Fenomena Pengamen di Bali, Tanggapan Sosiolog Universitas Udayana dan Anggota DPRD Setempat
Langkah yang diambil pemerintah dengan cara mengamankan dan memulangkan pengamen ke daerah asal tidak efektif
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Di usai pandemi Covid-19, muncul fenomena baru pengamen mengenakan pakaian adat Bali lengkap dengan kemben dan udeng serta membawa perangkat sound system kecil.
Mereka menyanyikan lagu ang paling populer seperti lagu Angkihan Baan Nyilih yang dipopulerkan Widi Widiana.
Mereka biasanya menyasar beberapa traffic light dengan lalulintas kendaraan yang padat seperti di perempatan Jalan Nangka–Jalan Gatot Subroto Denpasar, perempatan Tohpati hingga tempat keramaian seperti Pasar Sanglah.
Sosiolog dari Universitas Udayana (Unud) Gede Kamajaya, munculnya fenomena ini karena keterdesakan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Keadaan ini menyebabkan orang mulai merambah ke pekerjaan apa saja yang sekiranya bisa menghasilkan uang untuk bertahan hidup.
Baca juga: VIRAL Pensiunan Polisi Terciduk Razia saat Mengemis Jadi Manusia Silver, Begini Kisah di Baliknya
Bahkan mereka menambahkan embel-embel identitas Bali untuk menarik simpati masyarakat.
“Identitas ke-Bali-an menjadi modal kultural mereka untuk memperbesar peluang mendapatkan simpati dan tentu saja ini bisa menambah pendapatan,” kata Kamajaya, Minggu 26 September 2021.
Ia menambahkan pemerintah tak boleh diam melihat fenomena ini.
Skema penyerapan tenaga kerja perlu dipersiapkan.
“Mulai dari skema jangka pendek, menengah dan jangka panjang perlu disiapkan biar masyarakat tetap bisa produktif dan berdaya,” imbuhnya.
Kamajaya mengatakan ada banyak sektor yang bisa digarap oleh pemerintah untuk menyerap tenaga kerja.
Baca juga: Dampak Globalisasi bagi Perubahan Perilaku Masyarakat Indonesia
Satu di antaranya menggarap lahan Pemprov yang tidak produktif dan terbengkalai.
“Banyak sektor yang bisa digarap, lahan Pemprov banyak yang bisa digarap, yang tidak produktif dan terbengkalai misalnya. Bisa dimanfaatkan untuk digarap dengan menyerap tenaga kerja lokal dan gaji yang memadai,” katanya.
Ia menilai, langkah yang diambil pemerintah dengan cara mengamankan dan memulangkan pengamen ke daerah asal tidak efektif.
“Saya pikir ini tidak efektif karena mereka tidak memberi jalan keluar atas masalah yang mereka hadapi,” katanya.
Pelatihan dan Insentif
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali, I Gusti Putu Budhiarta alias Gung Budhi memahami munculnya fenomena pengamen berbaju adat Bali itu.
Ia mengatakan, pandemi Covid-19 berkepanjangan membuat banyak orang kesulitan mencari pekerjaan.
"Ini posisi kondisi yang serba sulit di masa pandemi berkepanjangan, sehingga banyak yang putus kerja, serba sulit mencari pekerjaan," katanya, Minggu 26 September 2021.
Pun begitu, ia mengaku prihatin dengan adanya fenomena tersebut yang menurutnya banyak dilakukan oleh para kaum muda.
"Termasuk saya pernah melihat itu, apakah itu krama Bali atau tidak kan tidak tahu kita. Tadi saya melihat banyak di persimpangan-persimpangan traffic light, bahkan cenderung anak-anak muda," paparnya.
Gung Budhi mendorong pemerintah untuk memberikan pembinaan yang tepat.
Menurut dia, pemberian bantuan sembako saja tidak cukup karena bukan solusi akhir.
Lazimnya mereka kembali lagi ke lapangan untuk mengamen.
"Mereka ini kan kesulitan ekonomi sebenarnya," kata dia.
Seharusnya, kata Gung Budhi, yang dilakukan pemerintah daerah adalah melatih para pengamen tersebut dengan keterampilan yang berguna di masa pandemi.
Misalnya pelatihan kewirausahaan ataupun pelatihan UMKM, termasuk bantuan permodalan yang berasal dari APBD.
"Masyarakat ya harus dibina untuk bisa menjadi mandiri secara ekonomi. Pelatihan UMKM, wirausaha sangat bagus jika bisa dilakukan," demikian Gung Budhi. (sup/gil)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Fenomena Pengamen di Bali, Sosiolog Unud Minta Pemerintah Siapkan Skema Penyerapan Lapangan Kerja