Buruh Demo
Para Buruh di Jawa Barat Siap Melawan Kebijakan JHT Cair di Usia 56 Tahun
Permenaker yang rencananya akan mulai berlaku Mei nanti itu, ujar Roy, sangat merugikan para buruh.
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Para buruh berencana melakukan perlawanan menyusul terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022, yang mengharuskan para buruh menunggu hingga berusia 56 tahun untuk mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh BP Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang Dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Roy Jinto Ferianto, mengatakan para buruh sepakat menolak aturan tersebut.
"Kami akan melakukan perlawanan secara masif, baik secara hukum maupun dengan aksi-aksi yang akan kami gelar di kantor-kantor BP Jamsostek dan kantor Menteri Ketanagakerjaan," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Minggu (13/2).
Permenaker yang rencananya akan mulai berlaku Mei nanti itu, ujar Roy, sangat merugikan para buruh.
"Permenaker ini membuat para buruh yang terkena PHK maupun mengundurkan diri atas kemauan sendiri tetap harus menunggu usia 56 tahun, baru bisa mencairkan JHT," kata Roy.
JHT, menurut Roy, adalah uang para buruh yang mereka kumpulkan setiap bulannya melalui pemotongan langsung dari upah yang kemudian langsung disetorkan ke BP Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola dana buruh.
"Masa hanya mengambil uang tabungan JHT harus menunggu usia 56 tahun? Para buruh yang terkena PHK atau karena suatu alasan mengundurkan diri tentu saja sangat membutuhkan uang untuk melanjutkan kehidupannya," katanya.
Terbitnya permenaker yang baru, ujar Roy, dapat membuat para buruh berbondong-bondong mengambil uang JHT-nya sebelum permenaker itu diberlakukan.
"Tidak menutup kemungkinan buruh bersama-sama mengambil uang JHT dari BP Jamsostek sebelum Permenaker 2 Tahun 2022 berlaku efektif 2 Mei 2022," katanya
Penolakan terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, juga disampaikan SPSI Kabupaten Sumedang.
"Terlebih kondisi ekonomi buruh belum pulih menyusul terpaan pandemi," kata Guruh Hudhyanto, Ketua DPC SPSI Sumedang, kemarin.
SPSI juga menilai Permenaker Nomor 20 Tahun 2022 itu bertentangan dengan peraturan pemerintah sebelumnya, yakni PP Nomor 46 tahun 2015 yang direvisi menjadi PP Nomor 60 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan JHT.
Di dalam aturan itu, masa pencairan JHT hanya sebulan setelah seseorang tidak bekerja lagi kepada sebuah perusahaan.
"Kami berharap Menteri Tenaga Kerja mencabut aturan ini dan mengembalikan pencairan JHT ke masa tunggu satu bulan setelah pemutusan hubungan kerja," kata Guruh.
Presidium Aliansi Buruh Purwakarta (ABP), Wahyu Hidayat, mengtatakan Permenaker 2/2022 tidak hanya merugikan kalangan buruh pabrik, tapi juga para buruh tani, nelayan, bahkan pengemudi ojek online.
"JHT baru bisa dicairkan ketika usia 56 tahun, lalu bagaimana kalau belum mencapai usia itu ada yang di PHK? Itu kan tabungan untuk menunjang kebutuhan hidup," ujarnya.
Menurutnya, aturan ini sangat tidak adil.
"Kami menuntut agar dicabut. Kami juga minta Presiden untuk mengganti menterinya. Menteri Tenaga Kerja tugasnya mensejahterakan pekerja, bukan menyengsarakannya," ujarnya.
Sebelumnya, kecaman juga datang dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
"Kami berharap menaker meninjau kembali. Permenaker ini tidak berdampak positif pada teman-teman buruh," kata Ketua Bidang Politik KPBI Jumisih kepada Tribunnews, Jumat (11/2).
Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh Jumhur Hidayat, bahkan menilai kebijakan baru ini adalah kebijakan yang sadis.
"Bagaimana tidak sadis, dengan aturan baru itu, bagi buruh yang di-PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tua-nya saat usia pensiun," ujar Jumhur, Jumat (11/2).
Dia lantas mempertanyakan ke mana dana buruh/pekerja selama ini bermuara. Sebab, dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja saat ini, ujarnya, sudah lebih dari Rp 550 triliun.
"Please, janganlah sadis terhadap orang lemah," kata Jumhur.
"Ingatlah bahwa akan ada hari penghakiman di akhirat kelak. Siapapun yang zalim terhadap orang lemah akan mendapat hukuman yang superpedih," ujarnya. (tribunnetwork/syarif abdussalam/kiki andriana/irva maulana)
Baca juga: Muncul Embusan Gas, Pedagang di Kawasan Tangkuban Parahu Sempat Panik