Dugaan Pemerasan Polisi di Medan kepada Istri Tahanan: Suami Diancam Ditembak dan Babak Belur
Propam Polrestabes Medan mengerahkan Paminal menindaklanjuti dugaaan pemerasan yang dilakukan oknum Polsek Helvetia
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Propam Polrestabes Medan mengerahkan pengamanan internal (Paminal) menindaklanjuti dugaaan pemerasan yang dilakukan oknum Polsek Helvetia, Medan, Sumatera Utara.
Oknum Polsek Helvetia disebut berusaha memerasa istri tahanan dengan meminta uang Rp 2 juta.
Uang tersebut sebagai jaminan agar tahanan tidak ditembak di kakinya.
Kejadian tersebut dialami oleh Eva Susmar Munthe yang suaminya ditahan di Polsek Helvetia.
"Semalam Paminal sudah turun ke Polsek untuk meminta keterangan terkait kasus itu. Tapi sampai saat ini kita masih menunggu keterangan dari Paminal," kata Kasi Propam Polrestabes Medan, Kompol Tommy kepada Tribun Medan, Kamis (16/12/2021).
Baca juga: Merasa Dihina, Bupati Tulungagung Laporkan Akun Facebook ke Polisi
"Makanya sampai saat ini kita masih melidik persoalan tersebut," tambahnya.
Tahanan dalam kondisi bengkak
Suami Eva, Ramli alias Ramli ditangkap 7 Desember 2021 sekira pukul 08.00 WIB.
Pada Kamis, 9 Desember 2021, Eva bersama keluarganya mendatangi Polsek Helvetia.
Saat itu ia melihat suaminya dihadirkan dalam kondisi babak belur.
“Bagian pipi sebelah kanannya bengkak dan memerah. Bagian kening sebelah kiri benjol dan diperkirakan sebesar uang koin Rp 500. Bagian pergelangan tangan luka – luka lecet. Kedua lengan bagian bawah luka – luka dan bengkak atau memar,” ucapnya.
Baca juga: Polisi Temukan Ponsel Joseph Suryadi yang Dilaporkan Hilang dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama
Heran bercampur sedih melihat kondisi suaminya babak belur, Eva bertanya pada polisi kenapa sampai seperti itu.
Kojek yang kondisinya masih babak belur mengatakan bahwa ini perbuatan dari para penyidik tersebut.
Tak lama kemudian, Juper bernama Kompri Sembiring mengatakan bahwa kondisi babak belur itu masih lumayan.
“Oh, masih syukur gitu, untung saja tidak kami tembak,” kata Kompri Sembiring menakut-nakuti.
“Saya bilang saat itu, ya jangan kayak gini kali lah pak. Malah dibilang dia, namanya dia melakukan kejahatan,” ucapnya.
Kala itu, Kompri Sembiring menyampaikan barang bukti kasus Kojek ada sebanyak lima unit sepeda motor.
Pernyataan itu pun langsung dibantah oleh Kojek.
Kojek mengatakan dia hanya pernah menerima tiga unit motor.
Eva telah mengunjungi Ramli lagi pada hari ini. Menurut Eva, kondisi suaminya sudah berangsur membaik.
"Kondisinya, mungkin karena sudah lebih delapan hari, memang lukanya itu sudah nggak terlalu bengkak, cuma masih ada bekas memar-memar," sebutnya
"Dibagian lengan, dan wajah memang sudah agak kurang. Memang hari Kamis awal kami datang itu lebih bengkak lagi," tambah Eva.
Jawaban Polsek
Polsek Helvetia membantah personelnya berusaha memeras istri tahanan dengan meminta uang Rp 2 juta.
Baca juga: Kasus Penganiayaan yang Menewaskan M Diduga Dilatarbelakangi Perselingkuhan
"Kalau permintaan uang itu tidak ada, tidak pernah kami minta uang kepada tahanan. Apalagi untuk agar tersangka tidak ditembak dan pengurangan barang bukti," kata Kanit Reskrim Polsek Helvetia, Iptu Theo , Rabu (15/12/2021).
Kata Theo, Ramli ditangkap karena membantu pencuri motor bernama Abdul membuatkan kunci T.
Theo menyebut, Ramli diamankan setelah penyidik melakukan pengembangan terhadap Abdul.
Lalu, kata Theo, Ramli ditangkap di Jalan Gatot Subroto, Kota Medan, pada Selasa (9/12/2021).
"Penangkapan Ramli memang dilakukan oleh petugas kami, untuk lokasinya di Jalan Gatot Subroto. Pada saat itu, kami interogasi memang dia yang memberikan kunci T kepada tersangka Abdul," sebutnya.
Theo mengatakan, bahwa Ramli telah lima kali menerima sepeda motor curian dari Abdul.
Namun, polisi hanya mengamankan dua unit motor dari Ramli alias Kojek.
Satu unit hasil curian, satu lagi dipakai Ramli saat ditangkap.
"Dari delapan laporan terhadap Abdul, Ramli ini sudah lima kali menerima sepeda motor hasil curian. Dua sepeda motor yang kita amankan," ungkapnya.
Soal surat penangkapan dan penggeledahan, sudah diserahkan pada keluarga.
"Surat penahanan sudah kami serahkan kepada keluarga sehari setelah Ramli ditangkap," tuturnya.
Namun, Theo tak menjelaskan lebih lanjut kenapa Ramli alias Kojek bisa babak belur setelah ditangkap.
Baca juga: Ambil Alih Kasus Aipda Rudi Panjaitan, Propam Polda Metro Jaya Gelar Sidang Disiplin Besok
Apakah Ramli alias Kojek digebuki oleh penyidik agar mengaku, tidak dijelaskan oleh Theo.
Theo juga tak menjelaskan lebih detail menyangkut nama-nama oknum penyidik yang diduga meminta uang pada Eva Susmar Munthe, istri Ramli alias Kojek.
Terpisah, Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Donal Simanjuntak memastikan semua yang terlibat dalam kasus ancam tembak dan peras keluarga terduga penadah ini akan dijatuhi sanksi tegaas.
"Yang pasti kalau memang ada laporannya nanti, akan kami pelajari. Bila benar akan kami tindak tegas," kata Donald.
Dia tak menjelaskan lebih detail, apakah dalam kasus ini nantinya, Kapolsek dan Kanit Reksrim Polsek Helvetia bakal dipanggil.
Sebab, oknum penyidik saat melakukan pemerasan menyebut akan berkoordinasi dengan atasannya di Polsek Helvetia agar meringankan hukuman Ramli alias Kojek, jika keluarga pelaku menyerahkan uang yang diminta.
Komentar keras LBH
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan berkomentar keras terkait kasus ancam tembak dan peras terduga penadah yang dilakukan penyidik Polsek Helvetia.
Menurut LBH Medan, kasus seperti ini sangat mencoreng citra kepolisian.
"Terhadap dugaan pelanggaran yang demikian, lagi lagi kita sangat menyesalkan. Semakin hari, hastag percuma lapor polisi semakin relevan untuk selalu disuarakan," kata Kepala Divisi Sipil Politik LBH Medan, Maswan Tambak, Rabu (15/12/2021).
Menurutnya, dugaan pelanggaran di kepolisian yang terjadi tak jauh-jauh dari masalah pemerasan, dugaan penyiksaan dan penangkapan serta penahanan unprosedural.
Baca juga: Polisi Selidiki Dugaan Pemerasan Dalam Kasus Penembakan di Exit Tol Bintaro
Oleh karena itu, pihaknya meminta supaya jajaran Polda Sumut dan Polrestabes Medan dapat menindak secara hukum.
"Jangan main - main dengan pelanggaran etika profesi kepolisian, karena rohnya kepolisian itu ada di kode etik," ujarnya.
Semakin tidak beretika seorang anggota Polri, kata Maswan, maka akan semakin buruk citra Polri di masyarakat.
Disebutnya, jika benar tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan tersebut tidak segera diberikan dan tidak diterima oleh keluarga, maka penangkapan dianggap cacat prosedur.
Sebab, kata Maswan, untuk penangkapan, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-XI/2013 dimaknai surat tersebut harus diberikan tidak lebih dari 7 hari.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Sidak ke SPKT Usai Viral Oknum Polisi Tolak Laporan Warga Korban Perampokan
"Dugaan pemerasan tersebut juga jauh dari nilai etik anggota Polri. Uniknya permintaan tersebut supaya tidak dilakukan penembakan," bebernya.
Lebih parah lagi, kata Maswan, jika dugaan penyiksaan tersebut benar adanya.
"Tentu tindakan tersebut menciderai rasa adil bagi korban dan keluarga," sambungnya.
Menurut Maswan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan, demikian juga Polri yang membuat peraturan Kapolri tentang implementasi hak asasi manusia dalam proses penyidikan.
Seharusnya, lanjut Maswan, melalui dua aturan tersebut anggota Polri harus paham mengamalkannya.
"Jika tidak, Polri dalam beberapa keadaan/permasalahan hukum hanya jadi, tong sampah. Oleh karenanya harus segera ada langkah strategis supaya Polri lebih baik," tegasnya. (Tribun Medan)