Pemerhati Jelaskan Soal Hukuman Anak 'Duduk' di Rak Bagasi Kereta, Benarkah Bisa Alami Trauma?
pemerhati menjelaskan soal hukuman anak duduk di rak bagasi kereta api. benarkah bisa alami trauma?
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan ini jagat maya dihebohkan adanya video viral soal 'hukuman' pada anak.
Hukuman tersebut menjadi viral karena tidak biasa yakni dihukum duduk diatas rak bagasi kereta api.
Sontak warganet pun menjadi heboh karena menganggap hukuman tersebut lucu.
Namun sebagian warganet justru menganggap hukuman tersebut 'negatif' dan bisa membuat trauma anak.
Bagaimana tanggapan pemerhati anak?
Benarkah hukuman seperti itu bisa membuat anak trauma?
Pemerhati anak atau pegiat smart parenting Chrisnina Sari menjelaskan persoalan tersebut.
Menurut Nina sapaan akrabnya, ia mengatakan tidak masalah untuk meletakan sang anak di atas rak bagasi kereta api.
Namun hal itu boleh dilakukan asalkan sebelumnya sudah memberi tahu terlebih dahulu.
"Tidak apa-apa meletakan diatas sana (rak bagasi kereta api) selama sang anak sudah diberi tahu dulu."
"Misalnya 'kalau masih ribut bapak taruh di atas lho'," tutur Nina kepada Tribunnews.com, Rabu (5/2/2020).
Lanjutnya, Nina menegaskan hukuman tersebut boleh dilakukan asal orangtua sudah mengatakan komprominya terlebih dahulu.
"Kalau anaknya masih melanggar, memang harus tetap dilakukan. Ini salah satu bentuk konsistensi," jelasnya.
Nina yang juga seorang founder dari Sanggar Berumpun itu menjelaskan, anak yang viral tersebut memang dalam fase banyak bergerak dan penasaran.
"Anak usia ttersebut memang banyak cerita dan susah duduk tenang."
"Mereka masih memiliki daya konsentrasi yg pendek," ujarnya.
Bahkan Nina mengatakan anak usia tersebut bisa dilatih untuk menjadi 'tenang'.
"Caranya adalah dengan melakukan perjalanan jarak dekat terlebih dahulu, melatihnya dengan disiplin, kompromi, dan konsekuensi," ujar Nina.
Nina pun menjabarkan soal trauma jika anak dihukum seperti menaruhnya di atas rak bagasi kereta api.
Ia menjelaskan sang anak tidak akan mengalami trauma, karena tidak menyebabkan luka fisik.
"Apakah akan menyebabkan trauma? Selama tidak menyebabkan luka fisik, anak tidak akan trauma," tutur Nina.
Bahkan Nina menjelaskan soal karakter si anak berdasarkan ekspresinya.
"Melihat dari ekspresinya, sepertinya karakter si anak adalah sanguin."
"Anak sanguin akan mudah melupakan tertawaan penumpang kereta yg lain, namun akan mengingat pelajarannya," tegas Nina.
Sebelumnya diberitakan, video balita yang didudukkan di rak bagasi kereta, viral di media sosial.
Dalam video berdurasi lima detik itu, terlihat seorang balita tampak 'dihukum' dan didudukkan di atas rak bagasi.
Balita itu terlihat menangis sembari memanggil ayahnya.
"Jangan nakal ya," ujar sang ayah yang berada di bawahnya itu.
Video tersebut viral di Twitter dan sudah ditonton sebanyak 846.200 kali hingga Sabtu (1/2/2020).
Bahkan video tersebut di-retweet sebanyak 18.600 kali dan mendapat 29.000 like dari warganet di Twitter.
Dari penelusuran Tribunnews.com, video itu diunggah pertama kali oleh akun @brllntjl.
Pemilik akun bernama Brilian itu lantas menceritakan kejadian sebenarnya.
Video tersebut rupanya ia rekam pada 26 Januari 2019 atau setahun silam saat menaiki kereta api Logawa dari Yogyakarta menuju Surabaya.
Ada alasan tersendiri kenapa balita tersebut didudukkan di atas rak.
Rupanya sang anak terus berlarian di gerbong saat kereta berjalan.
Bahkan ia sempat mencubit seorang penumpang di dalam gerbong itu.
"Seingat saya si anak sangat hiperaktif sampai mencubit seorang penumpang," ujar Brillian kepada Tribunnews.com.
Sang anak juga ditegur seorang ibu saat mencubit penumpang dan berlarian.
Hingga akhirnya terjadilah momen yang ada dalam video pendek itu.
Sang anak 'dihukum' oleh ayahnya dan didudukkan di atas rak bagasi kereta api.
Peristiwa itu tidak berlangsung lama.
"Bapaknya dengan sabar langsung menghukum anak dengan meletakkan di atas rak bagasi seperti dalam video," tutur Brillian.
Brillian mengaku tidak tega melihat sang anak diperlakukan seperti itu.
Namun, hukuman tersebut penting untuk membuat sang anak jera.
"Tetapi saya juga sadar kalau purnishment itu penting untuk efek jera."
"Juga mendidik sang anak supaya berkembang tumbuh lebih baik lagi, tanpa melakukan kekerasan secara fisik," ungkapnya.
Mahasiswa Universitas Jember, Jawa Timur itu mengaku merekam kejadian itu karena merupakan momen langka.
Menurutnya, pada zaman sekarang, masih ada orangtua yang membiarkan anaknya bertindak sesuka hati dan marah saat anaknya ditegur orang lain.
"Saya banyak menemui di transportasi umum ketika orang lain menegur anaknya, malah orangtuanya yang marah," tutur Brillian.
Dari ceritanya, Brillian mengaku kagum dengan perlakuan orangtua sang anak.
"Saya juga kagum dengan cara orangtua sang anak yang memberikan efek jera tanpa membuat anak tersakiti secara fisik atau membentaknya di depan umum," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)