Liputan Khusus
Kasus Pernikahan Anak di Jateng Melonjak 630 Persen
Lonjakan pernikahan anak di bawah umur di Jawa Tengah naik luar biasa, mencapai 630 persen. Penyababnya, kemiskinan yang melilit.
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Angka perkawinan anak atau pernikahan dini di Jawa Tengah melonjak drastis selama pandemi Covid-19.
Tahun 2019 tercatat ada 2.049 kasus pernikahan anak, dan melonjak kira-kira 630 persen menjadi 12.972 kasus.
Kepala DP3AKB Jateng, Retno Sudewi mengungkapkan pernikahan anak banyak terjadi di beberapa wilayah di Jateng.
Antara lain Jepara, Pati, Blora, Grobogan, Cilacap, Brebes, Banjarnegara, dan Purbalingga.
Berdasarkan penelitian, faktor penyebanya yakni ekonomi atau kemiskinan, sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan hamil di luar nikah.
Untuk menekan tingginya angka pernikahan dini pihaknya menginisiasi gerakan Jo Kawin Bocah. Gerakan ini untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak.
Pihaknya juga mengeluarkan buku saku yang berisi panduan untuk mensosialisasikan pencegahan perkawinan anak. Kemudian, mengkampanyekan logo Nikah Sehati (sehat, terencana, mandiri).
"Kami juga melakukan pelatihan keterampilan hidup bagi anak-anak. Ada forum genre, OSIS,disabilitas. Untuk mendata perempuan dan anak rentan termasuk perkawinan anak, kami buat aplikasi Apem Ketan, yakni aplikasi pemetaan perempuan dan anak rentan. Ini sudah diuji coba di Klaten, Kota Semarang, dan Wonosobo," kata Retno Sudewi.
Baca juga: Akui Pernah Bersikap Kurang Ajar pada Orang Tua, Maia Estianty Minta Maaf hingga Cuci Kaki sang Ibu
Jo Kawin Bocah
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah meresmikan Care Center Jo Kawin Bocah di kantor DP3AP2KB, Jumat 28 Mei 2021.
Care Center ini merupakan tindak lanjut dari gerakan Jo Kawin Bocah yang telah diluncurkan Gubernur Jawa Tengah pada pada 20 November 2020 bertepatan dengan Peringatan Hari Anak Universal.
Retno Sudewi memaparkan, ada perubahan regulasi batas minimum usia menikah. Baik laki-laki maupun perempuan diperbolehkan menikah minimal 19 tahun.
Namun kenyataannya, kondisi perkawinan anak di Jawa Tengah pada tahun 2020 justru mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Terdapat 12.972 anak yang melakukan perkawinan dengan rincian laki-laki sejumlah 1.671 dan perempuan sejumlah 11.301.
"Karena sejak batas minimal usia menikah dinaikkan menjadi 19 tahun, permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama meningkat drastis. Pada tahun 2021, dari Januari-April sebanyak 4.472 anak telah mengajukan dispensasi kawin. Laki-laki sejumlah 582 dan perempuan sejumlah 3.890," papar Retno.
Retno melanjutkan, adanya Care Center Jo Kawin Bocah diharapkan mampu mendorong berbagai upaya dalam mengurangi angka perkawinan anak di Jawa Tengah dengan dukungan keterlibatan unsur Pentahelix, yaitu pemerintah, komunitas, media massa, akademisi, dan dunia usaha.
Baca juga: Mendonorkan Darah Tidak Menurunkan Imunitas, Malah Menyehatkan
Hamil duluan
Seorang ibu bernama Mumun (nama samaran) mengalami anaknya yang masih bawah umur telah menikah. Perkawinan terjadi karena terlanjur hamil di luar nikah.
"Iya tahun lalu anak saya baru saja menikah. Padahal umurnya masih 18 tahun. Mau bagaimana lagi. Daripada menggugurkan kandungan, lebih baik dinikahkan saja. Toh juga mereka suka sama suka," tutur Mumun.
Sebelum terjadi pernikahan, anak perempuannya putus sekolah di tingkat SMA. Mumun tak punya biaya untuk anaknya melanjutkan sekolah.
"Dia akhirnya kerja. Cuma tidak tahu persis kerjanya dimana. Kadang di luar kota sampai berbulan-bulan. Saya kaget dan marah waktu tiba-tiba dia punya tato. Saya sudah bosan menasihati. Kalau saya kerasi dia pergi berminggu-minggu," terang Mumun mengenang.
Momong cucu
Mumun baru merasa menyesal karena tidak mampu membiayai kebutuhan anak hingga bisa lulus sekolah. Pihaknya pun kini cenderung memasrahkan segala keputusan yang diambil sang anak.
"Semua terserah dia. Dia yang jalani dia yang putuskan. Saya hanya menasehati. Kalau diterima ya Alhamdulillah, kalau tidak ya enggak apa-apa," imbuhnya.
Anak perempuannya kini pun mengalami masalah dengan suaminya. Sudah sejak setahun terakhir suami putrinya tidak memberikan nafkah. Alhasil, anak perempuan dan cucunya diboyong lagi ke rumahnya.
"Setelah menikah dia dan anaknya ikut suami di Semarang. Tapi setelah tahu tidak dinafkahi, saya minta tinggal di sini saja bareng saya. Biar saya saja yang mengasuh cucu. Anak saya fokus kerja. Tapi saya minta seminggu sekali pulang," ungkapnya.
Mumun berkali-kali sudah melakukan mediasi antara anak perempuannya dengan suaminya. Namun selalu saja tidak ada solusi. Padahal, anak perempuannya sudah berkali-kali minta cerai.
"Anak saya minta cerai. Saya yang keberatan. Kasian cucu saya yang jadi korban. Berkali-kali suaminya dia juga sudah saya omongin, harus bertanggungjawab sama istri dan anaknya," terangnya. (tim)
Baca juga: Sedih Sekali ketika Melihat Orang Sakit Butuh Darah Stok Habis