Sabtu, 4 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Ada Unsur Liberalisme dalam Sistem Ketenagakerjaan yang Tercantum dalam UU Cipta Kerja

Di Omnibus Law tidak mengatur mengenai hak-hak tenaga kerja, seperti pembatasan waktu kerja, kerja dengan sistem kontrak dan tidak permanen

Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribun Bali I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali menyoroti aturan yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) "Omnibus Law" Cipta Kerja yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin (5/10/2020) kemarin.

Ketua FSPM Regional Bali, Anak Agung Gede Eka Putra Yasa mengatakan, ada unsur liberalisme dalam sistem ketenagakerjaan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja.

Dahulunya pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur sedemikian rupa hak-hak buruh masih saja dilanggar oleh para pengusaha.

Terlebih sekarang, di Omnibus Law yang banyak sekali tidak mengatur mengenai hak-hak tenaga kerja, seperti pembatasan waktu kerja, kerja dengan sistem kontrak dan tidak permanen serta upah dibayar per jam.

"Dalam artian, itu kan sudah menjadikan perbudakan modern menurut FSPM," kata Agung Putra Yasa saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon dari Denpasar, Selasa (6/10/2020) siang.

Baca: KPA Gugat Omnibus Law UU Cipta Kerja ke MK

Baca: Protes Risiko Lingkungan di UU Cipta Kerja, 35 Investor Kirim Surat ke Presiden Jokowi

Baca: Berdampak pada Sektor Pendidikan, Perhimpunan Guru Ikut Kecam DPR & Pemerintah Sahkan UU Cipta Kerja

Keberadaan Omnibus Law ini juga memotong adanya uang pensiun atau pesangon ketika buruh memasuki usia pensiun.

Kemudian hak cuti haid yang dihilangkan dan upah lembur yang bisa maksimal tiga jam sehari juga turut menjadi perhatian dari FSPM Regional Bali.

"Itu kan melegalkan perbudakan modern. Banyak poin sebenarnya yang kita janggal," tuturnya.

Bagi Agung Putra Yasa, berbagai hal tersebut seperti adanya pasal-pasal titipan dari pengusaha dan para pemodal di DPR.

Dirinya melihat berbagai usulan dari serikat pekerja sama sekali tidak diperhitungkan. (*)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul FSPM Bali Menilai RUU "Omnibus Law" Cipta Kerja sebagai Aturan Perbudakan Modern

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved