakan, Cugeunang, Cianjur, Jawa Barat menggunakan air parit.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak cerita di balik peristiwa gempa magnitudo 5,6 yang mengguncang Kabupaten Cianjur pada Senin (21/11/2022) lalu.
Salah satunya dikisahkan seorang pengungsi korban gempa Cianjur bernama Hj Rosidah.
Baca juga: Korban Gempa Cianjur Bertambah: 271 Meninggal, 61.908 Orang Mengungsi, 40 Orang Masih Hilang
Rosidah mengatakan, para pengungsi terpaksa memandikan sebelas jenazah korban gempa di RT 4 RW 2 Desa Cibulakan, Cugeunang, Cianjur, Jawa Barat menggunakan air di parit belakang posko pengungsian.
Dia mengatakan saat gempa terjadi, ratusan rumah warga rusak.
Bahkan, beberapa rumah warga ada yang rusak total dan tidak bisa ditempati.
Melihat warga telantar, akhirnya warga RT 4 RW 2 Cibulakan bahu membahu membangun tenda seadanya dari terpal.
Ada dua tenda yang dibangun oleh warga dari terpal seadanya.
Bahkan, sebuah tenda diambil dari bekas tenda kurban saat Idul Adha lalu.
Sejak Senin (21/11/2022) puluhan warga tidur di dua tenda seadanya.
Baca juga: Cerita Korban Gempa Cianjur: Tidur di Tenda Pengungsian Bersama Belasan Jenazah, Bingung Mau Kemana
Bahkan, saat sejumlah jenazah mulai berhasil dievakuasi, para pengungsi sempat tidur sebaris dengan 11 jenazah yang dibawa ke dalam tenda tersebut.
Rosidah mengatakan bahwa di tenda yang menjadi posko pengungsian tersebut sempat ditinggali 11 jenazah.
Ketika itu warga bingung mengurus jenazah yang meninggal dunia karena tertimbun bangunan roboh.
Di tengah kebingungan tersebut, jenazah yang sudah dievakuasi ditaruh sementara di tenda pengungsian.
"Karena anak-anak trauma, akhirnya kami pisah jenazah ditaruh di ujung belakang sana sementara warga di depan sini," ucap Rosidah ditemui Rabu (21/11/2022).
Rosidah mengatakan ketika itu bala bantuan seperti mobil jenazah sulit masuk ke desa itu lantaran jalan utama tertutup material bangunan yang roboh.