Kesaksian Waras Wasisto: 'Pak Iwa Bilang Rp 1 M Mah Murah'
Uang Rp 900 juta dari Henry Lincoln dan Neneng Rahmi Nurlaili dari Dinas PUPR Pemkab Bekasi untuk mempercepat keluarnya surat persetujuan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Anggota DPRD Jabar Waras Wasisto menegaskan tidak terlibat lebih dalam pada kasus penerimaan uang Rp 900 juta oleh Iwa Karniwa saat aktif menjabat Sekda Pemprov Jabar.
Uang Rp 900 juta dari Henry Lincoln dan Neneng Rahmi Nurlaili dari Dinas PUPR Pemkab Bekasi untuk mempercepat keluarnya surat persetujuan substantif Raperda RDTR oleh Pemprov Jabar.
"Saya hanya memfasilitasi pertemuan. Saya enggak kenal dengan Henry dan Neneng, tapi Anggota DPRD Bekasi, Soleman, memaksa saya untuk menghubungi pak Iwa karena ada Henry dan Neneng meminta bertemu," ujar Waras di sidang kasus tersebut di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Senin (27/1/2020).
Baca: Petugas KPK Borgol Dua Lengan Sekda Jabar Non Aktif Usai Sidang Kasus Suap di PN Bandung
Baca: KPK Kembali Periksa Anggota DPRD Jabar Waras Wasisto Terkait Kasus Meikarta
Baca: KPK Panggil Aher sebagai Saksi Iwa Karniwa Terkait Kasus Meikarta
Semula, ia tidak tahu menahu apa yang akan disampaikan Henry dan Neneng pada Iwa.
"Belakangan mereka bilang mau meminta bantuan terkait Raperda RDTR. Bahkan waktu itu saya telpon pa Iwa di-loud speaker di depan Henri, Neneng dan Soleman. Saya sendiri tidak ada urusannya dengan raperda itu. Saya hanya membantu, nothing to lose," ucap Waras.
Karena sebatas ingin membantu, kata Waras, mereka akhirnya bertemu di KM 72 Tol Purbaleunyi saat Iwa pulang dari Jakarta. Pada pertemuan itu, hadir Neneng, Henry, Soleman, Waras dan Iwa.
"Mereka lalu menyampaikan permintaannya agar pa Iwa bisa membantu memproses percepatan persetujuan substansi dari Gubernur Jawa Barat atas Raperda RDTR Kabupaten Bekasi," kata Waras.
Pada pertemuan itu, kata Waras, Henry dan Neneng lebih banyak bicara dengan Iwa soal raperda itu. Hingga akhirnya, pertemuan berakhir dan Iwa menyampaikan sesuatu pada Waras.
"Pa Iwa bilang minta bantuan banner Rp 1 miliar. Dia bilang Rp 1 miliar mah murah, karena biasanya Rp 3 miliar. Dia sampaikan itu ke saya dan meminta saya menyampaikan kembali ke Henri, Neneng dan Soleman. Ya sudah saya sampaikan apa adanya ke mereka," katanya.
Hingga akhirnya, pencairan uang dilakukan senilai Rp 900 juta selama tiga tahap. Tahap pertama dan kedua Rp 100 juta dan Rp 300 juta serta tahap ketiga, pemberian Rp 500 juta.
Terkait pemberian Rp 500 juta, Waras melalui stafnya, Eva menyerahkan uang tersebut kepada staf Iwa yang bernama Deni.
Beberapa hari kemudian setelah Eva menyerahkan uang sejumlah Rp 500 juta kepada Deni, Waras bertemu dengan terdakwa di kantor DPRD Provinsi Jabar.
"Setelah itu, waktu bertemu di paripurna DPRD Jabar, saya ketemu pak Iwa. Saya bisikin, pak titipan sudah sampai. Pa Iwa bilang, sudah mas, nuhun," ucap Waras.
Pernyataan Iwa dikuatkan oleh saksi lainnya, Soleman. Anggota DPRD Kabupaten Bekasi ini menyatakan, permintaan sesuatu memang keluar langsung dari Iwa saat pertemuan di KM 72.
"Bahasanya gini, bikinin buat banner, murah itu di Bekasi, biasanya tiga," ujar Soleman, sambul mengacungkan tiga jarinya.
Jaksa KPK, Ferdian Adi Nugroho meminta Soleman untuk mempertegas maksud tiga tersebut.
"Enggak bilang maksudnya apa, pak Iwa bilang tiga, saya asumsikan Rp 3 miliar," ujarnya, menirukan ucapan Iwa.
Banner tersebut untuk keperluan Iwa maju di Pilgub Jabar 2018. Saat itu, kata Waras, Iwa mengutarakan keinginannya untuk maju di Pilgub Jabar lewat PDI Perjuangan.
"Setelah pak Iwa bilang itu, saya bantu sekemampuan saya. Saya all out. Saya sudah kenal dengan pak Iwa sejak jadi Asda I. Makanya saya anggap pak Iwa sebagai orang tua. Menurut survey lemah di wilayah barat Jabar, seperti Bekasi, Karawang, Depok Purwakarta, jadi saya bantu," ucapnya.
Selama mendengar kesaksian Waras dan Soleman, Iwa tampak geleng kepala dan tersenyum.
Dalam perkara ini, Pasal 12 huruf f Undang-undang Pemberantasan Tipikor jadi dakwaan kesatu dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tipikor di dakwaan kedua. Kedua pasal ini ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.