Senin, 6 Oktober 2025

Warga Sragen Tutup Jalan dengan Tembok karena Makan Tanah Warisan, Kades: Dia Tak Paham Kesepakatan

Mereka menutup akses jalan tembusan tersebut karena tidak terima lahan pekarangannya dibangun oleh warga sekitar dan ditalud.

Editor: Ifa Nabila
TribunSolo.com/Adi Surya
Penampakan jalan yang ditutup dengan menggunakan semen dan bata di RT 18 Dukuh Ngledok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Selasa (4/8/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Warga di Sragen menutup akses jalan di desanya dengan tembok bata hebel.

Warga tersebut adalah keluarga almarhum To Pawira di Dukuh Ngledok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Sragen.

Mereka menutup akses jalan tembusan tersebut karena tidak terima lahan pekarangannya dibangun oleh warga sekitar dan ditalud.

Jalan yang memiliki lebar sekitar tiga meter itu dahulunya adalah jalan setapak.

"Sewaktu ayah saya beli tanah memang sudah ada jalan, tapi jalan setapak. Cuma orang (Ngledok) itu tidak menghargai (keluarga) langsung dibangun jalan," kata anak laki-laki almarhum To Pawiro, Tugiyono (55) sesuai mediasi di Balai Desa Gading, Tanon, Sragen, Jawa Tengah, Selasa (4/8/2020).

Baca: Tempat Kos di Banjarnegara Jadi Bisnis Esek-esek, Layani Prostitusi Rp 500 Ribu Sekali Kencan

Baca: Ibu Lubangi Dinding Rumah untuk Intai Kamar, Ternyata Suami Perkosa Anaknya yang Keterbelakangan

Tanah pekarangan itu, lanjut Tugiyono, sudah diwariskan kepada kakaknya bernama Sonem. Karena jalan setapak itu dibangun dan ditalud oleh warga, kakaknya tersebut tidak terima akhirnya ditutup menggunakan bata hebel.

"Mbakyuku (kakakku) tidak terima. Karena tanah pekarangan itu diberikan kepada kakak saya. Iya ditutup jalan itu. Karena tanah itu sertifikatnya tidak ada tulisan jalan tidak ada," ungkap Tugiyono.

Tugiyono mengklaim bahwa jalan yang dibangun tersebut memakan lahan pekarangan milik kakaknya.

Menurut dia, sebelum membangun jalan tersebut, warga harus izin terlebih dahulu kepada keluarganya.

"Bapak saya sudah pesan kalau dibangun jalan harus kanan kiri. Jadi tidak hanya menggunakan lahan pekarangan saya sendiri. Yang saya inginkan itu izin dulu. Tidak langsung dibangun jalan," cetus dia.

Kepala Desa Gading Puryanto mengatakan, penutupan jalan yang dilakukan oleh keluarga almarhum To Pawiro karena ada kesalahpahaman.

"Awalnya kesalahpahaman. Jadi dalam sertifikat itu ada gambar jalan setapak. Anak To Pawiro hanya tidak paham saja kesepakatannya," kata Puryanto.

"Tadi kesepakatan jalan itu satu meter (sisi kanan) dan satu meter (sisi kiri). Jadi luasnya nanti dua meter. Yang sudah ada itu nanti ukurannya dikecilkan terus yang sudah dipagar (tembok) itu dibongkar," sambung dia.

Tanah pekarangan yang dibangun jalan tersebut merupakan warisan orangtua.

Setelah diberikan penjelasan melalui mediasi, akhirnya mereka mengerti dan menyepakati untuk membongkar tembok bata hebel yang menutup jalan itu.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved