Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
Ratusan Aremania Meninggal di Kanjuruhan, Bonek Bakal Gelar Salat Gaib
Koordinator Green Nord, Husin Ghozali di Surabaya, harap tragedi ini bisa meneguhkan semangat persatuan antar suporter.
TRIBUNNEWS.COM - Ratusan Aremania, fans fanatik Arema FC, meninggal dunia akibat kerusuhan yang terjadi di penghujung laga Arema FC vs Persebaya di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Bonek, pendukung Persebaya, ikut berduka cita. Mereka berencana menggelar salat gaib.
"Teman-teman dari komunitas kami akan menggelar salat Gaib dan pembacaan Tahlil dan Yasin. Ini akan tersebar di masing-masing tempat komunitas," ujar Koordinator Green Nord, Husin Ghozali di Surabaya, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: Berduka Atas Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Bonek: Ini Sangat Menyayat Hati
Ia menyesalkan terjadinya kerusuhan tersebut dan berharap kejadian yang sama tak terulang lagi.
"Ini sekadar sepakbola. Kenapa harus sampai mengorbankan jiwa? Satu nyawa pun sangat berharga. Football for humanity. Kemanusiaan di atas segalanya," kata pria yang akrab disapa Cak Cong.
Dalam peristiwa tersebut, ia juga memastikan tak ada pendukung Persebaya yang datang di Kanjuruhan.
Dalam kemenangan Persebaya atas Arema FC tersebut (2-3), pihaknya telah menggelar banyak acara nonton bareng di Surabaya untuk mendukung tim kebanggaan tersebut.
"Kami masih menghormati kesepakatan di Polda Jatim tahun 2006. Kami tak saling mengunjungi saat pertandingan. Tak ada Bonek yang berangkat baik individu maupun kelompok,," tegas Cak Cong.
Tak sekadar gerakan internal, ia berharap kejadian ini bisa meneguhkan semangat persatuan antar suporter.
"Kami kesampingkan rivalitas," ucapnya.
Selain suporter, kejadian ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi panitia penyelenggara, PT Liga Indonesia Baru (LIB), hingga keamanan.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang harus dibenahi.
Di antaranya, segi keamanan hingga waktu bermain.
"Kami menyesalkan. Ini harus menjadi evaluasi. Mulai Panpel (Panitia Pelaksana), Operator Liga, broadcaster, keamanan, maupun suporter," katanya.
"Bagi operator, untuk pertandingan besar yang rawan ini kenapa harus dilakukan malam hari? Untuk broadcaster kenapa harus mengejar rating saja? Untuk keamanan, bagaimana SOP dalam menghalau massa? Apalagi banyak stadion yang kurang dalam mitigasi bencana atau peristiwa darurat," katanya.