Senin, 6 Oktober 2025

Polda Bali Periksa Pekak Berusia 73 Tahun, Terkait Perampasan Tanah

Pujiama Juga mengakui belum mampu mengurus sertifikat tanahnya karena belum ada uang.

Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUN BALI/I WAYAN ERWIN WIDYASWARA
Pekak 73 Tahun Diperiksa Polda Bali Terkait Perampasan Tanah 

Laporan Wartawan Tribun Bali Wayan Erwin 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR -  Kasus perampasan tanah milik pekak (kakek) Ketut Gede  atau Ketut Gede Pujiama  di Jalan Batas Dukuh Sari Gang Merak, Sesetan, Denpasar  mulai didalami Dit Reskrimum Polda Bali.  

Pekak berusia 73 tahun tersebut kembali diperiksa penyidik  di Subdit II unit IV AKP I Nyoman Sugitayasa, Selasa (30/6/2020)

Ada sekitar 15 pertanyaan yang diajukan penyidik.

Usai pemeriksaan yang memakan waktu  sekitar dua jam, Pujiama didampingi kuasa hukumnya Wihartono dan kawan-kawan kembali menegaskan tidak pernah menjual tanahnya pada Wayan P.

Ikhwal adanya pengakuan Wayan P tanah itu telah menjadi miliknya, Pujiama menyangkal. 

Baca: VIRAL, Tanah dan Bangunan SDN Jayamukti 3 di Cihurip Garut Dijual Rp 80 Juta

"Saya tidak pernah jual ke dia (wayan p). Kok bisa-bisanya dia ambil ..dijual ke orang." kata Pujiama keheranan. 

Diakui Pujiama, akhir akhir ini ia memang jarang melihat tanahnya itu.

Kondisi kesehatan tidak memungkinkan bagi pensiunan pegawai rendahan itu pergi dari rumah.

Pun demikian, Pujiama memastikan warga di sekitar Dukuh Sari tahu kalau tanah  itu miliknya  sebagai ahli waris I Wania (alm).  

Awalnya tanah itu seluas 7000 M2 lebih dibagi dua dengan saudaranya Putu Sari. 

"Kok ada yang berani sertipikatkan tanah orang ya....," tuding Pujiama. 

Pujiama Juga mengakui  belum mampu mengurus sertipikat tanahnya karena belum ada uang.

AA Made Eka Darmika, anggota kuasa hukum Pujiama menambahkan selama mendampingi pemeriksaan banyak fakta terungkap. Pertama penyidik menunjukan kuitansi pembelian tertanggal 10 Maret 1990 yang ditolak Pujiama.

Sebab tanda tangan Pujiama tidak identik dengan dokumen sah miliknya. Paling fatal meterai yang dipakai senilai 6000 (enam ribu rupiah) padahal meterai itu baru beredar antara 2006 hingga 2009. Meterai tahun 1990 senilai 1000 (satu ribu rupiah). 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved