Tragedi Susur Sungai
UPDATE: 2 Tersangka Baru Ditetapkan Terkait Tragedi Susur Sungai Sempor, Salah Satunya Guru
Dalam perkembangan penyidikan hari ini, Senin (24/2/2020) jumlah yang diperiksa sudah 22 orang
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto saat ditemui Senin (24/2/2020) petang mengatakan bahwa penyidik telah menetapkan dua tersangka baru.
Dalam perkembangan penyidikan hari ini, jumlah yang diperiksa sudah 22 orang.
• Kesaksian Korban Susur Sungai SMPN 1 Turi yang Selamat : Sempat Hanyut dan Diselamatkan Temannya
"Tadi siang setelah gelar perkara penyidik menetapkan dua tersangka baru dengan inisial R (57) dan DS (57). Hari ini juga dimulai penahanan kepada yang bersangkutan," ungkapnya.
Adapun R adalah guru dan merupakan ketua gugus depan di sekolah tersebut, dan selama kejadian ia hanya menunggu di sekolah.
Dan DDS merupakan pembina pramuka dari luar sekolah yang menunggu di lokasi finish.
"Kita sudah cukup alat bukti, petunjuk sudah cukup mengarahkan yang bersangkutan jadi tersangka," jelasnya.
• Siswa SMPN 1 Turi Alami Trauma Pasca Kejadian Susur Sungai Sempor
"Mulai tadi siang sudah dilakukan penahanan. Total ada tiga tersangka dan semua sudah dilakukan penahanan," imbuhnya.
Yuli menuturkan bahwa polisi masih melakukan pendalaman.
Apakah nanti ada penambahan tersangka atau tidak, segala sesuatu masih memungkinkan.
Sebelumnya polisi telah menetapkan IYA, seorang guru olah raga dan pembina pramuka sebagai tersangka.
"Justru IYA, DS dan R yang punya sertifikat kursus mahir dasar (kmd) pramuka, harusnya lebih memahami bagaimana keamanan melakukan kegiatan kepramukaan," tegasnya.
Pendampingan diberikan hilangkan trauma
Siswa-siswi SMPN 1 Turi mendapatkan pendampingan trauma healing di hari pertama mereka ke sekolah pasca laka Sungai Sempor.
Hari itu tak banyak aktivitas siswa di luar kelas.
Di setiap sudut lebih banyak didominasi oleh jajaran kepolisian, media massa, dan pegawai pemerintah.
Kasus ini menjadi banyak perhatian semua pihak, bahkan pasca kejadian banyak yang institusi yang menerjunkan personelnya yang ahli dalam trauma healing.
Tim gabungan ini berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dalam hal ini menerjunkan Tim Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Tim Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman dan wilayah DIY, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPKI) dan HIMPSI, Baznas Kabupaten Sleman serta para tenaga relawan psikolog dari Universitas dan Perguruan Tinggi, Mahasiswa Mapro dan S1 psikologi di Universitas/Perguruan Tinggi dan elemen lain yang terkait.
• Kesaksian Korban Susur Sungai SMPN 1 Turi yang Selamat : Sempat Hanyut dan Diselamatkan Temannya
Banyaknya pihak yang terlibat untuk penyembuhan trauma yang dialami anak, diapresiasi orang tua dan kerabat.
Satu di antaranya adalah Nindia (21) warga Wonokerto Turi, kakak dari pelajar kelas 8, Annisa Ramadhani (15).
Annisa adalah salah satu siswi yang selamat dalam kejadian laka susur sungai Sempor.
"Memang harus ada (pendampingan) untuk mengurangi trauma pada anak. Mereka juga masih sekolah, di jenjang berikutnya pasti ada kegiatan di luar lagi," ucap Nindia yang datang ke sekolah untuk menjemput adiknya.
Sebelum lebih jauh menceritakan kondisi adiknya saat ini, Nindia menceritakan bahwa ia dan orang tua tidak tahu bahwa sore itu akan ada agenda susur sungai.
"Tidak ada pemberitahuan dari sekolah, adik saya juga tahunya dari status WA sehari sebelumnya. Dia juga enggak bilang ke keluarga kalau mau susur sungai, cuma minta di jemput jam 4 sore," terangnya.
Nindia yang alumni sekolah itu pun heran, mengapa dalam kondisi mendung pihak pembina tetap bersikeras melanjutkan aktivitas susur sungai.
• Kisah Mbah Diro saat Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi, Nekat Nyebur ke Sungai demi Selamatkan Siswa
Karena menurutnya, saat ia bersekolah di sana, jika cuaca mendung atau hujan maka agenda di luar kelas diganti materi di dalam kelas.
Begitu mendapat informasi bahwa agenda susur sungai tersebut berakhir dengan insiden tenggelamnya para siswa, ia bersama kakaknya langsung membagi tugas untuk mencari data anak-anak yang selamat.
Pasalnya ia tak menemukan di mana posisi adiknya pada sore itu.
"Saya bagi tugas dengan kaka saya. Saya di Klinik SWA, kakak saya di puskesmas dan sekolah," imbuhnya.
Hatinya semakin hancur ketika di Klinik SWA sudah ada empat janazah.
Ia tak berani berandai-andai. Kekhawitarannya semakin membuncah.
"Waktu itu saya tanya ke perawat, kalau saya cari adik saya yang bernama Annisa Ramadhani. Petugas meminta saya untuk kuat dan mengarahkan saya untuk memeriksa satu persatu jenazah yang ada di situ. Saya takut yang di sana itu adik saya," kenangnya.
Ia dengan berat hati memeriksa satu-persatu jenazah itu, dan ternyata itu bukanlah adiknya.
Ia baru merasa lega ketika mendengar adiknya ternyata sudah berada di sekolah.
• Buntut Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi, Disdik Sleman Segera Susun Pedoman Kegiatan Luar Sekolah
Nindia pun sempat mendengar peristiwa yang dialami adiknya.
"Saat itu, adik saya sempat mengukur sungai, memang ada yang selutut tapi ada juga yang seleher. Adik saya mengajak teman-temannya untuk naik," paparnya.
Namun ternyata tidak semua temannya mengikuti anjuran Annisa.
"Nanti kalau ennggak turun dimarahi pembina loh," ujar Nindia menirukan ucapan teman Anissa.
"Tapi adik saya ngeyel, dia naik bersama lima orang lainya, baru balik badan sebentar ternyata teman-temannya yang lain sudah ada keseret. Adik saya terus cari pertolongan ke warga," jelasnya.
Nindia sendiri menceritakan bahwa adiknya masih tergoncang dengan peristiwa yang menelan banyak korban itu.
Bahkan teman satu kelasnya ada yang meninggal dunia, atas nama Nur Azizah (15).
Pasca kejadian itu, keluarga terus menenangkan hati Annisa.
Mereka pun tak lagi menanyai Annisa tentang kejadian itu.
• Hari Pertama Sekolah di SMP N 1 Turi Pascatragedi Susur Sungai, Siswa Diterapi Psikolog
Annisa akan marah dan melarang keluarga atau kerabatnya untuk bertanya tentang kejadian kemarin.
"Sekarang dia juga takut kalau lihat air, kalau di kamar mandi sendiri jadi takut," bebernya.
Rasa trauma juga dialami oleh Mahfud atorik (13) pelajar kela 7 SMPN 1 Turi.
Ibunya, Ponirah (47) menuturkan bahwa kini anaknya tidak mau menceritakan kejadian itu lagi ke siapapun.
Kejadian buruk itu telah tertanam di benak anak-anak dan mereka ingin melupakannya.
"Anak saya masih grogi, enggak mau sendiri. Dia cari kesibukan biar tidak teringat. Sekarang jadi sering ke tempat temannya, saya izinkan agar hatinya juga tenang," ujarnya.
Sebagai seorang ibu, Ponirah tentu saja tak ingin anaknya mengalami trauma.
Ia pun mengapresiasi banyak pihak yang mau membantu menghilangkan trauma para siswa. (TribunJogja.com)